(Minghui.org) Meskipun saya telah berlatih Falun Dafa selama 21 tahun, baru-baru ini saya memahami betapa indahnya mencari ke dalam dan mempertimbangkan orang lain.

Saya memiliki kepribadian yang kuat dan cenderung menjadi sangat serius terhadap segala hal yang saya lakukan. Saya berusaha untuk tampil menyenangkan, tetapi di rumah, begitu suami tidak setuju dengan saya, saya bersikap kasar terhadapnya.

Setelah berlatih Falun Dafa, saya mencari ke dalam dan meningkat sedikit dalam hal ini, tetapi saya merasa ada sesuatu yang hilang antara suami dan saya, serta kurang saling menghormati. Bahkan saya berusaha untuk menjadi seorang istri yang baik, berperilaku menurut standar Sejati-Baik-Sabar, saya tidak bisa menemukan alasan atas reaksi saya terhadapnya.

Menantu saya melahirkan seorang bayi pada Agustus 2016. Mereka mengundang saya untuk tinggal bersama dengan mereka selama satu bulan untuk membantu bayi mereka. Di rumah mereka, saya berperilaku mengikuti standar Dafa, mengingat kata-kata Guru,

“Xiulian yang sungguh-sungguh, harus berkultivasi pada hati, berkultivasi ke dalam, mencari ke dalam, bukan mencari ke luar.” (Zhuan Falun)

Saya perhatikan menantu saya tidak pernah merasa senang atas apa pun yang dilakukan putra saya. Dia sangat agresif, dan kata-katanya penuh keluhan, ketidakpercayaan, penghinaan, tuntutan, dan paksaan. Suasana keluarga sangat tegang.

Saya mengamati mereka dengan rasa sakit di hati. Sebagai praktisi, saya tidak bisa mengesampingkannya. Saya berusaha untuk meredakan suasana, tetapi tidak berhasil.

Guru berkata bahwa mencari ke dalam adalah perbedaan fundamental antara praktisi Dafa dan manusia biasa. Saya mengingatkan diri sendiri untuk mencari ke dalam dari pada menyalahkan menantu. Setelah beberapa waktu, tiba-tiba saya sadar: “Bukankah menantu saya persis seperti diri saya?”

Saya telah menikah selama 35 tahun. Melihat kembali atas seluruh konflik dan perdebatan kami, saya menyadari itu semua disebabkan oleh kekhawatiran saya terhadapnya yang tidak sesuai dengan standar saya. Jika dia melakukan apa yang saya inginkan, kami akan baik-baik saja – jika tidak sesuai, saya menjadi kesal. Saya selalu memandang rendah terhadapnya.

Keluhan dan kritikan saya menjadi norma di rumah kami. Jika suami membalas, akan terjadi pertengkaran, kadang-kadang bahkan berubah menjadi perkelahian fisik. Saya selalu membandingkan kekurangannya dengan kekuatan saya dan tidak menemukan hal baik pada dirinya.

Melalui mencari ke dalam, saya sadari bahwa saya salah. Hati saya terluka setelah melihat bagaimana menantu saya memperlakukan putra saya. Jika ibu mertua masih hidup dan melihat bagaimana saya memperlakukan putranya, bukankah dia juga akan sakit hati? Saya tidak bisa menahan penyesalanku dan meneteskan air mata. Saya merasa bersalah kepada suami saya. Saya secara tidak sadar mengendalikan dia, menghalangi dia hidup sesuai dengan potensialnya. Saya telah membuat dia sengsara selama 35 tahun.

Saya bertekad untuk berubah. Karena suami saya adalah kepala rumah tangga, selama dia melakukan dengan baik, saya akan membiarkannya melakukan sesuai caranya.

Setelah kembali dari rumah putra kami, saya takjub melihat segalanya rapi kecuali kebersihan. Suami merawat ladang, menjual sayur-sayuran, memasak untuk dirinya sendiri, dan membuat acar sayuran yang rasanya sangat enak. Saya tidak pernah meminta dia membuatnya sebelumnya, tetapi kali ini saya hanya mengarahkannya melalui telepon, dan dia melakukannya sangat baik!

Ketika benar-benar melepaskan mentalitas pengendalian, saya menemukan banyak kekuatan suami saya. Dia pekerja keras, bisa menganalisa dan memperkirakan hasilnya, dia setia dan menjaga keluarga, tidak pernah dendam, memandang ringan kepentingan pribadi, selalu melihat sisi terang, sangat murah hati, dan selalu menyerahkan penghasilannya tanpa bertanya berapa banyak yang telah saya habiskan karena dia percaya pada saya.

Saya berubah dan belajar bagaimana membujuk orang lain. Saya berbincang-bincang dengan menantu dan berbagi kisah saya dengannya. Saya memberitahu dia bahwa untuk mempertahankan keluarga yang harmonis, pasangan itu harus membuat keputusan bersama, dan tidak akan harmonis jika salah satu pasangan terlalu menuntut, karena itu akan melukai perasaan pasangan lain. Bahkan jika pasangan tidak bercerai, keluarga itu tidak akan harmonis.

Setelah berbincang-bincang dan berbagi dengan menantu beberapa kali, dia mulai berubah.

Lalu saya berbicara kepada putra saya, “Mulai sekarang, jika kamu tidak setuju dengan istri kamu, bicarakan dengan tenang. Orang lain akan setuju dengan kamu jika mereka melihat apa yang kamu katakan masuk akal. Berusaha jangan kehilangan amarah kamu, karena itu melukai perasaan orang lain dan dapat merusak hubungan.”

Melalui upaya saya, suasana rumah putra kami telah berubah. Agresivitas telah hilang, dan pasangan itu sekarang bisa berdiskusi dengan tenang.

Suami dan saya sekarang saling menghormati, dan saya secara aktif bekerja sama apapun yang dia lakukan. Dia kadang-kadang membahas masalah dengan saya ketika tidak bisa mengambil keputusan, dan saya menyampaikan saran dengan sikap yang baik. Rumah saya menjadi damai dan harmonis.

Terima kasih Guru! Terima kasih Falun Dafa! Tanpa latihan kultivasi Falun Dafa, saya tidak akan pernah menyadari kesalahan saya. Guru dan Dafa memberikan rumah yang hangat kepada saya.