Falun Dafa Minghui.org www.minghui.org CETAK

Konfusius dan Socrates: Keberanian Berdiri di Pihak Kebenaran

15 Agu 2012 |   Oleh: Tang Feng


(Minghui.org) Dalam Kumpulan Kesusasteraan Konfusius, Xianwen, Kaisar dari Wei Utara (454-476), menggambarkan Kaisar China dari Dinasti Xianbei Wei Utara, yang merespon terhadap pertanyaan paling mendasar dari hukum. “Seorang yang penuh kebajikan tidak merasa khawatir, seorang terpelajar tidak merasa bingung dan seorang pemberani tidak merasa takut,” kata Xianwen. Keberanian adalah kebajikan utama untuk membangun dunia yang sempurna. Catatan sejarah merekam banyak orang-orang pemberani dari kebudayaan Barat dan China.

Menurut cerita rakyat, ada sekitar 100 pengikut Mohist, semuanya akan mengorbankan nyawanya tanpa keraguan demi kebenaran. Ada seorang pejuang, Jing Ke, pada Periode Perang Negara (475-221 SM). Ia dalam perjalanan untuk membunuh raja dari Dinasti Qin di dalam lagu, ”Angin bertiup ke Barat dan terasa sangat dingin, segera setelah seorang prajurit pemberani memulai perjalanannya yang tidak akan kembali lagi.” Xiang Yu, seorang pejuang, sangat berduka akibat kehilangan sangat banyak prajurit dan malu menghadap atasannya, melakukan bunuh diri dengan memotong lehernya di Sungai Wujiang. Mereka semuanya pemberani dan tidak takut. Zilu, seorang murid kesayangan Konfusius, bersifat tegas dan blak-blakan. Tetapi Konfusius berkata, ”Ia tidak kenal takut tetapi tidak layak disebutkan.” Kenyataannya, Konfusius menghargai keberanian jenis lain.

Mensius berkata, ”Apakah Anda ingin menjadi pemberani? Saya telah mendengar dari Konfusius tentang menjadi pemberani: ’Jika Anda mencari ke dalam dan menemukan kebenaran tidak ada di sisi ini, maka, bahkan jika pihak lain adalah orang yang rendah hati, saya tidak akan mengancamnya. Jika setelah memeriksa, saya merasa kebenaran ada di sisi saya, maka bahkan jika pihak lain lebih kuat, saya akan tetap maju ke depan.” (Volume Pertama Gongsun Chou, Karya Mencius)

Upaya Konfucius Mewakili Orang Lain

Konfusius membimbing para muridnya dengan mengikuti prinsip seperti ini sepanjang hidupnya. Menurut legenda, perawakan Konfusius adalah tinggi dan kuat, tetapi selalu ramah kepada semua orang. Ia sangat sabar dengan murid-muridnya dan sangat sederhana serta bijaksana. Jika ia membuat kesalahan, ia akan meminta maaf pada murid-muridnya.

Ketika Dinasti Zhou lemah, Konfusius berusaha menekankan kebajikan dan membujuk raja untuk mendidik rakyatnya dengan mempromosikan etiket dan musik.

Ketika Konfusius mengunjungi negara Lu, ia berusaha untuk membangkitkannya tetapi gagal. Ia kemudian bepergian ke seluruh negeri untuk mempromosikan pandangan politiknya. Ia mengunjungi negara Zhou, Qi, Wei, Cao, Chen, Cai, Song, Ye dan Chu tetapi otoritas tidak menerima pandangannya dan mengolok-oloknya. Ia dikelilingi oleh orang-orang yang mengejek dan menakutinya, ia merasa terperangkap dan menderita akibat kelaparan. Orang-orang menyuruhnya untuk menyerah.

Tetapi standar moral yang merosot drastis tidak dapat mempengaruhinya. Fitnahan dan perlakuan buruk tidak dapat merubah aspirasi dari orang suci. Ia selalu menempatkan warisan kebudayaannya sebagai tujuannya dan melakukan perbuatan lurus sebagai tanggung jawabnya. Ia memberitahu muridnya, ”Jika kebajikan eksis sekarang ini, saya tidak akan berusaha merubahnya.”

Guna menyebarkan gagasannya  dan mendidik orang-orang, Konfusius membuka sekolah pertamanya. Tidak peduli apakah muridnya kaya atau miskin, pintar atau lamban, semua dapat masuk sekolahnya. Ketika ia berusia 70-an, ia fokus pada penyelesaian dan merevisi beberapa buku kuno. Ajaran Konfusius telah memberi pengaruh yang sangat dalam pada sejarah, budaya, kepribadian, pikiran dan banyak lainnya di China.

Menelaah Socrates Orang Bijak dari Yunani Kuno

Pada 594 SM, pejabat negara Athena, Solon, mendirikan politik republikan dalam bentuk pemilu dan proses penjurian. Tetapi, etika, moral baik dan kepercayaan tidaklah penting pada saat itu. Banyak jaksa dan hakim, dipilih dari petani dan pengusaha, hanya mengenali hukum dan iptek. Mereka tidak memiliki kerendahan hati untuk percaya pada Dewa.

Socrates mempertahankan tujuan dari fisolofi bukanlah untuk memahami alam, tetapi, untuk “mengenal diri sendiri.” Ia mempromosikan kesadaran akan kebenaran dalam kehidupan dan kehidupan moral. Ia percaya bahwa semua yang ada di dunia ini diatur oleh Dewa.

Ia menekankan etika dan percaya “kebijakan adalah pengetahuan.” Ia menghabiskan seluruh hidupnya dengan berdialog dengan orang-orang dan berusaha mencegah mereka membuat kesalahan. Ia ingin mengangkat harga diri mereka.

Pada 404 SM, penguasa tiran menggantikan demokrasi. Diktaktor memerintahkan Socrates untuk menangkap orang kaya sehingga ia dapat menyita hartanya. Socrates menolak. Ia tidak hanya berani menolak perintah tidak adil ini, tetapi juga secara terus terang mengutuknya.

Tidak peduli kekuasaan atau kekuatan pihak lain, Socrates teguh hidup sesuai prinsip-prinsipnya dan keadilan. Ia tidak tunduk pada kekuatan sosial tidak adil manapun, jadi ia menyinggung banyak orang.

Menghadapi tuduhan “merusak kaum muda,” Socrates menyampaikan pidatonya – seperti yang disampaikan Plato – kepada juri Athena:

“Jadi saya mengikuti jalanku, tunduk kepada dewa dan membuat penyelidikan atas kebijakan semua orang, apakah penduduk atau orang asing, yang tampak bijak… Saya beritahu Anda bahwa kebijakan tidak dihasilkan dari uang, tetapi dari kebijakan mendatangkan uang dan semua orang-orang baik lain, masyarakat maupun pribadi. Ini adalah ajaran saya, dan jika doktrin ini yang merusak kaum muda, pengaruh saya memang merusak. Tetapi jika siapa pun mengatakan ini bukan ajaran saya, ia tidak berkata jujur. Maka itu, hai orang Athena, saya katakan padamu, lakukan sesuai tawaran Anytus atau bukan tawaran Anytus, dan baik saya  dibebaskan atau tidak; tetapi apapun yang Anda lakukan, ketahuilah bahwa saya tidak akan merubah caraku, bahkan jika saya harus mati berkali-kali.”

Mereka yang berkebijakan tinggi dari masa lalu masih memberi pengaruh yang sangat besar kepada kita sampai hari ini. Keberanian sejati bukanlah agresif, tetapi adalah berdiri di sisi kebenaran. Selama seseorang tetap berpegang pada kebenaran, bahkan ketika menghadapi kekuasaan dan kekejaman, seseorang tidak akan pernah kecil hati atau menyerah.

Ketika Konfusius dan Socrates masih hidup, sepertinya moralitas saat itu tidak baik, tetapi mereka berdua tidak menyerah. Pemikiran mereka sangat berpengaruh besar selama ribuan tahun. Ini adalah keberanian mereka yang membangun kepribadian mereka dan menciptakan kebudayaan yang mempertahankan moralitas untuk generasi-generasi mendatang.

Chinese version click here
English version click here