Falun Dafa Minghui.org www.minghui.org CETAK

Dua Kisah Kuno Mengenai Menghormati Guru

12 Sep. 2012 |   Oleh: Zhi Zhen


(Minghui.org) Penekanan terhadap kedisiplinan dan hormat terhadap guru adalah nilai-nilai trandisional yang dapat ditemui dalam kebudayaan China kuno, dan pribahasa seperti “Seorang guru bagi muridnya bagaikan seorang ayah bagi anaknya,” dan “Menjadi guru walaupun hanya sehari selamanya akan dihormati sebagai ayah” adalah hal yang biasa. Seorang murid memandang guru bagaikan ayah, oleh karena itu memanggilnya dengan sebutan “guru terhormat” atau “empu.” Guru menurunkan etika, pengetahuan dan nilai-nilai kepada muridnya. Mereka mengajarkan orang tingkah laku yang pantas untuk berhubungan satu sama lain, dan untuk menangani berbagai hal dalam masyarakat yang lebih besar. Selama belajar dari seorang guru, seorang murid tidak hanya harus memahami dengan jelas prinsip-prinsip melayani guru dengan penuh hormat dari dalam hatinya, tetapi juga harus dengan sebaik-baiknya menjalankan apa yang diturunkan oleh gurunya. Di bawah ini adalah beberapa contoh mengenai, betapa orang-orang kuno menghormati gurunya.

Kaisar Yao dan Shun Menghormati Xu You

Xu You adalah seorang sarjana berbudi luhur di China kuno yang memiliki standar moralitas yang tinggi. Ia menganggap prinsip-prinsip moral lebih penting dari keuntungan pribadi, dan menurut buku “Zhuangzi” ia adalah guru Kaisar Yao. “Sejarah Musim Semi dan Musim Gugur Lu” menyebutkan ia juga adalah guru Kaisar Shun. Ketiganya dianggap sebagai orang bijak.

Negeri China sangat damai dan makmur selama pemerintahan Kaisar Yao. Walaupun Kaisar Yao menunjuk banyak orang-orang bijaksana untuk membantu mengatur negara, ia tetap khawatir dengan kemungkinan kekurangan banyak orang-orang yang berkualitas. Untuk menemukan orang-orang itu, Kaisar Yao sering mencari ke mana-mana, bahkan hingga ke pelosok desa dan pedalaman gunung. Ketika Kaisar Yao mendengar seseorang bernama Xu You yang memilki kebajikan dan moral yang tinggi, ia melakukan perjalanan jauh untuk menemuinya. Setelah berbicara, Xu sadar bahwa Kaisar Yao benar adalah Kaisar. Kaisar Yao mengagumi luasnya pengetahuan Xu tentang prinsip-prinsip alam semesta, dan memintanya untuk menjadi gurunya.

Setelah kembali ke istana, Kaisar Yao berpikir untuk menyerahkan pemerintahannya kepada Xu. Ia lalu meminta Menteri Pertanian untuk menangani urusan negara dan berangkat untuk mengundang Xu ke istana. Ketika ia bertemu Xu, Kaisar Yao sangat menghormatinya dan memperlakukannya sebagai gurunya. Kaisar Yao berkata: “Saya, murid Anda, saya miskin dalam kebajikan dan lemah dalam kemampuan. Ketika saya menguasai negara ini, saya bersumpah tidak akan lama memerintah. Saya berkata bahwa saya akan mengunjungi semua orang bijak dan mengundang salah satu dari mereka untuk memimpin negara. Saya yakin sekali kemampuan dan kebajikan Anda seterang matahari dan bulan, dan tidak ada yang dapat menutupi sinarmu. Saya bersedia memberikan negara ini kepada Anda. Akan sangat baik untuk rakyat jika Anda menerima tawaran ini tanpa ragu.” Xu menjawab: “Anda telah memimpin negara ini menuju kedamaian dan kesejahteraan, membuat rakyat menjadi kaya dan bahagia. Kehormatan ini adalah milik Anda. Jika saya mengambil alih kehormatan dan pekerjaan Anda, bukankah itu artinya saya melakukannya demi ketenaran?” Kaisar Yao tetap kukuh berusaha membujuk Xu untuk mengambil alih posisinya, tetapi Xu dengan tegas menolaknya. Ketika Kaisar Yao mengunjungi Xu pada keesokan harinya, ia telah pergi, dan tidak seorang pun tahu ke mana ia pergi.

Kaisar Yao terus mencari Xu dan akhirnya berhasil mengetahui keberadaannya satu tahun kemudian, sedang bertani di kaki gunung Songshan. Suatu hari ketika sedang bekerja di sawah, Xu mendengar seseorang mendekat dan berteriak “Guru.” Xu mengangkat kepalanya dan melihat Kaisar Yao. Ia terkejut dan bertanya: “Untuk apa Kaisar datang ke sini? Apakah ada yang bisa saya lakukan?” Kaisar Yao berkata: “Pada waktu yang lalu saya berencana untuk menyerahkan pemerintahan kepada Anda karena saya takut kemampuan saya yang rendah akan membawa rakyat ke jalan yang salah. Sungguh tidak disangka Guru menolaknya dan pergi. Sekarang dengan tulus saya memohon kepada siapa saja yang memiliki kebajikan yang agung untuk membantu saya memerintah negara. Setelah memikirkannya dengan hati-hati, tidak ada seorang pun yang lebih baik daripada Guru. Oleh karena itulah saya datang lagi untuk memohon dengan tulus agar Anda menjadi pemimpin dari Sembilan Negara (ini adalah pembagian wilayah negara pada saat itu). Akan menjadi sebuah keberuntungan bukan hanya untuk saya tetapi juga untuk semua orang di negara ini jika Anda menerima jabatan itu.” Mendengarnya, Xu berkata: “Saya tidak mengerti apa yang Anda katakan. Saya tidak pernah mendengar ada orang yang menjadi pemimpin Sembilan Negara, selain Kaisar, dan itu adalah Anda.” Kaisar Yao menjelaskan: “Sebenarnya, tidak ada gelar itu. Saya membuatnya untuk Anda untuk memperlihatkan ketulusan saya. Mohon diterima.” Xu menolak lagi dan pergi menjadi pertapa di tempat terpencil, dan tidak pernah dapat diketemukan lagi. Rakyat mengetahui kisah ini, mereka memuji kerendahan dan kemuliaan hati Kaisar Yao, dan kebajikan Xu You.

Ketika Kaisar Shun sedang bercocok tanam di Lishan, ia sering memberikan tanah yang subur kepada orang lain karena kebajikannya. Dalam waktu enam bulan, para petani dengan sopan mengambil alih tanah yang tandus dan juga memberikan tanah yang subur kepada orang lain. Kaisar Shun sangat dihormati di Lishan, saking dihormatinya ia selain memerintah, kadang-kadang juga diminta untuk mengadili dan menyelesaikan pertikaian. Karena dialah, banyak orang yang pindah ke Lishan, sehingga daerah terpencil itu perlahan-lahan berkembang menjadi daerah yang makmur. Semua orang di sana menyebut Kaisar Shun sebagai orang bijak, menambahkan: “Setiap orang yang bertemu orang bijak pasti akan terasimilasi. Orang bijak mengajarkan kita keadilan dan memberi, bukan mengambil dan korupsi.”

Suatu kali ketika sedang berjalan-jalan ke Chishan setelah bercocok tanam Kaisar Shun melihat seorang tua berjalan kearahnya. Orang tua itu tiba-tiba tersandung batu dan terjatuh. Kaisar Shun segera menghampiri dan menolongnya untuk duduk beristirahat. Kaisar Shun menanyakan nama dan tempat tinggal orang tua itu. Orang tua itu balas bertanya: “Mengapa Anda menanyakan itu? Sudah bertahun-tahun lamanya saya tidak pernah memberitahukan orang nama saya.” Kemudian orang tua itu menanyakan namanya. Ketika Kaisar Shun mengatakan namanya, orang itu tersenyum dan berkata: “Oh! Ternyata kamulah orangnya. Saya sudah banyak mendengar tentang kamu. Baiklah, saya akan memberitahukan nama saya, tetapi hanya untuk kamu jangan beri tahu orang lain.” Setelah Kaisar Shun berulang kali berjanji, orang tua itu berkata: “Nama saya Xu You.” Kaisar Shun serta merta berlutut dan menundukan kepalanya memberi hormat. Ia berkata kepada Xu: “Di mana Anda tinggal? Saya akan mengantar Anda pulang.” Xu tersenyum: “Kamu sangat baik. Terima kasih. Saya tinggal di sisi lain dari Chishan.” Kaisar Shun menjawab: “Ini adalah kehormatan bagi saya.” Setelah berbicara kepada Kaisar Shun di rumahnya. Xu menerima permintaan untuk menjadi gurunya. Keesokan harinya, Kaisar Shun memberikan banyak hadiah kepada Xu karena telah menerimanya sebagai murid. Kaisar Xu belajar banyak prinsip-prinsip dari Xu You, yang membantu membimbingnya menjadi seorang kaisar yang baik hati dan bermoral tinggi.

Zeng Shen dengan Tulus Mengikuti Ajaran

Zeng Shen menjadi murid Konfucius sejak berumur 16 tahun. Ia rajin belajar dan tulus mengikuti ajaran gurunya. Ia menjadi pewaris utama dan penyebar ajaran Konfusianisme, memegang peranan penting sebagai penghubung antara generasi di dalam kebudayaan Konfusius. Motonya, “refleksi diri berkali-kali setiap hari,” artinya setiap hari ia berulang-ulang memeriksa dirinya sendiri untuk menentukan apakah ia telah melakukan yang terbaik untuk orang lain, jujur terhadap temannya, mempelajari kembali pekerjaan rumah dari gurunya dengan rajin.

Ada kisah klasik berjudul “Zeng Shen memperlihatkan rasa hormatnya,” yang mengisahkan bahwa pada suatu ketika Konfusius bertanya kepada Zeng yang sedang duduk disebelahnya: “Raja-raja terdahulu mempunyai kebajikan yang agung dan teori yang mendalam yang mereka gunakan untuk mengajarkan rakyatnya. Apakah kamu tahu mengapa rakyat dapat hidup dengan harmonis dan tidak ada ketidakpuasan di antara raja dengan bawahannya?” Mengetahui bahwa Konfusius akan mengajarkannya prinsip-prinsip yang mendalam, Zeng segera bangkit dan berdiri di tepi tikar. Ia kemudian dengan hormat menjawab: “Saya tidak cukup bijaksana untuk mengetahui alasannya. Tolong ajarkan saya.” Ini adalah contoh dari penghormatan yang besar terhadap guru. Orang-orang kemudian belajar etika ini dari Zeng Shen.

Setelah kembali ke negara Lu dari negara Chu bersama Konfusius, Zeng bertani pada siang hari dan belajar pada sore hingga tengah malam setiap hari. Ia miskin karena tidak mempunyai jabatan. Raja dari negara Lu mendengar kebajikan Zeng, ia memutuskan untuk menganugrahkan sebidang tanah kepadanya. Zeng menolak tawaran itu, mengatakan bahwa ia tidak dapat menerima tanah itu tanpa bekerja. Utusan raja menasehatinya: “Mengapa Anda tidak menerimanya saja, bukankah Anda tidak memintanya?” Dengan tulus Zeng membalas: “Saya sering mendengar bahwa si pemberi memiliki kebanggaan sendiri, sementara si penerima merasa enggan. Walaupun si pemberi tidak bangga sama sekali, mana boleh saya tidak merasa enggan?” Mengetahui itu, Konfusius memujinya: “Kata-kata Zeng membuktikan bahwa ia mempunyai integritas moral.”

Setelah Konfusius meninggal, Zeng bersama murid lainya seperti, Zi Xia, Zi Zhang, Zi You dan You Ruo menjalani masa berkabung selama tiga tahun. Di akhir masa berkabung, mereka bersamaan berlutut di depan makam Konfusius dan menangis. Zi Xia, Zi Zhang dan Zi You kemudian mengusulkan: “Karena You Ruo mirip dengan guru, kita dapat meyakinkan bahwa ia adalah Konfusius, lalu kita melayaninya dengan tulus dan hormat sama seperti kita melayani Konfusius. Dengan melakukannya kita akan menunjukkan hormat kita terhadap guru.” Zeng menjadi sangat marah dan menolak ide tersebut. Ia berbicara dengan tegas: “Kita tidak boleh melakukan ini. Kebajikan guru sangat bersih, seperti dicuci oleh air sungai yang jernih, dan begitu cerah, seperti dimandikan oleh sinar matahari musim gugur. Kebajikannya juga seagung alam semesta yang luas. Bagaimana bisa dibandingkan dengan seseorang yang hanya tampak seperti beliau?” Mereka kagum dengan apa yang dikatakan oleh Zeng, dan sangat tersentuh oleh ketulusannya kepada gurunya dan etikanya yang sangat mendetil.

Chinese version click here
English version click here