Falun Dafa Minghui.org www.minghui.org CETAK

Kisah Xiulian Buddha Milarepa (11)

12 Juli 2018 |   Oleh Editorial Minghui

(Minghui.org) Pegunungan Himalaya sepanjang sejarah selalu menjadi tempat tinggal bagi banyak orang Xiulian, orang-orang menjalani hidup dengan sederhana, setiap orang pandai menyanyi dan menari, selain ini semua -- adalah menganut Fa Buddha. Pada saat itu ada seorang praktisi Xiulian bernama Milarepa. Semua status Buddha dan Bodhisattva adalah buah hasil kultivasi dari banyak kehidupan dan kalpa, tetapi Milarepa sebaliknya telah berhasil mencapai GongDe yang sepadan seperti Buddha dan Bodhisattva ini dalam satu generasi dan kehidupan, dan kemudian hari menjadi leluhur pendiri Tantra Tibet aliran Putih.

-------------------------------------------------------------------------

(Menyambung artikel sebelumnya)

Geshe Tsakpuhwa ini, di desa Drin memiliki seorang wanita simpanan. Dia pun meminta wanita ini memasukkan racun ke dalam keju, membawanya untuk dipersembahkan kepada Yang Mulia, bersiap-siap untuk meracuninya hingga mati. Geshe berjanji terhadap wanita ini bila urusan ini bisa diselesaikan, pasti akan memberi dia sebuah batu jasper besar. Wanita ini mengira perkataannya adalah sungguhan, lalu memasukkan racun ke dalam keju dan pergi ke gua untuk dipersembahkan kepada Yang Mulia.

Saat itu Yang Mulia sejak awal sudah mengetahui semuanya. Yang Mulia mengamati Yinyuan, tahu bahwa semua makhluk yang memiliki jodoh [Yuan] sudah diselamatkan. Racun walau tidak dapat mencelakakan dirinya, namun hari bagi dirinya sendiri untuk mencapai Nirvana juga segera tiba, maka bersiap-siap menerima persembahan beracun itu. Namun Yang Mulia tahu, selama belum mempersembahkan racun, wanita ini tidak akan memperoleh batu giok itu, walau demikian, dia juga tidak akan bisa memperolehnya, dikarenakan Geshe Tsakpuhwa sama sekali tidak akan memberi batu giok itu kepadanya, maka Yang Mulia pun berkata kepada wanita ini: “Sekarang saya tidak ingin makan, mohon anda membawanya lagi di kemudian hari, mungkin saat itu saya akan memakannya.”

Setelah mendengar perkataan Yang Mulia, dalam hati ada keraguan juga ada ketakutan, menebak-nebak apakah Yang Mulia sudah tahu bahwa di dalam susu keju ada racunnya, maka dengan sangat gelisah ia lalu pulang ke rumah.

Dia bertemu Geshe Tsakpuhwa, lalu menceritakan situasi yang dialaminya, juga menambahkan bahwa Yang Mulia pasti memiliki kuasa supranatural [Shentong] makanya tidak bersedia makan.

Geshe berkata: “Huh! Dia jika ada kuasa supranatural [Shentong], maka tidak akan meminta kamu membawakannya di lain waktu, atau akan meminta kamu memakan habis keju beracun ini! Dia tidak berlaku demikian dan malah meminta kamu membawakannya di kemudian hari, jelas-jelas menunjukkan bahwa dia tidak memiliki kuasa supranatural [Shentong]. Sekarang kamu ambillah terlebih dulu batu giok ini, barulah kamu membawakan keju kepadanya lagi, kali ini kamu harus memastikan dia memakannya hingga habis!” Demikianlah lalu memberikan batu giok kepadanya.

Wanita itu berkata: “Semua orang percaya bahwa dia pasti memiliki kuasa supranatural, karena dia memiliki kuasa supranatural makanya kemarin itu tidak memakannya. Hari ini membawanya lagi, dia juga pasti tidak akan memakannya. Saya sangat takut, tidak berani ke sana, saya lebih baik melupakan batu giok ini. Mohon anda memaafkan saya, persoalan ini saya tidak berdaya membantu anda menyelesaikannya.”

Geshe berkata: “Di atas dunia hanya ada orang bodoh awam yang percaya bahwa dia memiliki kuasa supranatural, karena mereka tidak membaca kitab sutra, tidak memahami prinsip, makanya tertipu oleh perkataan bohongnya. Saya baca dalam kitab sutra, orang yang memiliki kuasa supranatural tidak seperti dia! Saya bertanggung jawab dan menjamin dia tidak memiliki kuasa supranatural. Sekarang kamu bawa lagi keju ini ke sana untuk dimakannya, jika tujuan kita tercapai, saya pasti tidak akan mengecewakanmu. Kita telah saling mencintai begitu lama, di kemudian hari juga tidak perlu takut dengan gunjingan orang-orang, bila kamu berhasil menyelesaikan tugas ini maka saya segera akan menikahimu, kala itu bukan batu giok ini saja yang menjadi milikmu, harta saya yang ada di luar dan di dalam rumah, juga sekaligus akan diurus olehmu, kita berdua suka duka bersama-sama, hidup bersama hingga tua, kamu lihat ini bagus tidak!”

Wanita ini mengira perkataan dia adalah sungguhan, maka kembali menaruh racun ke dalam keju dan kembali ke Trode Tashigang untuk memberi persembahan kepada Yang Mulia. Yang Mulia menerimanya dengan tersenyum lebar. Wanita itu berpikir dalam hati: ‘Perkataan Tsakpuhwa sungguh tidak salah, dia sungguh tidak memiliki kuasa supranatural!’

Yang Mulia berkata kepadanya sambil tersenyum: “Hadiah dari tugas anda ini -------- batu giok itu, apakah sudah di tangan?”

Begitu dia mendengarnya, mulut terbuka lebar, terkejut hingga satu kata pun tidak dapat terucap. Rasa malu dan takut tumpang tindih bersamaan, ketakutan hingga tubuh gemetaran, warna muka berubah hijau semuanya; sambil memberi hormat, sambil menangis dan berkata dengan suara gemetaran: “Batu giok sudah berhasil diperoleh, namun mohon anda jangan makan keju ini, berikan saja kepada saya!”

Yang Mulia berkata: “Anda menginginkannya untuk apa?”

Dia berkata sambil meratap: “Biarkan saya yang berbuat dosa karma ini yang memakannya saja!”

Yang Mulia berkata: “Di satu sisi saya tidak sanggup meminta anda memakannya, karena anda sudah terlalu menyedihkan; di sisi lain jika saya tidak menerima makanan persembahan dari kamu, maka saya melanggar ajaran Bodhisattva, dan pada dasarnya telah terjatuh. Terutama adalah Misi saya dalam kehidupan ini untuk menyelamatkan diri - orang lain - semua makhluk -- semuanya telah terselesaikan [mencapai kesempurnaan], waktu untuk pergi ke dunia lain juga sudah tiba. Sebenarnya, makanan persembahan anda sama sekali tidak dapat mencelakakan saya, makan ataupun tidak -- sedikit pun tidak ada hubungannya. Jika saya memakan keju yang anda persembahkan sebelumnya, maka batu giok takutnya tidak dapat anda peroleh, makanya saya tidak memakannya. Sekarang karena batu giok telah anda peroleh, maka saya juga dapat memakannya dengan tenang, pada saat yang sama juga dapat memuaskan keinginan dia! Selain itu, dia walaupun berjanji kepada anda setelah tugas ini selesai dikerjakan, akan memberi anda ini itu, namun kata-kata ini tidak dapat diandalkan. Segala perkataan dia mengenai saya, satu hal pun tidak ada yang benar. Di kemudian hari kalian berdua akan timbul penyesalan yang sangat besar! Saat itu kalian lebih baik benar-benar bertobat, belajar ajaran Buddha dengan baik; walaupun tidak demikian, juga minimal harus ingat dengan baik, di masa yang akan datang jika bertemu hal yang berurusan dengan jiwa kehidupan -- harap jangan melakukan dosa karma lagi! Berdoalah dengan tulus kepada saya dan penerus saya saja!”

“Kalian berdua sering kali meninggalkan kebahagiaan dan keberuntungan, mencari penderitaan untuk diri sendiri. Kali ini dosa karma yang kalian lakukan, saya akan bersumpah membantu membersihkan dan menyingkirkannya untuk kalian. Demi keamanan kalian, segala hal yang dikerjakan kali ini, walaupun cepat atau lambat juga akan diketahui oleh semua orang, sebelum saya mati, jangan sekali-kali menceritakannya kepada orang lain. Saya si tua bangka ini, segala perkataan yang diucapkan dahulu itu benar ataukah palsu, kalian belum pernah menyaksikannya secara langsung, mungkin tidak akan percaya, kali ini anda telah menyaksikannya sendiri, tentunya sudah percaya bahwa perkataan saya tidak palsu!” Selesai berkata, Yang Mulia pun makan keju beracun itu hingga habis.

Wanita itu setelah pulang memberi tahu Geshe Tsakpuhwa situasi yang terjadi, Geshe berkata: “Sayur di dalam panci belum tentu semuanya enak dimakan, perkataan yang diucapkan orang belum tentu semuanya adalah benar! Asalkan dia telah makan keju beracun itu, tujuan saya telah tercapai, kamu tidak perlu banyak bicara, diam-diam saja jangan membuat kegaduhan.”

Yang Mulia kemudian bercerita kepada para umat pengikut umum dari berbagai daerah Dingri Nyanang dan orang-orang di daerah lain yang belum pernah bertemu dengan beliau, semuanya datang menghadap. Para murid awalnya sedang menyiapkan Fahui. Namun setelah mendengar berita ini, banyak orang juga tidak percaya, semuanya datang berkumpul. Yang Mulia pun lanjut membabarkan banyak Fa langit kepada mereka dan khalayak. Secara mendetail menjelaskan prinsip buah karma dari kebenaran di dunia sekuler, dan instruksi hati utama dari kebenaran makna kemenangan. Ketika beliau membabarkan Fa, banyak pengikut berbakat dasar tinggi menyaksikan langsung bahwa Buddha dan Bodhisattva yang tak terhitung di angkasa sedang mendengarkan Yang Mulia mengajar Fa. Ada orang yang melihat bahwa di angkasa dan di bumi penuh dengan peserta manusia maupun bukan manusia yang mendengarkan Fa dengan penuh suka cita. Semua orang juga telah melihat, di langit muncul cahaya pelangi lima warna, bendera kemenangan dan berbagai awan warna-warni memenuhi angkasa; bunga-bunga lima warna bagaikan hujan berjatuhan dari atas langit, wewangian harum bergelombang memasuki hidung; pada saat yang sama musik indah juga terdengar di udara.

Di antara pengikut yang mendengar Fa -- ada orang bertanya kepada Yang Mulia: “Kami merasa di atas langit -- di bawah langit -- di segala tempat juga ada manusia langit yang sedang mendengarkan Fa, di depan mata juga terlihat banyak pertanda keberuntungan, sebenarnya ini apa penyebabnya?”

Yang Mulia menjawab: “Manusia langit dan Dewa baik di langit sedang mendengarkan saya membabarkan Fa, mempersembahkan lima kesenangan luar biasa kepada saya. Karena kalian selaku orang yang mendengarkan Fa adalah para biksu yoga dan pengikut yang berbakat dasar baik, maka kalian juga timbul hati suka cita, melihat pertanda baik yang demikian banyak.”

Ada orang kemudian bertanya: “Mengapa kami tidak dapat melihat para manusia langit ini?”

Yang Mulia berkata: “Di antara manusia langit, ada banyak yang telah mencapai tingkat Bodhisattva dan memperoleh posisi ‘tidak melangkah mundur’, bila ingin melihat mereka secara langsung, pastinya harus memiliki penembusan mata langit, paling rendah juga harus ada dua sumber daya yaitu keberuntungan dan kebijaksanaan yang terkumpul hingga memadai, tidak terhalangi terlalu mendalam oleh dua kebiasaan yaitu kekacauan pikiran dan pengetahuan -- barulah diperbolehkan. Jika dapat bertemu dengan Buddha dan Bodhisattva, maka anggota keluarga yang lain juga secara alami dapat terlihat. Kalian bila ingin bertemu Buddha dan Bodhisattva, harus menyesali dosa dan mengumpulkan sumber daya, menjalankan kultivasi dengan giat, di kemudian hari pasti dapat bertemu dengan Sang Buddha yang paling luar biasa -------- yang asalnya dari -------- hati sendiri.”

Selesai Yang Mulia membabarkan Fa, di tengah khalayak yang mendengarkan Fa, orang yang berbakat dasar tinggi semuanya telah berhasil membuktikan dan menyadari [Zheng Wu] prinsip Fa dari hati sendiri; orang yang berbakat dasar menengah telah tumbuh perasaan kemenangan yaitu kebahagiaan - kebijaksanaan - tanpa niat, melangkah memasuki Jalan besar; semua orang yang hadir dalam pertemuan telah tumbuh hati maha Bodhi [Bodhicitta].

Yang Mulia berkata: “Khalayak dari kalangan biksu - sekuler - manusia – makhluk langit yang datang mendengarkan Fahui kali ini -- semuanya pernah mengikat jodoh baik di masa lalu, itu sebabnya sekarang kalian semua dapat berkumpul di sini, ini adalah sebuah jodoh pertemuan dengan Fa Buddha. Saya si tua bangka ini, sekarang sudah sangat lemah, di kehidupan ini apakah kita bisa bertemu lagi atau tidak, sungguh terlalu sulit dikatakan. Namun segala Fa yang saya sampaikan kepada kalian, semuanya sungguh tidak bercela, harap kalian berkultivasi mengikuti Fa ini. Di dalam tanah sakral Buddha saya, saat saya tampil menjadi Buddha, kalian akan menjadi pengikut pertama yang mendengarkan Fa saat saya membabarkan Fa di pertemuan pertama, oleh karena itu kalian seharusnya bersuka cita!”

Para pengikut dari daerah Nyanang pun menanyakan tujuan Yang Mulia memberi pemberitahuan ini, apakah karena menyelamatkan makhluk hidup sudah selesai dan akan mencapai Nirvana? Semua orang memohon kepada Yang Mulia -- apabila sungguh akan mencapai Nirvana, tak peduli bagaimana pun caranya harus pergi ke Nirvana dari Nyanang, jika tidak -- minimal juga harus tiba di daerah Nyanang. Mereka menangis tersedu-sedu bertekad memohon Yang Mulia pergi ke Nyanang; orang-orang dari Dingri Chuwar dan daerah lainnya juga memohon Yang Mulia agar pergi ke tempat mereka.

Yang Mulia berkata: “Saya si tua bangka ini tidak pergi ke Nyanang, saya tinggal di Drin dan Chuwar untuk menunggu kematian. Sekarang kita semua mengucapkan sebuah keinginan baik saja: ‘Berharap akan saling bertemu lagi di Tanah Suci Jalan Kosong.’”

Para pengikut pun berkata: “Yang Mulia jika sungguh tidak dapat pergi ke sana, maka apa boleh buat memohon Yang Mulia berjanji memberi Jiachi kepada daerah yang dulu pernah disinggahi, memberikan karunia keberuntungan; segenap orang yang pernah bertemu Yang Mulia dan pernah mendengar perkataan Yang Mulia, serta segenap makhluk hidup, ingin memohon Yang Mulia berjanji memberi Jiachi karunia keberuntungan.”

Yang Mulia berkata: “Kalian semuanya memiliki keyakinan sedemikian rupa, membuat saya sangat terharu; saya dengan berlandaskan pada hati Baik [Shan] telah sejak awal membabarkan Fa kepada kalian, kelak saya secara alamiah lebih-lebih akan bersumpah demi kebahagiaan dan keberuntungan diri - orang lain dan segenap makhluk hidup.” Kemudian Yang Mulia pun menyanyikan sebuah lagu tentang Mengucapkan Sumpah.

Khalayak yang mendengarkan Fa -- semuanya sangat bersuka cita, namun juga tidak berani memercayai, terpikir: “Yang Mulia mungkin tidak akan pergi mencapai Nirvana!” Pengikut dari Nyanang dan Drin mendekat ke hadapan Yang Mulia untuk memohon Jiachi dan berkat. Kemudian khalayak yang mendengar Fa – semuanya pulang ke tempat masing-masing. Pelangi di atas langit dan fenomena aneh lainnya juga secara perlahan menghilang dari angkasa.

Orang-orang dari Drin dengan segenap hati memohon murid utama Yang Mulia yaitu Shiwarepa, agar memohon Yang Mulia pergi ke gua Rekpa Dukchen untuk menetap, Yang Mulia pun tinggal di sana beberapa waktu, dan membabarkan Fa kepada para pengikut umum dari desa Drin. Suatu hari, Yang Mulia memberi tahu semua pengikutnya: “Kalian jika ada pertanyaan apa tentang Fa, harus segera bertanya kepada saya, saya sudah hampir akan pergi.” Kemudian para pengikut pun menyiapkan pertemuan, semua orang mengajukan pertanyaan kepada Yang Mulia, menanyakan ajaran Kagyu [lisan]. Pada akhirnya Digompa dan Sebanrepa berdua mulai berkata kepada Yang Mulia: “Maha Guru, Anda yang kami hormati! Perkataan Anda jika diamati, Anda segera akan mencapai Nirvana, kami sungguh tidak dapat memercayai. Mohon Anda tetap tinggal di dunia untuk waktu lama, agar dapat mengerjakan Misi yang bermanfaat bagi semua makhluk!”

Yang Mulia berkata: “Umur saya di dunia segera akan habis, semua makhluk yang harus diselamatkan, juga sudah selesai diselamatkan. Makhluk fana ada kelahiran juga pasti ada kematian, sebenarnya, kelahiran juga tidak lebih hanya perwakilan dari kematian saja!”

Setelah lewat beberapa hari, Yang Mulia sungguh menampilkan gejala menderita penyakit, dikarenakan Yang Mulia menderita sakit, maka pengikut Ngandzongrepa pun mengumpulkan semua pengikut awam dan semua murid, berdoa pada Maha Guru - Yidam Dakini pelindung Fa serta mengadakan pertemuan. Pada saat yang sama berkata kepada Yang Mulia: “Oh Maha Guru! Anda yang saya hormati tahu tentang Fa panjang umur dan Fa terapi pengobatan lainnya, sekarang mohon Anda dengan berdasarkan pada belas kasih untuk menggunakannya sekali saja -- bolehkah?”

Yang Mulia berkata: “Jika dibicarakan secara mendasar, biksu yoga sama sekali tidak perlu berkultivasi Fa apa pun! Segala pertentangan - kepatuhan - lingkungan merupakan Jalan, Sakit juga boleh, Mati juga boleh. Terutama saya Milarepa, yang telah selesai mengultivasikan Fa yang diberikan oleh Maha Guru Marpa yang Maha Belas Kasih, sekarang sudah tidak perlu berkultivasi Fa dan memohon Dewa untuk membantu; saya dapat memperlakukan musuh sebagai rekan yang dicintai, masih perlu berkultivasi Fa dan memohon Bodhisattva untuk melakukan apa? Sedangkan para siluman iblis hantu monster itu, sejak awal sudah saya taklukkan, semuanya sudah berubah menjadi pelindung Fa yang melindungi Fa Buddha, maka seperangkat metode melafal mantra untuk menaklukkan siluman dan menggoyang bel memukul genderang ini sudah tidak diperlukan lagi. Saya sudah mentransformasi lima racun (sebutan untuk lima macam kekhawatiran yaitu serakah - amarah - kebodohan - lamban – iri hati) menjadi lima kebijaksanaan Rulai (‘lima kebijaksanaan’ adalah kebijaksanaan menyelesaikan segala misi - kebijaksanaan kesetaraan tanpa ego - kebijaksanaan untuk mengamati dan menganalisa - kebijaksanaan cermin maha adil - kebijaksanaan tubuh dunia Fa. ‘lima Rulai’ adalah Buddha Akshobhya - Buddha Ratnasambhava - Buddha Amitabha - Buddha Amoghasiddhi - Buddha Vairocana), masih perlu obat-obatan untuk apa? Sekarang waktunya sudah tiba, tubuh mulai secara bertahap bertransformasi menjadi tubuh Buddha, segera akan memasuki tahap kesempurnaan [Yuanman] dan secara bertahap berada dalam siraman cahaya terang sifat Fa, ini sudah tidak bisa diubah!”

“Manusia di atas dunia, dikarenakan balasan buah karma hasil perbuatan jahat dahulu kala, di kehidupan ini menanggung penderitaan lahir - tua - sakit - mati dan lainnya, walau menggunakan obat untuk terapi atau memohon kepada Buddha dan berkultivasi Fa, masih tidak dapat terbebas dari penderitaan. Tak peduli raja punya kekuasaan seperti apa, pejuang memiliki kemampuan seperti apa, hartawan memiliki kekayaan seperti apa, orang cantik memiliki penampilan seperti apa, orang pintar memiliki daya tangkap seperti apa, dan pembicara memiliki kepandaian bicara seperti apa, mereka semuanya pada akhirnya kembali ke kemusnahan dan kematian, semuanya ini bukanlah hal yang bisa ditolong dengan segala metode menghentikan - menambah - memikirkan - menghukum. Jika kalian takut penderitaan, menyukai kebahagiaan, saya memiliki sebuah cara, dapat membuat kalian tidak menanggung penderitaan dan senantiasa senang bahagia.”

Para pengikut berkata: “Kalau begitu mohon Maha Guru beritahu kepada kami!”

Yang Mulia berkata: “Segenap Fa dari jalur reinkarnasi, yang terbentuk pada akhirnya akan rusak, yang berkumpul pada akhirnya akan tercerai-berai, yang hidup pada akhirnya akan mati, yang mencintai pada akhirnya akan berpisah. Agar dapat Wu [Sadar] di tingkat tertentu dengan prinsip ini, maka harus melepaskan semua perbuatan karma yang menghasilkan buah penderitaan: tidak mengejar kekayaan, tidak mencari kepentingan, bergantung pada seorang Maha Guru yang memenuhi syarat, mengandalkan ajaran mengultivasikan Fa utama tidak terlahir kembali. Kalian harus tahu bahwa jalan kultivasi Pandangan Kosong Tak Terlahir Kembali, adalah yang paling luar biasa di antara segala jalan kultivasi. Selain itu masih ada hal-hal penting lagi, di kemudian hari akan memberi tahu kalian.”

Shiwarepa dan Ngandzongrepa berdua bersamaan berkata kepada Yang Mulia: “Maha Guru! Anda yang kami hormati jika tubuh sehat, tinggal lama di dunia, bukankah dapat lebih banyak menyelamatkan makhluk hidup? Anda mungkin tidak menerima permohonan kami, untuk tinggal di dunia ratusan tahun; namun tak peduli bagaimana pun harus memohon Anda mengadakan ritual paling mendalam dari Tantrayana [kendaraan pembaca mantra], meminum sedikit obat, agar lebih cepat kembali sehat.” Mereka berulang kali memohon demikian.

Maka Yang Mulia pun berkata: “Jika bukan karena waktu Yinyuan yang sudah habis, saya bersedia melakukan apa yang kalian berdua minta. Namun jika bukan demi alasan bermanfaat untuk orang lain dan malah mengejar panjang umur saja, memanfaatkan ritual Tantra untuk memohon kedatangan Buddha dan Bodhisattva, maka sama saja mengundang kaisar dari atas singgasana untuk turun ke bawah sebagai pembantu untuk disuruh-suruh, ini adalah berdosa. Maka kalian tidak seharusnya demi diri sendiri, demi kehidupan ini, lalu mengultivasikan Fa Tantra. Jika berkultivasi Fa Tantra demi alasan bermanfaat bagi semua makhluk, maka secara alami hasilnya akan sangat baik. Saya demi segenap makhluk hidup, di pegunungan yang tidak ada manusianya -- seumur hidup telah mengadakan ritual yang bermakna paling mendalam, maka saya juga sudah tidak perlu lagi mengadakan ritual lainnya. Taraf hati saya sudah mencapai taraf yang sama dengan sifat dunia Fa, taraf kondisi yang tak terpisahkan lagi, maka sudah tidak perlu lagi berkultivasi apa yang disebut Fa tinggal di dunia. Dengan mengikuti obat lafalan dari Maha Guru Marpa, lima racun saya semuanya telah dicabut hingga bersih, oleh karena itu saya lebih-lebih tidak membutuhkan obat apa pun. Jika kalian tidak mampu membalikkan Yuan sebagai jalan pembantu, maka tidak dapat terhitung sebagai pelajar yang sesungguhnya. Jika waktunya belum tiba, bertemu kondisi sulit, menghalangi jalan Bodhi, maka minum obat dan berkultivasi Fa adalah seharusnya. Membalikkan Yuan seperti ini untuk ditransformasi menjadi waktu pembantu Yuan, sama sekali tidak ada. Demi alasan Chaodu semua makhluk berbakat dasar rendah, Yang Terhormat Sakyamuni juga pernah menerima pengobatan dan obat dari tabib Jivaka Kumara. Namun begitu waktu Yinyuan tiba, Sang Buddha sendiri juga tampil mencapai Nirvana. Kalau sekarang, waktu Yinyuan saya sudah tiba, maka sama sekali tidak perlu minum obat dan berkultivasi Fa lagi.”

Dua pengikut utama kembali bertanya: “Yang Mulia pasti karena demi memberi manfaat kepada orang lain maka pergi ke dunia surga, kalau begitu mohon Anda memberi tahu kami cara memberi persembahan kepada Yang Mulia saat nirvana, bagaimana mengatur jasad, bagaimana membuat patung dan membangun pagoda. Selain itu, mohon Anda memberi tahu kami lagi para pengikut, bagaimana mendengar - berpikir - berkultivasi - dan menjalankan kultivasi.”

Yang Mulia berkata: “Saya mengikuti kemurahan hati Maha Guru Marpa, segala tindakan yang berujung pada reinkarnasi maupun Nirvana sudah dihilangkan. Tubuh Mulut Pikiran biksu yoga yang telah terbebaskan dengan sifat Fa -- belum tentu akan meninggalkan jasad; kalian tidak perlu membuat patung, juga tidak perlu mendirikan pagoda. Saya tidak memiliki keterikatan serakah terhadap kuil, dan karena tidak ada kuil, maka tidak perlu menyuruh orang untuk mengelolanya. Kalian di kemudian hari anggaplah gunung tinggi gunung bersalju terpencil yang tiada manusianya sebagai kuil sendiri saja. Di gunung tinggi kalian menjalankan kultivasi karena berbelas kasih terhadap semua makhluk dalam enam jalur reinkarnasi, ini tepatnya adalah sedang membangun patung yang paling hebat selama empat musim. Dimurnikan dengan menyelesaikan segenap fundamen Fa, ini disebut mengultivasikan pagoda mengibarkan bendera. Hati dan mulut menjadi satu, dari lubuk hati menyampaikan doa itu tepatnya adalah persembahan yang paling luar biasa.”

“Jika berhubungan dengan orang yang sangat berketerikatan, melakukan hal yang membuat marah semua makhluk, maka ini adalah bertentangan dengan integritas yang seharusnya dimiliki oleh orang yang belajar ajaran Buddha. Jika adalah demi menaklukkan lima racun dan memberi manfaat bagi semua makhluk, walau di permukaan seperti sedang berbuat karma buruk, namun sebenarnya sedang menjalankan ajaran Buddha, ini tidaklah masalah.”

“Hanya memahami Fa Buddha namun tidak menjalankan kultivasi nyata, walau terkenal namun sebaliknya menjadi penghalang; hasilnya pasti terjatuh dalam lubang tiga jalur kejahatan. Oleh karena itu harus memikirkan bahwa hidup manusia tidak abadi, selalu berusaha waspada dan melindungi diri sesuai segala karma baik maupun buruk yang diketahui, walaupun hidup singkat juga jangan melakukan hal buruk. Dibicarakan secara sederhana, orang yang mempelajari ajaran Buddha -- diri sendiri harus tahu malu, barulah dapat melaksanakan Jalan. Kalian menjalankan kultivasi dengan cara apa pun, mungkin saja bertentangan dengan kata-kata dalam sejumlah kitab uraian dan buku-buku Buddhis yang bertujuan konyol; namun berbuat demikian, adalah sesuai dengan niat awal dari semua Buddha dan Bodhisattva. Segala kunci hati yang didengar dan dipikirkan, juga hanya dibicarakan demikian saja. Saya juga rasa demikian saja sudah cukup. Kalian jika dapat melakukannya sesuai perkataan saya, maka saya pun sangat puas. Terhadap segala tindakan yang mengarah pada reinkarnasi maupun Nirvana, kalian juga bisa memperoleh hasilnya. Sebaliknya menggunakan lirikan dan cara duniawi untuk memuaskan impian saya, adalah sama sekali tidak bermanfaat.”

Para pengikut tersentuh sangat mendalam, semua orang mengukir instruksi ini di dalam hati.

Tidak lama, Yang Mulia menampilkan gejala penyakit parah. Saat itu, Geshe Tsakpuhwa membawakan arak dan daging yang sangat enak -- berpura-pura ingin memberi persembahan kepada Yang Mulia, hadir di hadapan Yang Mulia, berkata sambil menyeringai: “Ah! Orang yang memperoleh pencapaian besar seperti Yang Mulia ini, tidak seharusnya mengalami sakit parah sedemikian rupa! Anda bagaimana bisa dicelakakan oleh penyakit? Jika penyakit dapat dibagi ke orang lain, anda dapat membaginya ke para pengikut utama; jika penyakit dapat dipindahkan, maka mohon anda pindahkan penyakitnya kepada saya saja! Anda sekarang sudah tidak ada pilihan lain, bagaimana solusinya ya?”

Yang Mulia dengan tenang berkata sambil tersenyum: “Saya sebenarnya tidak harus mengalami penyakit ini. Sekarang ini mau tidak mau harus timbul penyakit, kamu seharusnya sangat jelas dengan hal ini! Penyakit yang dialami orang pada umumnya -- sumbernya tidak sama dengan penyakit yang dialami biksu yoga, Sebab-Musabab [Yuan] tidak sama. Penyakit saya sekarang ini, sesungguhnya demi menampilkan kesakralan Fa Buddha.”

Geshe Tsakpuhwa dalam hati berpikir: ‘Yang Mulia sepertinya sedang mencurigai saya, namun juga tidak berani untuk memastikan. Karena Yang Mulia berkata bahwa penyakit dapat ditranformasi, hal ini, pasti tidak dapat diandalkan, di kolong langit mana ada penyakit yang bisa dipindahkan kepada orang lain?’ Kemudian dia pun berkata: “Saya tidak terlalu jelas dengan penyebab penyakit Yang Mulia. Jika penyakit disebabkan oleh iblis setan yang merasuki tubuh, maka seharusnya mengultivasikan Fa mengusir iblis; jika karena empat elemen yang tidak selaras, maka seharusnya minum obat untuk menyelaraskan badan. Jika penyakit sungguh dapat dipindahkan ke atas tubuh orang lain, maka mohon Yang Mulia pindahkan penyakit ke atas tubuh saya saja.”

Yang Mulia berkata: “Ada seorang pendosa besar, iblis setan dalam hati kabur keluar untuk mencelakakan saya, membuat saya tidak selaras dengan empat elemen dan timbul penyakit. Penyakit ini anda tidak akan berdaya untuk menyingkirkannya. Penyakit saya ini walau bisa dipindahkan untuk anda, hanya saja takutnya anda tidak dapat menanggungnya sedikit pun, ini sebabnya lebih baik tidak dipindahkan saja.”

Geshe dalam hati berpikir: “Bedebah ini sama sekali tidak dapat memindahkan penyakit kepada siapa pun, makanya sengaja mengucapkan kata-kata sinis ini. Harus membuat dia malu!” Maka berulang kali bersikeras memohon Yang Mulia harus memindahkan penyakit kepada dirinya.

Yang Mulia pun berkata: “Karena anda demikian bersikeras memohon, maka saya sementara waktu memindahkan penyakit ke daun pintu di depan itu. Jika dipindahkan kepada anda, anda tidak akan tahan! Anda perhatikan baik-baik!” Yang Mulia pun menggunakan kuasa Dewa memindahkan penderitaan penyakit ke daun pintu di depan itu. Pintu pada awalnya mengeluarkan suara menderit, seperti akan terpecah belah, tak lama kemudian sungguh terpecah belah menjadi banyak pecahan kecil. Ketika melihat Yang Mulia lagi, sungguh tampil dengan penampilan sehat tanpa penyakit.

Geshe Tsakpuhwa dalam hati berpikir: “Ini pada dasarnya adalah tipuan sulap! Tidak bisa menipu saya.” Lalu berkata: “Ahh! Ini sungguh luar biasa! Namun lebih baik mohon Yang Mulia pindahkan penyakit kepada saya saja!”

Yang Mulia berkata: “Karena anda memohon demikian menderitanya, maka saya pindahkan setengah penyakit kepada anda saja. Jika semuanya dipindahkan kepada anda, anda sama sekali tidak berdaya menahannya!” Yang Mulia kemudian memindahkan setengah penderitaan penyakit kepada dia. Geshe Tsakpuhwa tiba-tiba sakit hingga hampir pingsan, gemetaran juga tidak memungkinkan, bernapas pun susah. Kurang lebih ketika akan putus napasnya, Yang Mulia pun memindahkan kembali sebagian besar penyakit dia, kembali bertanya kepada dia: “Saya hanya memberi anda seporsi kecil penyakit saja, bagaimana? Bisakah menahannya?”

Setelah Geshe merasakan sendiri sakit tak tertahankan itu, dalam hati timbul rasa menyesal yang sangat mendalam. Lalu berlutut, kening disentuhkan ke kaki Yang Mulia, air mata menutupi seluruh wajah dan berkata sambil menangis: “Yang Mulia! Yang Mulia! Manusia suci! Manusia suci! Saya dengan tulus telah menyesal! Mohon Anda memaafkan saya. Saya mempersembahkan semua harta yang ada kepada Yang Mulia, balasan buah karma dosa kejahatan saya, mohon Yang Mulia tunjukkan jalan keluarnya!” Geshe menangis dengan sangat menyedihkan.

Begitu Yang Mulia melihat bahwa dia sungguh bertobat dengan tulus, sangat gembira, maka mengambil kembali sebagian kecil penyakit yang masih tersisa di tubuhnya, dan berkata kepada dia: “Seumur hidup -- saya tidak pernah menginginkan harta ladang maupun rumah, sekarang sudah akan mati, lebih-lebih sudah tidak menginginkan ini lagi. Anda lebih baik simpan saja. Di kemudian hari walau jiwa terputus pun jangan melakukan hal jahat lagi. Balasan buah dosa karma anda kali ini, saya berjanji membantu anda menyingkirkannya.”

Geshe berkata kepada Yang Mulia: “Penyebab saya melakukan kejahatan di masa lalu, sebagian besar adalah demi kekayaan, saya sekarang juga tidak membutuhkan harta apa pun lagi. Yang Mulia sendiri walau tidak menginginkan, namun para pengikut Yang Mulia saat menjalankan kultivasi senantiasa membutuhkan sumber makanan, mohon Anda mewakili mereka menerimanya saja!” Dia walaupun memohon demikian, Yang Mulia masih tidak menerimanya. Kemudian para pengikut pun menerimanya, harta ini digunakan sebagai persembahan untuk pertemuan. Sampai saat ini, daerah Chuwar masih ada persembahan pertemuan ini.

Geshe Tsakpuhwa mulai saat itu sungguh melepaskan keterikatan seumur hidup dia, menjadi seorang kultivator yang sangat baik.

Yang Mulia berkata kepada para pengikut: “Alasan saya mau tinggal di sini, adalah ingin membimbing pendosa besar ini bertobat dengan tulus hati - mendapat pembebasan dari tempat yang paling menderita. Sekarang persoalan ini telah selesai, saya sudah harus pergi. Meninggalnya seorang kultivator besar di desa, persis seperti kaisar yang wafat di rumah rakyat jelata, maka saya harus pergi ke Chuwar untuk mencari tempat meninggal.”

Pengikut Sebanrepa pun berkata: “Ah Maha Guru! Anda yang saya hormati sedang sakit demikian parah, pergi ke sana sungguh terlalu menderita, kami gunakan sebuah tandu untuk membawa Anda ke sana saja!”

Yang Mulia berkata: “Saya belum tentu sungguh sedang sakit, saya mati juga bukan sungguh sudah mati, hanya menampilkan wujud sakit wujud mati saja! Tidak perlu tandu apa pun, para pengikut yang masih muda, kalian terlebih dulu pergi ke Chuwar saja!”

Ketika para pengikut muda telah tiba di Chuwar, Yang Mulia sudah berada di gua Driche sedang menunggu mereka. Banyak pengikut lama berkata: “Kami menemani Yang Mulia datang bersama-sama.” Yang lain berkata: “Yang Mulia beristirahat di gua Rekpa Dukchen karena sakit.” Para pengikut awam dari belakang desa Chuwar sebaliknya berkata: “Kami melihat Yang Mulia sedang membabarkan Fa di gua Dahkhar”. Juga ada sejumlah pengikut awam berkata: “Kami datang bersama-sama dengan Yang Mulia.” Masih ada banyak orang yang berkata: “Kami di rumah masing-masing ada Yang Mulia yang menerima persembahan.” Orang-orang yang paling awal tiba di Chuwar lalu berkata: “Yang Mulia sudah lebih awal tiba di Chuwar! Adalah kami yang bersama-sama melayani Yang Mulia!” Hasilnya yang datang belakangan, yang melihat Yang Mulia membabarkan Fa, dan yang membawa barang persembahan kepada Yang Mulia, semuanya memegang erat versi masing-masing, mulai konflik, tidak tahu siapa yang benar siapa yang salah. Setelah Yang Mulia mendengarnya lalu berkata sambil tertawa: “Kalian semuanya benar, alasan saya seperti ini, tidak lebih hanya ingin bercanda dengan kalian saja!”

(Bersambung)