(Minghui.org) Dalam budaya tradisional Tiongkok, sumpah dan janji mengandung muatan yang sangat berat. Orang Tiongkok kuno sangat menghargai sumpah yang telah mereka buat, dan takut akan konsekuensi dari melanggar sumpah itu. Ketika mereka bersumpah sesuatu, mereka akan mematahkan sebuah ranting pohon, untuk menandakan bahwa jika mereka gagal menepati sumpah mereka, mereka akan bernasib sama seperti ranting yang patah itu. Atau mereka akan berlutut dan bersumpah kepada kekuatan yang lebih tinggi bahwa jika mereka melanggar sumpah yang mereka buat, mereka dengan senang hati menerima hukuman disambar petir.

Berikut adalah dua cerita tentang konsekuensi dari melanggar sumpah.

Permaisuri Menjadi Buta Setelah Gagal Memenuhi Janjinya

Pada tahun 1127, Kaisar Qin dari Dinasti Song, para selir dan pejabat, serta lebih dari 10.000 pengikutnya, ditangkap oleh tentara Jin dan dibawa ke utara ke kerajaan Jin. Peristiwa ini dikenal sebagai “Pemberontakan Jingkang“ dalam sejarah Tiongkok.

Kaisar Qin kemudian melakukan negosiasi dan mencapai persetujuan dengan orang-orang Jin untuk hanya membebaskan Permaisuri Xianren. Pada saat kepergiannya, Kaisar Qin ingin Permaisuri Xianren meyakinkan kaisar baru Dinasti Song bahwa jika dia berhasil ditolong, dia tidak akan punya keinginan untuk menjadi kaisar lagi. Dia berkata, “Jika saya bisa kembali ke Selatan suatu hari, saya akan sangat puas sekali pun hanya menjadi seorang pejabat di daerah pinggiran.”

Permaisuri Xianren berjanji pada kaisar, “Jika saya tidak memikirkan cara untuk membawamu kembali ketika saya tiba di Selatan, biarlah saya menjadi buta.”

Ketika Permaisuri Xianren kembali ke Selatan, penguasa baru Dinasti Song, Kaisar Gao, sama sekali tidak punya niat untuk menyelamatkan Kaisar Qin dari orang-orang Jin. Permaisuri Xianren sangat kecewa, tapi tidak mengangkat masalah ini lebih jauh karena rasa takut.  

Tidak lama kemudian, Permaisuri Xianren menjadi buta. Dia mencari obat kemana-mana, tapi tidak berhasil. Kemudian seorang Taois datang ke istana dan mengembalikan penglihatan pada mata kirinya dengan menggunakan jarum emas. Permaisuri Xianren meminta Taois ini untuk menyembuhkan mata kanannya juga, tapi Taois ini berkata kepadanya, “Biarkan mata yang lain tetap seperti itu sebagai bukti dan manifestasi dari tidak menepati janji dan sumpah!”

Kematian yang Mengerikan Setelah Melanggar Sumpah

Qin Qiong dan sepupunya Luo Cheng ingin mempelajari teknik khusus seni beladiri dari satu sama lain. Teknik-teknik ini adalah rahasia, dan hanya diturunkan kepada anggota keluarga. Keduanya bersumpah bahwa mereka tidak akan menyembunyikan apapun kepada satu sama lain. Qin bersumpah, “Jika saya tidak menunjukkan semuanya, saya akan mati muntah darah.” Luo berkata dalam sumpahnya, “Jika saya menyembunyikan sesuatu dari Qin, saya akan mati dengan panah menembus tubuh saya.”

Ketika Qin sedang menunjukkan teknik Tongkat Besi Qin, dia menjadi takut kalau-kalau sepupunya mungkin akan melebihi dia di masa depan. Jadi dia sengaja melewatkan beberapa teknik. Luo juga takut kalau-kalau Qin akan melebihinya suatu hari, dan juga tidak menunjukkan beberapa tekniknya. Keduanya tidak berpikir banyak tentang apa yang mereka lakukan.

Luo kemudian masuk ke dalam perangkap dalam sebuah pertempuran. Dia dan kudanya terjebak di sungai berlumpur, dan banyak anak panah musuh yang ditembakkan akhirnya membunuhnya.  Luo, yang tidak pernah kalah bertempur, kemudian mati dengan tragis di usia 23 tahun.

Qin kemudian menjadi salah satu pendiri Dinasti Tang. Ketika dia sedang berkompetisi dalam kontes beladiri, dia memilih senjata Kaki Tiga seberat Ribuan jin [catatan editor: jin adalah unit satuan ukur di Tiongkok, sama dengan sekitar 2 kilogram atau 1,1 pon]. Dia melukai dirinya sendiri, memuntahkan darah dan mati di tempat.

Sumpah dan janji yang biasanya sangat sakral sekarang dianggap enteng seperti lelucon. Orang-orang bersumpah hanya untuk dipamerkan atau untuk mendapatkan sesuatu. Namun kesakralan sumpah tidak berubah mengikuti pemahaman orang-orang terhadapnya. Konsekuensi dari sumpah tidak bisa dianggap enteng.

Sudahkah Kita Melakukan Sumpah Kita?

Sebagai seorang praktisi Falun Dafa, kita telah bersumpah untuk membantu Guru dalam meluruskan Fa dan menyelamatkan makhluk hidup. Sudahkah kita menjalani sumpah kita? Apa yang akan terjadi jika kita melanggar sumpah janji yang telah kita buat kepada Guru?

Guru sudah mengingatkan bahwa kita pernah bersumpah dan konsekuensi dari tidak menepati sumpah tersebut.

“Ada sebagian praktisi kita yang hadir di sini, saya tahu anda tidak gigih maju, ada yang bahkan sangat tidak gigih maju, namun Shifu seyogianya berpikir, bagaimana anda jadinya? Mengapa anda sampai tidak punya pikiran lurus? Bukankah Shifu datang untuk menyelamatkan anda, Fa ini datang untuk menyelamatkan anda? Lagi pula anda merangkap kewajiban menyelamatkan orang lain, diri sendiri masih tidak melakukan dengan baik, bagaimana jadinya? Tidak menunaikan sumpah janji diri sendiri terhadap Dewa, konsekuensinya sudah ditetapkan diri sendiri di dalam sumpah janji.” (“Ceramah Fa pada Konferensi Fa Internasional di Amerika Serikat Barat Tahun 2013”)

Tidak rajin dalam berkultivasi juga termasuk melanggar sumpah janji. Apakah kita sadar akan masalah ini dalam kehidupan sehari-hari? Ketika mengendur, apakah kita mengingatkan diri sendiri bahwa kita sedang tidak menepati sumpah janji kita?

Terpengaruh sangat dalam oleh kebudayaan Partai Komunis Tiongkok, kita terbiasa berbohong, tanpa memikirkan hal itu sama sekali. Tidak banyak dari kita yang memandang sumpah dengan serius. Kita tidak melakukan apa yang telah kita janjikan. Ada sebuah ungkapan kuno “Sebuah janji bernilai ribuan keping emas.” Berbohong adalah masalah yang serius. Hal itu akan terefleksi dengan sangat buruk dalam moralitas kita.

Waktu bagi kita untuk menepati sumpah janji sekarang sudah sangat terbatas, seiring dengan akhir dari masa pelurusan Fa yang semakin dekat. Kita harus sadar akan sumpah janji yang pernah kita buat dan menaruh banyak perhatian untuk memenuhinya.

Chinese version click here
English version click here