Yu Chunbo, 43 tahun, berasal dari
Desa Changde, Kecamatan Guangming, Kota Yushu, Provinsi Jilin. Ia
mengajukan tuntutan hukum terhadap Jiang Zemin pada 15 Juni
2015.
Di bawah ini adalah penderitaan yang dialami Yu Chunbo.
Usaha Dihancurkan
Saya mulai berlatih Falun Dafa pada musim semi 1997 dan memperoleh
manfaat fisik dan mental.
Pada musim semi 2000, saya menginvestasikan lebih dari 10.000 yuan
untuk menanam jamur. Usaha saya sangat berhasil dan banyak petani
ingin bergabung dengan saya. Sayangnya, petugas polisi Kota Yushu,
melaksanakan kebijakan penganiayaan Jiang Zemin, berusaha untuk
menangkap saya.
Waktu itu akhir Oktober 2000. Saya sedang bekerja di ladang ketika
polisi datang. Dilindungi oleh warga desa lainnya, saya berhasil
melarikan diri namun harus meninggalkan rumah untuk menghindari
penganiayaan lebih lanjut. Saya harus menutup usaha saya. Kerugian
sangat besar.
Dikirim ke Kamp Kerja Paksa karena Memohon bagi Falun
Gong
Pada akhir tahun 2000, ketika saya pergi ke Beijing untuk memohon
hak berlatih Falun Gong, saya dijemput dan dibawa ke Pusat
Penahanan Huairou. Polisi memukuli saya dengan brutal karena saya
menolak untuk memberitahu nama kepada mereka.
Dua penjaga pernah menyiksa saya selama 12 jam. Mereka menjambak
rambut, membanting kepala saya ke dinding, dan kemudian memukuli
saya dengan kunci pas. Mereka menendang sekujur tubuh saya.
Akhirnya, badan saya berwarna hitam dan biru serta tidak bisa
berjalan.
Saya dikirim ke Kota Yushu dan ditahan di pusat penahanan kota,
dimana saya disiksa secara brutal lagi. Kemudian saya dikirim ke
Pusat Kerja Paksa Chaoyanggou selama dua tahun.
Disiksa di Kamp Kerja Paksa
Pusat Kerja Paksa Chaoyanggou secara resmi ditujukan untuk pusat
cuci otak oleh pemerintah Provinsi Jilin pada Desember 2000. Semua
praktisi laki-laki Falun Gong dari berbagai kamp kerja paksa
dikirim ke pusat cuci otak ini.
Lebih dari 400 praktisi ditahan di sana antara 5 April dan 9 April
2001. Mereka semua disiksa.
Lima atau enam penjaga pernah menyetrum saya dengan tongkat listrik
sepanjang hari. Mereka memukuli saya, dan kemudian menyetrum leher,
wajah, dan mulut saya. Mereka menelanjangi dan menendang saya. Jika
saya pingsan, mereka menuangkan air untuk membangunkan saya dan
meneruskan penyiksaan.
Kami dipaksa melakukan kerja kasar. Setiap hari, kami harus
memindahkan kotoran dengan gerobak. Kadang-kadang kami harus
melakukan satu kali dalam satu menit, 800 kali dalam sehari. Kami
dipaksa sampai batas kemampuan kami. Kami harus mencabut rumput,
memanen sayur-sayuran, dan lain-lain. Kami harus bekerja sepanjang
waktu. Bahkan tangan saya penuh dengan kudis.
Tetapi saya beruntung: saya meninggalkan kamp kerja paksa dalam
keadaan hidup.
Adik Disiksa hingga Meninggal Dunia
Yu Chunhai adalah adik dari Yu Chunbo. Ia juga berlatih Falun Gong
dan disiksa karena menolak untuk melepaskan keyakinannya. Saat
meninggal dunia akibat penyiksaan, ia baru berusia 32 tahun.
Laporan detail atas kematian Yu Chunhai:
Mr. Yu
Chunhai Dies from the Persecution After Nearly Two Years of Going
from Place to Place
Who
Murdered Yu Chunhai?
Latar Belakang
Pada tahun 1999, Jiang Zemin, ketua Partai Komunis Tiongkok,
mengabaikan anggota Komite Tetap Politbiro lainnya dan melancarkan
penindasan berdarah terhadap Falun Gong.
Penganiayaan ini telah mengakibatkan kematian banyak praktisi Falun
Gong selama 16 tahun terakhir. Lebih banyak lagi yang telah
disiksa karena keyakinan mereka dan bahkan dibunuh untuk diambil
organ tubuhnya. Jiang Zemin bertanggung jawab langsung karena telah
memulai dan melanjutkan penganiayaan brutal tersebut.
Di bawah perintahnya, Partai Komunis Tiongkok membentuk
lembaga keamanan di luar kerangka hukum, “Kantor 610”
pada 10 Juni 1999. Organisasi tersebut berada di atas
kepolisian dan sistem judisial dalam melaksanakan perintah Jiang
terkait Falun Gong: hancurkan reputasi mereka, bangkrutkan secara
finansial, dan hancurkan mereka secara fisik.
Konstitusi Tiongkok mengizinkan warga untuk menjadi penggugat dalam
kasus pidana, dan banyak praktisi yang sekarang menggunakan hak
tersebut untuk mengajukan gugatan pidana terhadap mantan diktator
itu.