30 Desember 2011

(Minghui.org) Kemarin saya berbagi dengan rekan praktisi. Ia tidak begitu berpendidikan dan tidak menggunakan kata-kata indah ketika berbicara. Kalimat yang paling sering ia katakan adalah “percayakan segalanya pada Shifu” dan “luruskan diri sendiri.” Meski ia tidak menyebutkan prinsip Fa yang megah dalam kata-katanya, kedua kalimat ini meninggalkan kesan mendalam pada diri saya.

Selama penganiayaan, terkait kesengsaraan yang diderita keluarganya dan penanganan masalah anak-anaknya, ia sungguh-sungguh percayakan segalanya kepada Shifu dan secara bersamaan meluruskan pikirannya yang tidak lurus. Setiap kali, situasinya berubah. Semua masalah terselesaikan setelah penderitaan diatasi. Kadang hasilnya luar biasa.

Ketika praktisi ini ditahan di kamp kerja, putrinya lulus dengan baik dalam ujian masuk perguruan tinggi. Karena nilainya, ia diterima oleh universitas pilihannya. Kamp kerja mengancam rekan praktisi jika ia tidak mengikuti perintah mereka, mereka akan membatalkan penerimaan universitas putrinya. Praktisi ini tidak terpengaruh. Ia berkata, ”Kalian tidak pantas membuat keputusan. Semuanya mengikuti pengaturan Shifu saya.”

Kemudian, para preman di kamp kerja mendatangi univeristas dan meminta staf pendidik mengeluarkan putrinya. Setelah memahami situasinya, para pimpinan universitas mencela kamp kerja. Belakangan, mereka secara pribadi berbicara ke putri praktisi: jangan kuatir dan fokuslah pada studimu.

Setelah putrinya lulus, ia direkomendasikan ke perusahaan komersial pemerintah dan paketnya bagus. Posisi itu dianggap kesempatan terbaik oleh banyak lulusan universitas. Tetapi, masa percobaannya sepertinya tidak pernah berakhir. Hanya ketika masa percobaannya berakhir, baru ia menjadi karyawan tetap dan dapat menyelesaikan registrasi kependudukan di kotanya. Praktisi ini tidak berusaha mencari koneksi atau menyuap pembuat keputusan mana pun. Ia secara bertahap melepaskan banyak keterikatan hati. Ia akhirnya sepenuhnya melupakan masalah tersebut. Ia berpikir akan memercayakan segalanya kepada Shifu. Setelah setahun, putrinya menjadi karyawan tetap.

Membandingkan diri saya dengan praktisi ini, saya kurang apa? Saya lulusan universitas, dalam hati selalu merasa mampu dan memiliki keahlian. Namun, seringkali, saya “terlalu pintar untuk menjadi bijaksana.” Karena terlalu pintar, saya tidak mampu memercayakan segalanya kepada Shifu. Saya selalu memiliki keraguan. Apa pun yang saya mampu selesaikan, saya anggap itu karena kemampuan diri sendiri. Keegoisan saya lebih parah dibanding praktisi ini. Saya tidak sungguh-sungguh bijaksana.

Sesungguhnya, siapa pun yang bisa memercayakan segalanya pada Shifu adalah yang paling bijaksana karena pengaturan Shifu-lah yang terbaik. Memercayakan segalanya kepada Shifu berarti melepaskan keinginan pribadi, melepaskan pengalaman, konsep diri dan akhirnya melepaskan keakuan. Bukankah ini berasimilasi dengan Fa? Bukankah ini keyakinan sejati? Bagaimana orang bertindak seperti ini jika mereka tidak sungguh-sungguh percaya?

“Percayakan segalanya pada Shifu” adalah kalimat yang demikian sederhana, tetapi merefleksikan sikap terhadap Fa, keteguhan dan ketulusan tanpa keraguan.