Falun Dafa Minghui.org www.minghui.org CETAK

Wartawan Washington Post Menemukan Banyak Celah Dalam Cerita Bakar Diri di Tiananmen - China

29 Maret 2012 |   (Philip P. Pan 6/2/2001 11:17)

KAIFENG, China (Washington Post Foreign Service) – Ada sebuah pemukiman yang terletak di bagian timur kota yang dahulu sangat megah ini, namanya Apple Orchard. Tetapi sekarang tidak ada satu pun pohon apel, hanya ada gedung-gedung tua yang sudah suram dihuni oleh para pengangguran, yang sering bergerombol di tepi jalan berlumpur. Dahulu Liu Chunling dan putrinya Liu Siying, 12 tahun, bertempat tinggal di apartemen berlantai empat di Gedung Enam.

Sang ibu sangat pendiam yang hidup untuk dirinya sendiri, si anak adalah siswi kelas lima yang murah senyum dan selalu menegur orang-orang yang ditemuinya. Para tetangganya mengatakan ada sesuatu yang aneh dan menyedihkan pada diri Liu Chunling, dia sering memukuli anaknya, dan bahkan mengusir ibunya yang sudah tua. Dia bekerja di sebuah klub malam dan memperoleh uang dengan menemani pengunjung laki-laki.

Tak seorang pun menduga bahwa Liu, 36 tahun, ikut bergabung dalam kelompok spiritual Falun Gong yang dilarang. Dan juga hampir tak seorang pun memperhatikan ketika mereka berdua menghilang.

Dan tiba-tiba, mereka muncul di televisi nasional, tubuh mereka diselimuti jilatan api oranye di Lapangan Tiananmen. Tampak Liu Siying terbaring di usungan, wajah dan bibirnya terbakar hangus, mengeluarkan suara lirih: “Mama, mama.” Sementara ibunya, menurut penyiar, sudah meninggal.

Apa yang mendorong Liu, putrinya dan tiga lainnya dari Provinsi Henan yang berjarak 350 mil (± 560 km) di selatan Beijing menyiramkan bensin ke tubuh dan menyulutnya dengan api pada 23 Januari, pada malam Tahun Baru Imlek?

Suatu perdebatan seru sedang berlangsung untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait kelima orang itu, apakah menjadi korban aliran sesat, melakukan protes terhadap pemerintah yang represif, atau perbuatan orang putus asa yang tersisih dari masyarakat yang berkembang sangat cepat.

Partai Komunis yang sedang berkuasa telah melancarkan kampanye besar-besaran, memanfaatkan insiden-insiden ini sebagai pembuktian klaim mereka bahwa Falun Gong adalah sekte yang berbahaya, dan memutarbalikkan opini publik di China maupun di luar negeri terhadap kelompok ini yang telah dilarang 18 bulan yang lalu, dan telah mencoba menghancurkannya, dari waktu ke waktu dengan cara-cara brutal.

Setiap pagi dan malam, media yang dikontrol pemerintah menyiarkan serangan-serangan baru kepada Falun Gong dan pemimpinnya yang berada di AS, Li Hongzhi. Sekolah-sekolah diwajibkan “mengajar” para murid tentang sekte ini. Berbagai sesi diskusi diorganisir di pabrik-pabrik, kantor-kantor dan universitas. Para pemimpin agama, hingga Tibet telah mengirimkan pernyataan tertulis. Di Kaifeng, kantor pos menerbitkan perangko anti-Falun Gong, dan 10.000 orang telah menandatangani petisi anti kelompok ini.

Pemerintah China juga telah menggunakan insiden ini untuk menekan Hong Kong agar melarang Falun Gong, uji coba terhadap kekukuhan kebijakan “satu negara, dua sistem” yang memberikan mantan koloni Inggris tersebut otonomi terkait urusan dalam negeri mereka. Falun Gong sah secara hukum di Hongkong; tetapi kepala keamanan wilayah pada hari Kamis memperingatkan bahwa polisi akan memonitor aktivitas grup ini dengan ketat.

Para pimpinan Falun Gong menyatakan tidak mungkin keluarga Liu dan teman-temannya pernah menjadi anggota gerakan mereka, yang mempromosikan campuran dari Buddhisme, Taoisme dan latihan pernapasan China tradisional. Mereka berkata Falun Gong secara jelas melarang kekerasan dan bunuh diri, serta menduga bahwa pemerintah telah merekayasa insiden itu.

Beberapa aktivis pembela hak azasi manusia mengatakan bahwa aksi bakar diri itu adalah wujud protes atas penindasan pemerintah terhadap Falun Gong, yang berakibat ribuan orang ditahan dan 105 orang diantaranya meninggal dalam tahanan polisi. Tetapi Liu Siying yang berumur 12 tahun itu pernah memrotes tindakan Beijing terhadap Falun Gong di Lapangan Tiananmen sebelumnya, menurut Pusat Informasi untuk Hak Azasi Manusia dan Demokrasi yang bermarkas di Hong Kong

Ada tradisi bunuh diri bermotivasi politik di China. Pada awal dinasti China terakhir, pada tahun 1640-an, ada ratusan orang bunuh diri ketimbang hidup di bawah penjajahan bangsa Manchu. Kira-kira 250 tahun kemudian beberapa orang sarjana melakukan bunuh diri memrotes tindakan dinasti Qing yang menolak konstitusi republik. Dan yang paling akhir, banyak orang telah mengakhiri hidupnya untuk menghindari kekerasan selama Revolusi Kebudayaan yang dicetuskan Mao Zedong.

Tetapi sulit ditemukan contoh sebelumnya dari orang-orang yang membakar diri di depan umum. Di Kaifeng, kota yang berpenduduk 700.000 jiwa, yang dahulu adalah ibu kota kekaisaran China, salah satu kota yang terpadat penduduknya pada akhir abad 20, kebanyakan penduduknya tidak menyetujui tindakan Liu dan teman-temannya itu.

“Mereka telah mempermalukan Kaifeng, dan mereka mempermalukan China di hadapan seluruh dunia. Itu sungguh keterlaluan,” kata Tang Shaohua, 60 tahun, yang membuka toko makanan di sudut jalan dekat tempat tinggal Liu.

“Sangat menyedihkan apa yang terjadi pada gadis kecil itu. Dulu saya sering melihat dia bermain di sekitar sini,” tambah tetangganya, Zhang Binglian, 60 tahun. “Falun Gong memang aliran sesat. Saya sejak dulu berpikir begitu, sekarang saya semakin yakin.”

Tetapi bahkan di Kaifeng, ada tanda-tanda kampanye propaganda pemerintah telah kehilangan efektivitasnya. Beberapa penduduk merasa jenuh dengan serangan terus-menerus terhadap Falun Gong.

“Saya tidak mengatakan tidak percaya kepada pemerintah, tetapi juga tidak mengatakan percaya,” kata Liu Xiaoyu, 39 tahun sambil membuat kue bola di pasar malam. “Pemerintah mengontrol berita. Kami semua tahu itu sekarang.”

Supir taksi Wang Chaohui mengatakan ia yakin Falun Gong adalah agama seperti juga lainnya, dan berkata tidaklah adil menyalahkan perbuatan lima individu pada sebuah kelompok dengan jutaan praktisi. Ia melanjutkan, setidaknya penindasan terhadap Falun Gong pasti akan memukul pemerintah sendiri.

“China sekarang berbeda, mereka tidak bisa menangkap setiap orang yang percaya pada sesuatu seperti ini,” ujarnya. “Ini hanya akan memperparah keadaan.”

Wang berkata pertanyaan sesungguhnya yang China harus hadapi adalah mengapa demikian banyak orang percaya kepada sesuatu seperti Falun Gong. “Mereka tidak puas dengan masyarakat,” katanya. “Itulah masalahnya.”

Seperti di wilayah lain di China, Kaifeng telah mengalami kehidupan kembali beragam agama ketika ideologi komunis turun pamornya. Lebih dari satu dekade ini banyak warga beralih ke Nasrani, Buddhisme, Taoisme – dan Falun Gong. Sebelum grup ini dilarang, banyak orang berlatih meditasi di taman-taman kota.

Falun Gong telah menarik seluruh lapisan masyarakat China – anggota partai, perwira militer senior, kalangan birokrat, guru dan jutaan penduduk yang hidup dalam kemiskinan. Di Kaifeng, di mana beberapa pabrik ditutup dan ekonominya sedang merosot, banyak orang yang mencari sesuatu yang bisa dipercayai.

Media pemerintah hanya bicara sedikit tentang mengapa lima orang yang membakar diri itu bergabung ke Falun Gong. Beijing menolak permintaan untuk mewawancarai Liu Siying dan ketiga orang yang selamat, yang semuanya sedang dalam perawatan di rumah sakit karena luka bakar yang serius. Seorang pejabat di Kaifeng mengatakan hanya China Central Television (CCTV) dan perwakilan New China News Agency yang diperbolehkan berbicara dengan keluarga dan koleganya. Seorang pria yang menjawab pertanyaan di pintu rumah Liu merujuk pertanyaan-pertanyaan agar diajukan ke pemerintah.

Tetapi para tetangga di Apple Orchard menggambarkan Liu Chunling sebagai seorang wanita yang bernasib sial, menderita masalah kejiwaan. Media pemerintah mengenali Hao Xiuzhen, 78 tahun, sebagai ibu asuh yang memungutnya. Para tetangganya mengatakan mereka sering bertengkar sebelum Liu mengusirnya tahun lalu.

“Ada sesuatu yang salah padanya,” kata Liu Min, 51 tahun, tetangganya. “Ia memukuli ibunya, sampai ibunya menangis sambil berteriak-teriak. Ia memukuli putrinya juga.”

Ada beberapa pertanyaan lagi, bagaimana Liu membiayai hidupnya, dan di mana keberadaan bapak dari putrinya. Para tetangga bercerita bahwa Liu bukan penduduk asli Kaifeng, dan seorang laki-laki di Provinsi Guangdong selatan membayar sewa rumahnya. Tetangga yang lain, termasuk Wen Jian, 22 tahun, mengatakan Liu bekerja di sebuah klub malam setempat, dan mendapatkan uang dari menemani para pelanggan makan malam dan berdansa.

Tak seorangpun pernah melihatnya berlatih Falun Gong.

© 2001 The Washington Post (Philip P. Pan   2/6/01 11:17)