(Minghui.org) Seorang warga Kota Huangshan, Provinsi Anhui dibebaskan pada tanggal 22 Mei 2017, setelah penasihat hukumnya mengajukan tuntutan terhadap jaksa dan hakim yang menangani kasusnya, dan kemudian berhasil meyakinkan mereka untuk membatalkan putusan.

Shi Jun (pria) menjadi target setelah polisi di kampung halamannya mencurigai dia memasang beberapa spanduk di sekitar kota untuk mempromosikan Falun Gong, sebuah latihan spiritual yang dianiaya oleh rezim komunis Tiongkok. Dia berada dalam pengawasan polisi karena pernah menghabiskan satu tahun lebih di kamp kerja paksa karena menolak untuk melepaskan Falun Gong.

Untuk menghindari penangkapan, Shi meninggalkan rumahnya, tetapi masih terlacak dan ditangkap di tempat sewanya di Kota Hefei pada tanggal 1 Juli 2016. Dia masih di Pusat Penahanan Kota Huangshan sebelum pembebasannya sekitar 11 bulan kemudian.

Dakwaan yang Dibacakan Tidak Berdasarkan Hukum

Kejaksaan Distrik Huangshan di Kota Huangshan melayangkan dakwaan terhadap Shi pada tanggal 20 Januari 2017, dengan tuduhan “menggunakan ajaran sesat untuk mengganggu penegakan hukum” – dalih standar yang digunakan oleh rezim komunis Tiongkok dalam usaha untuk memfitnah dan memenjarakan praktisi Falun Gong.

Penasihat hukumnya, Tang Zhiwei, berusaha untuk mempelajari kasus ini tetapi diusir oleh Pengadilan Distrik Huangshan. Pengacara lalu mengirim surat kepada pengadilan.

Pengacara meminta agar tuntutan terhadap kliennya dibatalkan, karena kurangnya bukti hukum. Surat dakwaan itu disebut-sebut sebagai dasar hukum penafsiran undang-undang Pasal 300 Hukum Pidana yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung dan Kejaksaan Agung Tiongkok pada bulan November 1999, empat bulan setelah penganiayaan terhadap Falun Gong dimulai.

Interpretasi ini menyatakan bahwa siapapun yang berlatih atau menyebarkan Falun Gong akan dituntut semaksimal mungkin karena karena latihan ini sesat.

Penasihat hukum berargumen bahwa Kongres Tiongkok, badan pembuat undang-undang Tiongkok, tidak pernah mengeluarkan hukum yang melarang Falun Gong atau mengecapnya sebagai ajaran sesat. Dengan begitu, interpretasi Mahkamah Agung dan Kejaksaan Agung tidak berdasarkan hukum saat digunakan untuk menyasar Falun Gong.

Pengacara berargumen bahwa bila interpretasi hukum itu tidak sah, dakwaan yang berdasarkannya juga tidak bisa diterima. Dia meminta agar kasus terhadap kliennya ini dibatalkan.

Pengadilan menolak permintaan pengacara.

Penasihat Hukum Melayangkan Tuntutan Terhadap Jaksa dan Hakim

Kejaksaan menarik dakwaan awalnya dan melayangkan dakwaan baru pada tanggal 6 April. Penasihat hukum melihat tidak ada perubahan tuntutan terhadap kliennya.

Dia terkejut bahwa kejaksaan masih berusaha untuk menuntut kliennya, bahkan dengan interpretasi hukum baru dari Hukum Pidana yang efektif pada tanggal 1 Februari 2017.

Interpretasi baru ini tidak menyebut Falun Gong dan menekankan bahwa dakwaan apapun terhadap siapapun yang terlibat aliran sesat harus didakwa dengan dasar hukum yang kuat.

Penasihat hukum Shi berargumen bahwa tidak pernah ada dasar hukum dalam penganiayaan terhadap Falun Gong sehingga kliennya tidak seharusnya ditangkap. Dengan interpretasi baru ini, semakin kuat alasan untuk membatalkan dakwaan terhadap kliennya.

Karena kejaksaan dan pengadilan menolak untuk mempertimbangkan argumennya, pengacara melayangkan tuntutan terhadap jaksa dan hakim, menuduh mereka telah melanggar interpretasi hukum baru serta melakukan kelalaian dalam tugas.

Kasus Dibatalkan

Tanggal 4 Mei adalah jadwal persidangan bagi Shi, tetapi sebelum sidang dimulai, penasihat hukumnya mengunjungi kejaksaan dan pengadilan untuk mendesak mereka membatalkan kasus tersebut.

Penasihat hukum menyatakan penganiayaan itu ilegal dan kurangnya bukti dalam dakwaan. Hakim akhirnya membatalkan sidang, dan jaksa berjanji untuk memberikan tanggapan kepada pengacara dalam waktu satu minggu.

Pengacara menerima pemberitahuan dua minggu kemudian, yang menginformasikan padanya bahwa kliennya akan dibebaskan empat hari kemudian.

Shi akhirnya pulang ke rumah pada tanggal 22 Mei.