Falun Dafa Minghui.org www.minghui.org CETAK

Jakarta: Di Bawah Tekanan Rezim Komunis China, Pemerintah Singapura Menganiaya Falun Gong

26 Des. 2010

(Minghui.org) Pada tanggal 23 Desember 2010, sekitar pukul 11:00 WIB, belasan praktisi Falun Gong Jakarta berkumpul di depan Kedutaan Besar Singapura di Jalan Rasuna Said Jakarta untuk menyatakan keprihatian mereka terhadap pemerintah Singapura atas penangkapan-penangkapan yang dilakukan aparat negara Singapura terhadap beberapa praktisi Falun Gong, baik warga negara Singapura maupun beberapa warga negara China yang menetap di sana.

Penangkapan tersebut umumnya bertepatan dengan kunjungan pejabat tinggi Rezim Komunis China (PKC), sehingga jelas terlihat bahwa pemerintah Singapura hanya peduli untuk menyenangkan hati para pejabat teras PKC, bahkan bila hal tersebut melanggar hak dasar warganya.

Siang itu, para praktisi Jakarta secara tertib dan damai membentangkan spanduk-spanduk yang berisi himbauan kepada pemerintah Singapura agar tidak membantu PKC dalam menganiaya Falun Gong.




Praktisi prihatin terhadap sikap pemerintah Singapura yang semena-mena terhadap praktisi Falun Gong

Juru bicara praktisi kepada para wartawan menyebutkan bahwa pada Juli 2009 seorang warga negara Singapura, Ms. Ng Chey Huay ditangkap karena membentangkan spanduk yang menjelaskan fakta mengenai Falun Dafa di depan Kedubes China. Ia kemudian dijatuhi hukuman dengan tuduhan menghina dan mengganggu orang lain. Pada Oktober 2010 kembali dia ditangkap dan dijatuhi hukuman dengan tuduhan ‘Vandalisme’ (merusak harta milik umum/pribadi) saat dia memajang plakat klarifikasi fakta mengenai Falun Gong di Esplanade Drive.

Disebutkan juga, dakwaan yang sama dikenakan pada warga negara Singapura lain yang bernama Mr. Chua Eng Chwee, 71 tahun. Dia ditangkap saat sedang bermeditasi. Selain dikenakan tuduhan ‘Vandalisme,’ praktisi Chua juga dikenakan pasal dari Undang-Undang Ketertiban Umum yang baru disahkan beberapa hari sebelum penangkapannya. Mr. Chua adalah pembina tempat latihan Falun Gong di Esplanade Park sesi sore hari dan telah berlatih di sana setiap harinya dalam sembilan tahun terakhir.

“Banyak yang janggal,” ujar juru bicara praktisi, Gatot. Dia mengatakan, “Pasal 15, ayat 1 Konstitusi Singapura menjamin kebebasan setiap warga negaranya untuk menyatakan, menjalankan keyakinan dan menyebarkannya. Sementara UU Ketertiban Umum adalah Undang-undang yang baru berumur beberapa hari sebelum penangkapan terjadi. Di mana-mana undang-undang yang baru harus disosialisasikan, tidak bisa langsung diberlakukan. Disamping itu, seluruh umat manusia di dunia ini sepakat bahwa kebebasan berkeyakinan, kebebasan berekspresi adalah hak yang melekat pada setiap orang sehingga patut memperoleh pengakuan tanpa syarat apa pun.”

Selanjutnya Gatot menjelaskan, “Apa yang Ms. Chey dan Mr. Chua lakukan tidak ada yang salah. Mereka hanya sedang memberi tahu orang-orang bahwa para praktisi Falun Gong di daratan China sedang dianiaya secara keji oleh PKC. Bahkan orang-orang di daratan China sendiri banyak yang tidak mengetahui fakta tersebut, karena PKC menutupi kejahatannya dengan rapat. Justru bersalah bila kita hanya berdiam diri terhadap genosida.”  

Selanjutnya Gatot menginformasikan, “Masih ada 5 orang warga negara China yang telah menetap lama di Singapura telah ditangkap dan sedang menanti proses persidangan. Mereka adalah Ms. Gao Hongmei (39 tahun), Ms. Zhu E (28 tahun), Mr. Chen Handong (46 tahun), Ms. Zhu Guiqin (63 tahun) dan Mr. Zhang Tao (46 tahun, penduduk tetap Singapura).”

Menjelang akhir acara, koordinator kegiatan menyampaikan surat himbauan yang ditujukan kepada perdana menteri Singapura, namun tidak ada staf Kedubes Singapura yang keluar untuk menerima surat tersebut.

Seorang praktisi Falun Gong dalam wawancaranya dengan koresponden Kebijakanjernih, mengatakan harapannya agar pemerintah Singapura tidak tunduk pada PKC serta berhenti menganiaya rekan-rekan praktisi di Singapura dengan memanfaatkan pasal-pasal hukum yang mengada-ada dan tidak jelas, yang sesungguhnya bertentangan dengan Konstitusi Singapura itu sendiri dan melanggar Konvensi HAM Sedunia.

Sekitar pukul 12:30 praktisi secara tertib mengakhiri kegiatan.