Falun Dafa Minghui.org www.minghui.org CETAK

Mengapa Saya Menuntut Jiang Zemin: Penganiayaan Falun Gong Melalui Mata Seorang Anak Kecil

4 Okt. 2015 |   Oleh praktisi Falun Dafa di Tianjin


(Minghui.org) saya adalah seorang anak perempuan yang beruntung. Saya lahir di keluarga yang bahagia. Orang tua saya berpendidikan, dan keluarga saya mempunyai kehidupan spiritual yang kaya. Saya aktif, periang dan penurut. Saya selalu mendapatkan nilai baik di sekolah. Orang-orang mengagumi senyuman jujur dan ketidakegoisan saya.

Tapi sesuatu yang menyakitkan menghantui saya selama 16 tahun belakangan ini seperti mimpi buruk yang muncul berulang kali: penganiayaan Falun Gong yang dilancarkan oleh mantan pemimpin Tiongkok Jiang Zemin pada tahun 1999.

Ibu saya mulai berlatih Falun Gong ketika saya berumur 3 tahun. Latihan ini memberikannya kesehatan dan sebuah jalan spiritual. Ia membiarkan saya duduk di sampingnya ketika ia membaca buku Falun Gong. Dalam waktu yang singkat, saya bisa melafalkan banyak paragraf dari buku tersebut, dan saya belajar banyak hal dari ceramah.

Saya mendapatkan manfaat dari latihan ini juga. Saya selalu mempunyai kesehatan yang baik. Saya bahkan hampir tidak pernah membutuhkan obat. Berlatih Falun Gong juga membuat saya menjadi lebih baik di hal-hal lain dalam hidup saya. Ketika saya di taman kanak-kanak, saya memenangkan juara pertama di Kota Tianjin karena tarian saya. Pada waktu sekolah dasar kelas 1, saya ditunjuk menjadi ketua kelas.

Dunia Cerah Saya Menjadi Gelap

Saya berpikir hidup saya akan selamanya bahagia dan bebas. Tapi semuanya berubah pada malam tanggal 19 Juli 1999, ketika ibu saya dibawa paksa oleh polisi dan dibawa ke sebuah penjara hitam di sebuah hotel. Tidak seorangpun memberitahu saya mengapa ia ditangkap atau kapan ia akan pulang. Saya berumur 7 tahun waktu itu.

Dua hari kemudian, stasiun televisi mulai menyiarkan banyak acara yang menyerang Falun Gong. Ibu kemudian berkata kepada saya bahwa acara itu semuanya hanyalah sandiwara. Tekadnya yang kuat membuat banyak orang marah di pemerintahan lokal. Orang-orang dari tempatnya bekerja berusaha dengan keras untuk membujuknya melepaskan keyakinannya pada Falun Gong.

Suatu hari, paman saya, adik laki-laki dari ibu saya, membawa saya mengunjungi ibu di penjara hitam. Ia berkata kepada saya bahwa saya harus memohon kepada ibu untuk melepaskan kepercayaannya, karena jika tidak, polisi akan membawanya pergi, dan ia tidak akan pernah pulang lagi ke rumah.

Saya sangat takut dan tidak mengerti alasan dibalik kata-kata paman saya. Tapi meskipun hotel itu sangat sibuk dan berisik, ibu sangat tenang. Ia berkata kepada saya untuk tidak perlu merasa takut, karena tidak ada yang salah dengan menjadi orang baik dan mengikuti prinsip Sejati-Baik-Sabar. Ia berkata kita seharusnya tidak menyerah, karena kita harus memberi tahu pemerintah tentang kebenaran dan menjelaskan kesalahpahaman.

Meskipun saya sangat muda, ketenangan ibu dan kepercayaan dirinya membuat saya yakin. Tapi saya masih tidak mengerti mengapa Falun Gong tiba-tiba berubah dari latihan yang begitu populer dan baik menjadi ilegal dalam semalam - terutama karena Falun Gong mengajarkan orang untuk menjadi baik. Saya bertekad untuk memercayai Falun Gong dan mendukung ibu tanpa syarat.

Ibu saya memilih sebuah jalan yang benar tapi sulit. Ia kehilangan pekerjaannya, sebuah pekerjaan yang ia cintai dan keluarga kami berulang kali diganggu oleh polisi. Rumah kami digeledah oleh orang asing yang bekerja di bawah perintah polisi lokal. Ibu saya memutuskan untuk mengajukan permohonan ke pemerintah pusat, jadi ia pergi ke Beijing. Keluarga kami tidak lagi mempunyai kedamaian. Ibu saya ditangkap beberapa kali. Ketakutan menghantui saya setiap waktu, dan ketakutan saya bertambah seiring bertambahnya usia saya.

Saya tidak tahu di mana ibu saya ditangkap atau kapan ia bisa kembali ke rumah. Setiap hari setelah pulang sekolah, hanya rumah kosong yang menunggu saya. Ayah saya akan pulang setelah ia selesai bekerja dan memasak makanan untuk saya. Setelah saya tidur, ia akan kembali ke kantor untuk melanjutkan pekerjaannya.

Saya terbangun karena mimpi buruk, tapi tidak ada seorang pun di rumah untuk menenangkan saya. Saya menelepon pager ayah berulang kali, tapi ia tidak muncul juga. Saya sering menangis hingga saya kecapaian dan akhirnya tertidur lagi.

Saya bertahap mempelajari bagaimana untuk menyisir sendiri rambut saya, dan menjadi terbiasa tinggal di rumah sendirian.

Ayah saya menjadi begitu kurus dan menderita karena khawatir. Kakek nenek saya seperti bertambah tua sepuluh tahun dalam waktu singkat, tapi saya berkata kepada diri saya sendiri untuk tetap kuat. Saya bertekad untuk membuat keluarga saya menyatu lagi, seperti ketika ibu saya masih ada.

Saya tidak berani memberi tahu teman-teman saya tentang ibu saya. Saya belajar dengan keras karena saya percaya bahwa ibu saya akan kembali ke rumah setelah ia mengajukan permohonan ke pemerintah untuk menghentikan penganiayaan. Saya harus menunjukkan kepada ibu bahwa saya adalah anak yang baik dan ia tidak perlu mengkhawatirkan saya.

Kedamaian Singkat

Sehari sebelum Tahun Baru Imlek pada tahun 2000, ibu pulang ke rumah, tapi ia melewatkan ulang tahun saya yang ke delapan. Tentu saja, kami tidak merayakan ulang tahun dalam keadaan seperti itu.

Saya mendengar bahwa ibu berada di sebuah pusat penahanan yang dingin. Saya tidak ingin menerima bahwa ibu yang saya cintai dipenjara. Tubuhnya sangat lemah, tapi keyakinannya masih begitu kuat. Saya memilih untuk tetap diam. Tetapi, saya berdoa di dalam hati bahwa ibu tidak akan meninggalkan saya lagi.

Saya berumur delapan tahun, tapi sikap dan kelakuan saya sudah jauh melampaui umur saya.

Saya mendengar bahwa ibu saya telah dipukuli karena ia berusaha untuk melindungi orang lain. Saya mendengar bahwa banyak paman dan bibi yang dekat dengan kami juga dipenjara dan kemudian dihukum kerja paksa. Beberapa dari mereka disetrum dengan tongkat listrik, atau dipukul dengan tongkat, beberapa dari mereka dibawa ke rumah sakit setelah dipukuli. Beberapa dari mereka tewas.

Mendengar berita yang buruk, ibu saya tetap tenang dan berkata bahwa menjadi orang yang baik tidak salah, dan kita harus menjelaskan kebaikan Falun Dafa kepada pemerintah agar para pemimpin tahu tentang kebrutalan penganiayaan ini.

Ibu meninggalkan rumah beberapa bulan kemudian pada 26 Juni 2000. Ketika nenek saya sedang tidak memperhatikannya dan naik kereta ke Beijing.

Kehilangan Ibu Lagi

Hidup kami yang tidak begitu “penuh damai” meledak. Saya bersembunyi di sudut dan mendengar setiap perkataan yang dikatakan oleh orang dewasa.

Saya mendengar ibu berhenti di depan Kantor Pengaduan di Beijing dan dibawa kembali oleh polisi dari kota kami. “Penjara, kerja paksa atau melepaskan [kepercayaan].” Seorang dari mereka berkata. Kata-kata itu menjungkirbalikkan dunia saya. Ibu saya dihukum 1 setengah tahun kerja paksa.

Liburan musim panas dimulai beberapa saat kemudian. Ayah membawa saya ke keluarga nenek dan paman saya karena ia terlalu sibuk bekerja. Saya bekerja keras untuk menjadi anak yang lebih baik dan penurut lagi, dan saya belajar untuk memastikan bahwa kata-kata dan perbuatan saya tidak akan membuat kesulitan bagi orang lain.

Semester baru dimulai, saya berhati-hati menyimpan rahasia tentang ibu dari teman-teman sekelas. Saya berpura-pura seperti tidak ada apapun yang terjadi.

Ayah tidak ingin saya bertemu ibu ketika berkunjung setiap bulannya. Ia khawatir hati kecil saya ini tidak bisa menahannya. Saya juga takut meminta bertemu dengan ibu. Saya hanya bisa menangis ketika tidak ada seorang pun di sekitar.

Saya kemudian diam-diam mencari alamat kamp kerja di mana ibu saya ditahan, dan mulai menulis surat kepadanya. Saya berkata kepadanya bahwa saya dijaga dengan baik, jadi ia tidak perlu khawatir tentang saya. Saya menulis surat dan menggambar untuknya.

Akhirnya, nenek saya memaksa dan mereka membawa saya bertemu ibu. Polisi wanita yang mengawasi pertemuan kami berkata bahwa ia sudah tahu mengenai saya. Ia berkata bahwa saya penurut, cantik, dan anak yang baik. Ia berkata bahwa surat dan gambar yang saya kirimkan untuk ibu membuatnya tersentuh hingga menangis.

Ibu memeluk saya dengan kuat, dan air mata saya mengalir tak terkendali.

Kembali “Normal”

Ibu saya dibebaskan setelah 11 bulan kerja paksa. Bahkan setelah ia kembali ke rumah. Ia tidak bahagia. Ia tidak lagi memiliki pekerjaan dan posisi yang semua orang inginkan. Dan media masih memenuhi kami dengan propaganda. Ibu saya frustrasi dan kecewa dengan penganiayaan pemerintah terhadap Falun Gong.

Melihat propaganda, saya mulai ragu tentang Falun Gong, juga. Ibu saya menjelaskan kepada saya dengan jelas bagaimana pembakaran diri di Lapangan Tiananmen adalah sandiwara untuk menjebak Falun Gong. Ia mengingatkan saya tentang berpuluh-puluh tahun penyiksaan yang diderita orang Tionghoa, ketika Revolusi Kebudayaan, Pembantaian pelajar di Lapangan Tiananmen yang meminta demokrasi dan kebebasan pada 4 Juni 1989, dan banyak kampanye politik lain terhadap kelompok tertentu. Ibu memberi tahu saya bahwa penindasan terhadap Falun Gong adalah taktik lama Partai Komunis yang muncul kembali.

Setiap kali kami berbicara, ia selalu berkata kepada saya untuk mempertahankan belas kasih dan kebaikan saya yang tulus dan buat pertimbangan sendiri tentang yang baik dan yang buruk.

Dengan pengalaman kerja dan kemampuannya, ibu saya dengan cepat berhasil mendapatkan pekerjaan. Kehidupan keluarga kami kembali normal, setidaknya di permukaan.

Saya selalu khawatir bahwa ibu tidak akan kembali ke rumah sekitar pukul 6 sore, bahwa ia akan ditangkap lagi oleh orang-orang jahat itu dalam perjalanannya dari rumah ke tempat kerja. Setiap malam ketika matahari terbenam, kekhawatiran mulai muncul dalam diri saya. Saya tidak lagi bisa berkonsentrasi mengerjakan PR. Saya akan mengintip dari balkon sesekali ke arah ujung jalan hingga saya melihat figur yang saya kenal itu muncul. Kemudian saya kembali mengerjakan PR.

Gangguan dari Polisi Menyebabkan Ketakutan dalam Diri Saya

Hidup damai kami sangat dangkal. Kenyataannya, gangguan dari pihak berwenang tidak pernah berhenti. Selama “hari-hari sensitif,” ketika pemerintah memperkirakan orang-orang akan mengajukan petisi, pihak berwenang lokal akan datang memeriksa kami.

Malam tanggal 14 Juni 2008 adalah hari sebelum Olimpiade Beijing. Seseorang mengetuk pintu kami mengatakan akan memeriksa meteran air kami. Orang tua saya sedang membuat makan malam.

Ayah membuka pintu dan melihat beberapa polisi dari kantor polisi lokal dengan pakaian preman ditemani seorang pria dari kantor komunitas kami. Mereka ingin membawa ibu pergi tanpa memberikan alasan apapun. Mereka juga tidak mempunyai surat perintah.

Ketakutan dan kekhawatiran yang tersembunyi dalam hati saya meledak seperti gunung berapi. Saya meringkuk di sebuah sudut rumah dan gemetar. Tapi saya tidak bisa menangis atau membuat suara. Saya berkata kepada diri saya untuk tetap kuat dan tidak menunjukkan kelemahan yang akan membuat orang tua saya kehilangan fokus.

Memang hanya beberapa menit, tapi waktu seperti berhenti. Saya terbenam dalam ketakutan. Semua peristiwa sedih yang telah berlalu dalam hidup kami terus mengalir seperti adegan film di dalam pikiran saya.

Ayah menghentikan mereka di pintu, ketika ibu dengan sabar menjelaskan kepada mereka dari belakang ayah. Mereka bersikeras. Akhirnya, ayah kehilangan kesabaran dan menutup pintu.

Ini pertama kalinya saya mendengar ayah berteriak. Dalam ingatan saya, ia adalah orang yang ramah dan tidak pernah menaikkan nada suaranya kepada siapa pun sebelumnya.

Menyatakan Keberanian

Akhirnya, saya bisa melihat pengalaman tumbuh besar saya dengan sebuah alasan. Saya telah menyadari pentingnya sebuah kepercayaan yang lurus. Ibu adalah contoh yang baik untuk saya. Satu dekade penganiayaan, ia tidak menyerah kepada tekanan. Malahan, ia terus melanjutkan latihan kultivasinya. Ia terlihat lebih muda dan lebih bahagia. Ia telah menjadi orang yang bahkan lebih bertoleransi dengan sesama.

Saya masuk ke sebuah universitas bergengsi di Beijing pada tahun 2010. Empat tahun kemudian, saya memulai pendidikan S2 saya di universitas yang sama.

Jauh dari ibu dan rumah, saya bersandar lebih dan lebih lagi kepada prinsip Falun Gong Sejati-Baik-Sabar yang telah berakar dengan kuat dalam hati saya untuk menuntun saya. Ibu saya sering menelepon. Ia mendorong saya untuk menjadi kuat dan untuk menjaga kesucian dalam diri saya.

Budaya jahat rezim tidak pernah berubah. Satu hari di musim panas yang lalu, ibu berencana untuk mengunjungi ayah, yang bekerja di sebuah proyek di provinsi lain. Pihak berwenang mengetahui tentang perjalanannya dan menangkapnya sehari sebelumnya.

Polisi menggeledah rumah kami dan mengambil buku-buku Falun Gong miliknya, komputernya dan kartu identitasnya. Mereka memberikan sebuah alasan palsu untuk penyergapan dan menyatakan bahwa seseorang yang tidak diketahui identitasnya telah mengunjungi rumah kami pada waktu yang tidak diketahui.

Ayah menelepon saya tentang peristiwa ini. Bibi saya mengirimkan sebuah pesan dengan detil yang lebih banyak. Saya memutuskan untuk pulang dan menghadapinya.

Malam sangat gelap ketika saya tiba. Sendirian, saya melihat bagaimana rumah kami berantakan akibat penggeledahan. Kali ini, saya tidak takut. Sebuah kekuatan, keyakinan yang lebih kuat memenuhi diri saya. Saya mengalami ketenangan yang belum pernah saya rasakan sebelumnya. Saya siap untuk menghadapi semua tantangan, apakah itu artinya harus berpisah dengan ibu lagi atau disalahpahami oleh orang lain. Saya akan mendukung ibu dengan berani.

Ibu dibebaskan 30 hari kemudian. Saya sedih melihat ia begitu kurus, tapi ketakutan saya telah kehilangan giginya.

Memutuskan untuk Mencari Keadilan

Drama kehidupan saya memasuki episode baru tahun ini.

Penerbangan kembali dari Vancouver ke Beijing bertepatan dengan parade militer besar-besaran. Seperti yang kami rencanakan, ibu akan menjemput saya di Airport Internasional Beijing.

Ketika ia memperlihatkan kartu identitasnya untuk membeli sebuah tiket kereta, sebuah peringatan muncul di sistem dan polisi menghentikannya. Mereka berkata bahwa praktisi Falun Gong tidak diperbolehkan pergi ke Beijing selama parade militer.

Ketika pesawat mendarat, saya menyalakan ponsel dan melihat pesan dari ayah yang berkata bahwa ibu tidak bisa datang. Ketika saya merenungkan bagaimana saya akan membawa semua koper saya. Ibu menelepon. “Dua orang polisi mengantar saya ke airport untuk menjemput kamu. Mereka akan membawa kita pulang juga. Tolong bersikap ramah kepada mereka,” katanya.

Kami adalah satu-satunya penumpang di bus airport, dan dua orang polisi membantu saya membawa dan menaikkan koper-koper saya.

Perjalanan kembali ke Tianjin adalah pertama kalinya saya berhubungan lagi dengan kelompok orang-orang yang telah menekan kami selama bertahun-tahun.

Ketika mereka berbicara, ibu berkata kepada mereka bahwa seorang polisi yang memukuli praktisi di pusat penahanan telah meninggal di usia yang sangat muda karena kanker stadium lanjut. Ia memberi tahu mereka itu adalah pembalasan karma. Ia meminta kedua orang polisi muda itu untuk tidak terlibat dalam penganiayaan Falun Gong demi kebaikan mereka sendiri.

Saya melihat bahwa sikap mereka telah berubah. Mereka tidak mengumpat dan mengancam, malahan mereka menjadi lebih rasional dan menjelaskan bahwa itu adalah tugas mereka, dan kita harus mengerti satu sama lain.

Peristiwa ini membuat saya berpikir lebih lagi tentang penganiayaan.

Mengapa langit membiarkan penganiayaan ini terus berlanjut? Kenapa begitu banyak praktisi yang masih mengambil resiko ditahan atau disiksa untuk memberi tahu orang-orang tentang Falun Gong? Mengapa begitu banyak anak-anak tidak bisa berkumpul lagi dengan orang tuanya? Mengapa orang-orang di kepolisian dan sistem yudisial masih menganiaya Falun Gong? Mengapa begitu banyak kasus pembalasan karma tidak bisa membuat sadar para pelaku kejahatan?

Saya berpikir bahwa semua jawaban mengarah ke Jiang Zemin, yang memulai penganiayaan, tapi belum dihukum. Tiongkok akan mempunyai kebebasan kepercayaan hanya jika Jiang diadili dan orang-orang yang telah mengetahui kebenaran tidak akan dipaksa untuk berpartisipasi dalam penganiayaan. Anak-anak di Tiongkok juga bisa tumbuh besar dengan bahagia di masyarakat yang lebih bermoral.

Saya memutuskan: Saya juga akan menuntut Jiang Zemin. Alasan saya adalah untuk memberi tahu lebih banyak orang tidak bersalah kebenaran tentang Falun Dafa dan membuat Tiongkok memasuki era tanpa kebohongan dan kekerasan.

Chinese version click here
English version click here