Falun Dafa Minghui.org www.minghui.org CETAK

Keuntungan Dalam Keadilan dan Kebenaran

14 Okt. 2012

(Minghui.org) Memilih antara keuntungan dari setiap kesempatan bisnis, atau menjadi adil dan benar bisa terasa sulit. Dalam masyarakat modern, orang-orang jahat ada di mana-mana. Ada pepatah, "Bisnis adalah bisnis." Sementara beberapa perusahaan mengejar keuntungan sebagai satu-satunya tujuan mereka, mari kita lihat dua teladan dalam menjalankan bisnis sebelum kita memutuskan tentang bagaimana memilih antara keuntungan dan keadilan.

Bai Gui Beruntung karena Belas Kasih

Bai Gui adalah seorang pengusaha terkenal di kota Luoyang selama Periode Peperangan Antar Negara (475-221 SM). Dikatakan bahwa ia adalah seorang murid Guiguzi (seorang filsuf China kuno dari periode yang sama). Bai Gui adalah seorang pejabat di Negara Wei. Setelah mengunjungi negara bagian Qi dan Qin, ia menjadi ahli strategi ekonomi dan pakar manajemen keuangan yang terkenal. Menurut Sejarah Dinasti Han Terdahulu, Bai adalah pencetus teori bisnis dan perdagangan.

Ketika Bai mengolah keuangan negara, ia memandang dengan gambaran besar. Sementara juga tidak melewatkan penawaran dan pendapatan kecil, ia tidak pernah terlibat dalam penipuan. Memperhatikan arus barang dan pengembangan produk, ia bisa menjual barang dengan cepat dan menguntungkan. Ketika barang tertentu berlebihan dan para spekulan menunggu harga turun sebelum membeli dalam jumlah besar, Bai membeli barang-barang itu dengan harga lebih tinggi daripada harga pasar. Selama masa kekurangan, sementara para pencari keuntungan menimbun barang sebelum menjualnya dengan harga lebih tinggi, Bai secepatnya menjual barang dengan harga lebih rendah daripada harga pasar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Cara Bai dalam menjalankan bisnis selalu membuatnya berada di atas angin dalam membuat keuntungan besar. Pada saat yang sama, mengatur penawaran dan permintaan barang dan harga mereka. Dalam cara tertentu, Bai melindungi kepentingan petani, pengrajin, dan konsumen umum.  

Selama Periode Peperangan Antar Negara, bisnis yang paling menguntungkan adalah perdagangan perhiasan di kalangan elit yang kaya-raya. Bai memilih bisnis menjual kebutuhan hidup dan perdagangan kepada rakyat biasa. Prinsip Bai adalah "keuntungan kecil tapi perputaran cepat." Dia tidak menaikkan harga, tapi menghasilkan uang lebih banyak dengan mempercepat arus barang dan memperluas pasarnya. Bai diberkati dengan bakat untuk menggenggam peluang. Dia mengerti kronologi Jupiter kuno dan teori lima elemen. Dengan menggunakan pengetahuan astronomi dan meteorologi, dia memperkirakan dan berdagang berdasarkan pada siklus panen yang baik dan buruk. Dia membeli murah tanaman berkualitas di tahun-tahun yang baik dan menjual tanaman dengan harga yang lebih tinggi di tahun-tahun yang buruk. Dengan cara ini, ia membantu orang mengatasi kelaparan. Sementara itu, kekayaannya tumbuh dengan pesat. Bai menyebut cara menjalankan bisnisnya “jalan kebajikan.”

Prinsip Keadilan dari Bapak Perusahaan Jepang

Shibusawa Eiichi dijuluki Bapak Perusahaan Jepang. Dia adalah salah satu orang pertama yang menggunakan ide-ide Konfusianisme dalam manajemen bisnis. Pindah dari politik ke bisnis di usia 33 tahun, dia bersumpah untuk mengikuti Analek Konfusius dalam aktivitas bisnisnya. Dalam karir Shibusawa, dia mendirikan lebih dari 500 perusahaan dalam berbagai bidang, termasuk keuangan, kertas, dan logistik. Dia adalah pemimpin bisnis di Periode Meiji dan Taisho. Pada usia 88 tahun, ia menulis bukunya terkenal, The Analects and the Abacus, percaya bahwa ajaran-ajaran di dalam Analect dan mencari uang tidaklah bertentangan satu sama lain. Dia menegaskan bahwa setelah melihat kesempatan untuk memperoleh keuntungan, jika seseorang berpikir untuk melakukannya dengan adil dan benar, maka mencari keuntungan akan menjadi sebuah tindakan yang baik. Salah satu bagian dari Analects mengatakan, “Mengejar keuntungan akan menghasilkan kemarahan besar.” Seorang pria yang baik bertindak dengan adil dan lurus, sedangkan seorang penjahat bertindak untuk keuntungan pribadinya.

Shibusawa tidak pernah oportunistik. Dia mengetahui bahwa membeli obligasi kereta api pemerintah akan memberinya keuntungan besar tetapi dia tidak melakukannya. Menurutnya mendapat keuntungan melalui spekulasi, akan membentuk sebuah kebiasaan buruk yang nantinya akan mengorbankan segala yang dia miliki, merusak reputasinya, dan yang terburuk, membawa tragedi bagi investor-investornya. Seorang pengusaha harus menjadi orang yang baik, bukan penjahat. Oleh karena itu, Shibusawa menempatkan pengaruh bisnisnya diatas masyarakat dan nilai-nilai masyarakat sebelum keuntungan.

Argumentasi Keadilan dan Kepentingan: Yang Mana Didahulukan

Baik di Timur maupun Barat, topik tentang mana yang didahulukan, keadilan atau kepentingan pribadi, tetap tidak teratasi. Apakah keduanya bertentangan atau sebuah kesatuan? Untuk mengejar keuntungan pribadi dan menghindari kerugian kelihatannya adalah sifat manusiawi. Namun, ketika kepentingan konflik dengan nilai universal, keadilan, manakah yang harus dikorbankan?

Salah satu dari empat buku klasik dalam Konfusianisme, Great Learning, mengatakan, “Seorang pria yang baik harus memupuk kebajikan. Dengan kebajikan, ia akan memenangkan hati orang; dengan orang, ia mengatur tanah; dengan tanah, dia menciptakan keberuntungan; dengan keberuntungan, ia akan bisa menggunakannya. Kebajikan adalah akar, dan keberuntungan adalah akhir dari cabang.” Oleh karena itu Konfusius berkata, “Ketika seseorang melihat kesempatan untuk untung, ia berpikir bagaimana melakukannya dengan adil dan benar.” “Menjadi kaya melalui cara-cara yang tidak adil adalah bagaikan memberikan awan kepada saya,” dan, “Seorang pria yang baik memahami pentingnya kebenaran, dan penjahat memahami pentingnya keuntungan.” “Pengusaha tradisional di China yang terinspirasi oleh Konfusianisme percaya pada prinsip bahwa 'Seorang pria yang baik yang menginginkan keberuntungan akan mendapatkannya melalui cara-cara yang benar.”

Penerima Nobel, Amartya Sen mengatakan bahwa seiring berkembangnya ekonomi, perlu mengedepankan etika, karena bagaimana pun orang berusaha untuk melonggarkan ikatan etika, mereka pasti gagal karena etika adalah sifat alami dari aktivitas ekonomi.

Mr. Li Hongzhi, pendiri Falun Dafa, berbicara tentang keberuntungan dengan cara pandang yang lebih mendasar:

“Menjadi raja, pejabat, kaya dan kedudukan terhormat semua dihasilkan oleh De. Tanpa De tidak ada yang dapat diperoleh, kehilangan De berarti sirna segalanya. Oleh sebab itu, orang yang mengejar kekuasaan dan mencari kekayaan harus terlebih dahulu mengumpulkan De, menanggung penderitaan dan berbuat kebajikan dapat mengumpulkan banyak De.” (Kaya Namun Bermoral dari Petunjuk Penting untuk Gigih Maju)

Moralitas dan etika harus menjadi standar utama dan dasar bagi semua aktivitas. Aktivitas ekonomi harus bersifat mementingkan kepentingan orang lain yang juga menguntungkan pengusaha tersebut. Hasilnya, semakin banyak perbuatan baik yang dilakukan seorang pengusaha untuk orang lain, semakin banyak keuntungan yang ia terima sebagai hadiah. Keadilan dan keuntungan pribadi harus menjadi satu. Keberuntungan dan keuntungan haruslah berasal dari perbuatan yang sesuai dengan aktivitas yang adil dan benar.

Industri Juga Harus Memilih Antara Baik dan Jahat


Sebelum kekuatan godaan akan keuntungan besar, tidak setiap orang atau perusahaan dilengkapi dengan mata visionari.

Partai Komunis China (PKC) membangun Great Firewall untuk memblokir aliran informasi bebas di Internet. Setiap orang harus tahu kalau itu jahat. Menghadapi 300 juta pengguna internet di pasar China, terbesar di dunia, Microsoft memilih secara aktif berkolaborasi dengan perbuatan jahat ini, sementara Google memilih untuk mengikuti prinsip kebenaran dari “tidak melakukan kejahatan” dan meninggalkan China.

Bank Dresdner dulu aktif bekerja dengan Nazi. Untuk menanggung kewajiban etisnya dan untuk membangkitkan hati nurani rekan-rekannya, bank ini kemudian menghabiskan sejumlah besar tenaga dan uang untuk menyelidiki kejahatan masa lalunya dan menunjukkannya kepada publik. Ketika mempublikasikan laporan investigasi itu, Wulf Meier, anggota dewan, mengatakan, “Kita harus menerima informasi ini apa adanya. Walaupun sangat menyakitkan, kita akan menerima kebenaran ini.” Dia menekankan bahwa semua kegiatan tidak berperikemanusian dimulai dengan hal-hal kecil, dan setiap hari sejarah telah memperingatkan kita akan hal itu.

Sejak Jiang Zemin dan rezimnya melancarkan penganiayaan terhadap Falun Gong pada bulan Juli 1999, Bo Xilai mengikuti Jiang dengan erat dan tidak memberikan ampun dalam menekan latihan itu demi kepentingan pribadinya. Mengambil organ praktisi Falun Gong untuk transplantasi ilegal dan menjual mayatnya menjadi usaha sampingan yang menguntungkan bagi Bo, istrinya Gu Kailai, dan sekutu politiknya Zhou Yongkang. Gunther Von Hagens memilih untuk berinvestasi di pabrik pengolahan mayat di Dalian pada Agustus 1999 (secara parsial membedah dan melakukan plastination pada mayat manusia kemudian membentuknya berpose dalam posisi-posisi hidup sebagai bagian dari pameran “Body Worlds” Von Hagens). Dia mengatakan kepada wartawan di seluruh dunia bahwa ia memilih untuk mendirikan perusahaan di Dalian karena “dukungan pemerintah, kebijakan preferensial, tenaga kerja yang bagus, upah rendah, serta berlimpahnya suplai tubuh.” Mayat-mayat dengan asal tidak diketahui memberikan keuntungan miliaran dolar kepada orang-orang ini. Setiap orang dengan hati nurani seharusnya merasa sedih. Berapa banyak kejahatan mengerikan yang terjadi dibalik pameran horor itu?

Pada kenyataannya, pengusaha yang menghargai keadilan dan kebenaran tampaknya dirugikan bila dibandingkan dengan mereka yang hanya melihat keuntungan dan menghasilkan banyak uang. Namun, kebenaran dan keuntungan memiliki hubungan yang mendasar. Ada jeda dalam ruang dan waktu di antara keduanya. Seseorang harus mengumpulkan kebajikan dulu dan kemudian mendapatkan keberuntungan. Kebajikan tidak memiliki bentuk yang terlihat, sementara laba terlihat. Orang biasa tidak dapat melihat kebajikan sehingga tidak mempercayainya. Hanya orang-orang yang tercerahkan melihat sebab dan akibat dengan prinsip yang lebih tinggi. “Keluarga yang mengakumulasi kebajikan mewarisi keberuntungan bagi generasi masa depan, sedangkan keluarga yang tidak, akan mewariskan bencana.” Mereka yang melakukan perbuatan baik dan mengikuti prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran adalah sedang membangun landasan bagi kemakmuran masa depan mereka. Mereka yang memperoleh kemakmuran melalui perbuatan jahat adalah sedang menggali ke dalam terowongan yang sedang runtuh.

Perusahaan yang ingin bermanfaat bagi umat manusia dan berencana untuk mencari keuntungan jangka panjang bagi dirinya dan karyawannya, haruslah mengingat prinsip-prinsip pembuat keuntungan – keadilan dan kebenaran. Harus berpegang pada hati nurani anda dan membuat pilihan yang tepat antara baik dan jahat di dalam saat-saat penting dalam sejarah ini.

Chinese version click here
English version click here