(Minghui.org) Pegunungan Himalaya sepanjang sejarah selalu menjadi tempat tinggal bagi banyak orang Xiulian, orang-orang menjalani hidup dengan sederhana, setiap orang pandai menyanyi dan menari, selain ini semua -- adalah menganut Fa Buddha. Pada saat itu ada seorang praktisi Xiulian bernama Milarepa. Semua status Buddha dan Bodhisattva adalah buah hasil kultivasi dari banyak kehidupan dan kalpa, tetapi Milarepa sebaliknya telah berhasil mencapai GongDe yang sepadan seperti Buddha dan Bodhisattva ini dalam satu generasi dan kehidupan, dan kemudian hari menjadi leluhur pendiri Tantra Tibet aliran Putih.

-------------------------------------------------------------------------

(Menyambung artikel sebelumnya)

“Ngokton Chodor dari daerah U dan anggota keluarga dia, membawa banyak sekali persembahan untuk memohon Guanding ‘Hevajra’. Shimu lalu berkata kepada saya: {Marpa hanya mencintai uang! Kultivator jalan tapa seperti kamu ini, dia tidak akan mewariskan Fa kepada kamu, saya bantu kamu memikirkan cara untuk mempersiapkan sebuah persembahan, tak peduli bagaimana pun juga harus membuat kamu memperoleh sebuah Guanding. Kamu terlebih dulu membawa persembahan ini ke atas untuk memohon, bila masih tidak mau mewariskan Fa, barulah saya mewakili kamu memohonnya.} Sambil berkata, Shimu mengeluarkan sebongkah batu ruby berbentuk naga untuk diberikan kepada saya. Saya mengambil batu ruby yang mengeluarkan cahaya terang ini, melangkah masuk ke dalam aula Buddha, memberi hormat kepada Maha Guru, lalu mempersembahkan batu itu, sambil berkata: {Guanding kali ini, tak peduli bagaimana pun juga mohon Anda yang saya hormati berbelas kasih mewariskannya kepada saya.} Selesai berkata demikian lalu duduk di atas tempat duduk penerima Fa.”

“Maha Guru membolak-balikkan batu ruby itu, dilihat berulang-ulang, dan berkata: {Dali, barang ini datangnya dari mana?}”

“{Ini diberikan oleh Shimu.}”

“Maha Guru berkata sambil tersenyum: {Panggil Dakmema ke sini!}”

“Shimu lalu datang, dan Maha Guru bertanya: {Dakmema! Batu ruby ini bagaimana caranya diperoleh?}”

“Shimu setelah Kowtow kembali Kowtow lagi, berkata sambil gemetar ketakutan: {Batu ruby ini aslinya tidak ada hubungan dengan Maha Guru. Ibu saya saat saya dinikahkan berkata kepada saya, temperamen Shangren sepertinya tidak baik, takutnya di kemudian hari hidup mengalami kesulitan, dan memerlukan uang, oleh karena itu memberikan batu ruby ini kepada saya, meminta saya jangan sampai kelihatan oleh orang lain. Ini adalah aset rahasia saya, namun sekarang murid ini sungguh terlalu menyedihkan, oleh karena itu saya memberikan batu ini kepada dia. Mohon Maha Guru menerima batu ini, membantu memberikan Guanding kepada Dali. Sebelumnya anda berulang kali saat memberikan Guanding telah mengusir dia keluar, membuat dia sangat kecewa. Kali ini, mohon Lama Ngokton dan semua murid membantu saya, bersama-sama memohon kepada Maha Guru.} Selesai berkata, lalu melakukan Kowtow dan Kowtow lagi.”

“Namun Maha Guru menampilkan wajah marah sekali, Lama Ngokton dan semua orang sepatah kata pun tidak berani terucap, hanya ikut Shimu bersama-sama memberi hormat memohon ampun kepada Maha Guru. Maha Guru berkata: {Dakmema! Kamu melakukan hal yang demikian bodoh, memberikan batu yang demikian berharga kepada orang lain, huh!} Sambil berkata langsung meletakkan batu itu di atas kepala: {Dakmema! Kamu telah keliru, segala hal punya kamu adalah milik saya, batu ini juga adalah milik saya! Dali! Bila kamu ada aset maka bawalah ke sini, saya akan memberi Guanding kepadamu! Batu ini adalah barang saya! Tidak boleh dihitung sebagai persembahan kamu.}”

“Namun, saya berpikir: {Shimu pasti akan berulang kali menjelaskan alasan dari mempersembahkan batu itu, semua orang juga membantu saya memohon, oleh karena itu saya masih tetap akan menunggu}. Kulit muka tebal sekali hingga tidak bersedia pergi.”

“Maha Guru marah besar, melompat turun dari tempat duduk, mencaci-maki saya: {Sudah suruh kamu keluar, kamu masih tidak keluar, ini aturan dari mana?} Lalu menendangkan kaki, tubuh saya ditendang membabi buta. Ketika kepala saya menatap ke lantai, dia menggunakan kaki menginjak di atas kepala saya, pandangan kabur seperti langit telah berubah menjadi gelap. Dalam sekejap kembali menggunakan kaki menendang saya hingga terpental, kepala tak disangka menengadah menghadap ke atas, persis seperti langit tiba-tiba menjadi terang, bintang emas berkelap-kelip. Setelah menendang membabi-buta, lagi-lagi mengambil cambuk, saya dicambuk hingga bersujud di situ. Ketika Lama Ngokton datang menghibur Maha Guru, wajah Maha Guru sungguh menakutkan sekali. Di dalam aula, berlompatan ke sana ke mari, kemarahan dia sungguh sudah mencapai puncaknya! Saya berpikir: ‘Selain rasa sakit, apa pun juga tidak diperoleh, lebih baik bunuh diri saja!’ Tepat ketika sedang menangis, Shimu dengan bergelinang air mata datang menghibur saya: {Oh Dali! Jangan sakit hati ya! Murid yang lebih baik darimu, di atas dunia sudah tidak dapat dicari. Andaikan kamu ingin mencari Lama lain, saya pasti akan bantu memperkenalkannya kepada kamu, biaya belajar Fa dan persembahan kepada Maha Guru -- saya juga akan berikan kepadamu!} Biasanya, Shimu pasti akan ikut serta pertemuan antar Lama, namun kali ini, saya menangis semalaman, Shimu juga menemani saya semalaman.”

“Esok harinya, Maha Guru mengutus orang untuk memanggil saya, saya mengira akan diajarkan Fa, lalu bergegas pergi, Maha Guru berkata: {Kemarin tidak memberikan Guanding kepada kamu, apakah hati kamu tidak senang? Sudah timbul pandangan buruk belum?}”

“Saya berkata: {Keyakinan saya terhadap Maha Guru belum goyah. Saya telah berpikir sangat lama, ini adalah disebabkan oleh dosa saya yang terlalu besar, dalam hati sedihnya bukan main.} Saya sambil berbicara sambil menangis. Maha Guru berkata: {Menangis di hadapan saya, namun tidak menyesali perbuatan, ini aturan dari mana! Keluar!}”

“Setelah saya keluar, seperti memperoleh gejala penyakit mental, karena mengalami penderitaan psikis terlalu berat. Dalam hati saya berpikir: {Sungguh aneh! Ketika saya berbuat kejahatan, biaya belajar juga ada, persembahan juga ada. Kenapa ketika belajar Fa, biaya belajar juga tidak ada, persembahan juga tidak ada, berubah miskin hingga demikian rupa. Asalkan ada setengah emas saja seperti ketika berbuat kejahatan, maka bisa memperoleh Guanding dan lafalan. Sekarang Maha Guru ini tanpa benda persembahan tidak akan mewariskan lafalan kepada saya, tiba di tempat lain juga tidak punya persembahan, ini apa gunanya! Tanpa kekayaan tidak akan bisa memperoleh Fa, daripada menjadi orang yang tidak memiliki Fa dan mengumpulkan banyak dosa kejahatan, lebih baik bunuh diri saja! Ah! Sebenarnya bagaimana baiknya ya?} Berpikir ke sana kemari, pikiran terbang liar, akhirnya menyimpulkan: ‘Mencari kekayaan adalah nomor satu! Kalau begitu pergi ke keluarga orang kaya sebagai pengirim pesan, kumpulkan sedikit uang sebagai sumber daya untuk memohon Fa -- bisakah? Atau melakukan hal jahat dengan melepaskan teknik mantra demi memperoleh uang? Ataukah lebih baik pulang ke kampung halaman saja! Bisa melihat ibu betapa senangnya! Kembali ke kampung halaman betapa baiknya, hanya saja belum pasti dapat memperoleh uang! Ah! Tidak peduli bagaimana pun, baik memohon Fa, maupun memohon kekayaan, sama saja semuanya juga memohon, berada di sini sama sekali bukan solusi’. Dengan demikian diputuskanlah untuk pergi. Juga karena mengambil sedikit barang milik Maha Guru saja, akan mendapat pukulan dan cacian, maka bahkan secuil makanan pun juga tidak dibawa, hanya membawa buku-buku milik sendiri lalu pergi.”

“Di perjalanan, teringat dengan kebaikan hati Shimu, dalam hati terasa sangat tidak enak. Setelah berjalan setengah harian tibalah saya di Drowo Lung, saat itu hari sudah siang -- sudah saatnya makan siang. Saya lalu meminta-minta sedikit Zanba untuk dimakan. Juga meminta sebuah panci dengan orang lain, lalu di atas tanah berumput menyalakan api, untuk memasak sedikit air untuk diminum. Setelah lewat beberapa waktu, saya dalam hati berpikir: ‘Pekerjaan yang saya kerjakan di tempat Maha Guru, walaupun setengahnya untuk melayani Maha Guru, namun setengahnya lagi juga adalah gaji untuk makan sendiri; sedangkan makanan spiritual untuk menghibur hati saya, ada kasih sayang dari Shimu. Shimu memperlakukan saya demikian baik, pagi ini, saya malah sama sekali tidak mengucapkan perpisahan dengan Shimu, tanpa mengeluarkan suara sedikit pun lalu pergi, sungguh tak tahu aturan’. Diri berpikir demikian, lalu ingin pulang kembali, namun tidak memiliki keberanian. Hingga ketika saya mengembalikan panci air, pemiliknya yang tua itu berkata kepada saya: {Umur masih muda, apa yang tidak bisa dikerjakan, datang meminta-minta makanan? Jika kamu mengenal tulisan, maka bisa membantu orang melafal sutra; jika tidak mengenal tulisan, membantu orang bekerja juga bisa memperoleh baju dan makanan! Oi! Anak muda, kamu buta huruf tidak? Bisa tidak melafal sutra?}”

“{Walaupun saya tidak sering melafal sutra, namun tentu saja bisa melafalnya!}”

“{Kalau begitu, kebetulan sekali, saya sedang ingin mengundang orang melafalkan sutra, mohon kamu bantu saya melafalkan sutra selama lima enam hari saja! Saya akan memberi kamu persembahan!}”

“Saya dengan senang sekali berkata: {Baik!}”

“Demikianlah saya di rumah orang tua itu melafal Sutra Astasahasrika Prajnaparamita (Kesempurnaan Kebijaksanaan dalam delapan ribu baris). Dalam sutra menceritakan sebuah kisah seseorang bernama Bodhisattva Sadaprarudita. Maha Bodhisattva Sadaprarudita itu sama miskinnya seperti saya, namun demi memohon Fa, bahkan nyawa pun tidak dipedulikan. Orang-orang juga tahu bahwa, begitu jantung dicabut keluar -- hanya akan menghadapi kematian saja; namun dia demi memohon Fa, dengan tanpa ragu mencabut keluar jantungnya. Dibandingkan dengan saya, penderitaan saya yang sedikit ini, sungguh tidak terhitung jalan tapa sama sekali! Dengan demikian saya berpikir, Maha Guru mungkin akan mewariskan Fa, namun jika tidak mewariskan juga tidak apa-apa, Shimu bukankah pernah berkata akan memperkenalkan saya dengan Lama lain? Begitu berpikir demikian, saya kembali membalikkan badan untuk pulang kembali.”

“Di tempat Maha Guru sana, setelah saya pergi, Shimu pun berkata kepada Maha Guru: {Anda yang saya hormati telah berhasil mengusir seorang musuh tanpa tanding! Dia tidak lagi berada di sini, sekarang anda seharusnya gembira!}”

“Maha Guru Marpa berkata: {Yang kamu bicarakan itu siapa?}”

“{Anda masih tidak tahu? Orang yang anda perlakukan layaknya seorang musuh itu, Dali yang anda berikan penderitaan itu!}”

“Maha Guru begitu mendengarnya, muka segera berubah menjadi hijau pucat, air mata menetes turun, mengatupkan dua tangan untuk berdoa: {Oh Maha Guru generasi pendahulu dari garis silsilah Kagyu (lisan)! Oh Dakini dan pelindung Fa! Oh mohon pulangkan pengikut saya yang baik dan berbakat baik itu!} Selesai berkata, sunyi tanpa bicara sedikit pun.”

“Setelah saya pulang kembali, terlebih dulu memberi hormat kepada Shimu, Shimu sangat gembira dan berkata: {Astaga! Kali ini saya menjadi tenang, Maha Guru kali ini mungkin akan mewariskan Fa kepada kamu. Ketika saya memberitahu dia, bahwa kamu telah pergi, dia yang kita hormati berseru: ‘Bantu pulangkan pengikut saya yang baik dan berbakat baik itu!’ Air mata dia semuanya menetes turun! Dali! Kamu telah membangkitkan belas kasih Maha Guru!} Saya dalam hati berpikir: Ini tidak lebih hanya perkataan Shimu untuk menghibur saya saja; andaikan sungguh meneteskan air mata, dan juga menyebut saya sebagai pengikut yang berbakat baik, itu tentu saja ekspresi untuk memuaskan saya, kalau tidak pasti berkata: Panggil dia pulang ke sini, kalau tidak -- tidak akan diberi Guanding dan lafalan, dengan demikian apa yang disebut dengan ‘berbakat baik’ ini juga adalah artinya yang paling bawah. Jika saya tidak pergi ke tempat lain, penderitaan akan kembali ke atas tubuh! Tepat ketika sedang menimbang diam-diam seperti ini, Shimu pun memberitahu Maha Guru: {Dali tidak bersedia meninggalkan kita, dia kembali lagi! Minta dia ke hadapan anda untuk memberi hormat -- bolehkah!}”

“Maha Guru Marpa berkata: {Huh! Dia sama sekali bukan tidak bersedia meninggalkan kita, tapi dia tidak bersedia meninggalkan diri sendiri!}”

“Ketika saya pergi memberi hormat, Maha Guru berkata: {Kamu jangan tidak sabaran, jangan berpikir sembarangan, bila memiliki hati memohon Fa, seharusnya melepaskan nyawa kehidupan demi Fa. Pergilah bantu saya dirikan sebuah bangunan bertingkat tiga, selesai didirikan saya akan memberi kamu Guanding. Makanan saya juga tidak banyak, juga tidak bisa membiarkan orang makan secara cuma-cuma. Bila kamu dalam hati tidak berniat, ingin keluar melakukan perjalanan, setiap saat kamu juga boleh pergi!}”

“Saya satu kata pun tidak dapat terucap, lalu keluar.”

“Saya pergi ke tempat Shimu, berkata kepada Shimu: {Saya sangat rindu dengan ibu saya, Maha Guru juga tidak bersedia mewariskan Fa kepada saya. Dia masih berkata bahwa setelah bangunan didirikan barulah mewariskan Fa, namun hingga bangunan sungguh telah didirikan, juga tidak akan bersedia mewariskan, masih akan mencaci maki. Saya putuskan akan kembali ke kampung halaman, berharap Maha Guru dan Shimu dua orang yang saya hormati, damai sentosa tanpa ada masalah, segala hal lancar penuh kelimpahan.} Selesai berkata, berkemas-kemas tas bawaan lalu bersiap-siap melakukan perjalanan.”

“Shimu berkata: {Oh Dali! Perkataan kamu tidak salah. Saya pasti membantu kamu untuk mencari seorang Maha Guru yang baik. Lama Ngokton adalah murid senior Maha Guru, dia telah memperoleh lafalan, saya akan pikirkan sebuah cara untuk mengantar kamu ke tempat dia belajar Fa, kamu jangan terburu-buru dulu, sementara waktu tinggallah beberapa hari.} Dengan demikian saya pun tidak jadi pergi.”

“Maha Guru Naropa Sang Pelajar Da Fan yang Paling Mulia, setiap bulan tanggal sepuluh, pasti akan mengadakan upacara pertemuan skala besar (setiap bulan mengadakan sekali pertemuan, para praktisi Tantrayana dalam pertemuan ini memberi persembahan kepada semua Buddha, dan ritual melafalkan sutra). Mewarisi aturan ini, Maha Guru Marpa juga rutin setiap bulan tanggal sepuluh mengadakan pertemuan. Pada hari itu, tanggal sepuluh telah tiba kembali, seperti biasanya mengadakan pertemuan, Shimu menggunakan sekarung besar gandum, untuk memasak tiga jenis arak: ‘Yang pertama adalah arak keras, yang kedua adalah yang ringan, yang ketiga adalah yang menengah. Shimu menjamu Maha Guru agar banyak minum arak keras, Lama yang lain minum arak tingkat menengah, saya dan Shimu minum arak yang ringan, bahkan hanya berpura-pura menghirupnya sedikit. Hari itu yang minum sangat banyak, para Lama pun minum hingga mabuk dan bertumbangan. Maha Guru juga telah minum hingga mabuk. Ketika Maha Guru mabuk hingga tidak sadar, Shimu pun diam-diam melangkah masuk ke dalam kamar tidur Maha Guru, dari dalam kotak kecil pegangan Maha Guru -- dikeluarkanlah segel dan stempel Maha Guru, Vyuha (dekorasi yang dipakai di atas tubuh Maha Guru) Maha Guru Naropa dan batu rubi. Shimu mengeluarkan sebuah surat palsu yang telah dipersiapkan sedari awal, diam-diam menutupnya dengan segel Maha Guru, lalu segel secara perlahan diletakkan kembali ke dalam kotak. Surat palsu itu, batu rubi, dan Vyuha dibungkus dengan kain indah, dan menggunakan lilin untuk menyegel mulutnya, lalu diberikan kepada saya. Saya diberitahu: {Kamu bilang ini adalah barang yang diberikan oleh Maha Guru kepada kamu sebagai persembahan untuk Lama Ngokton, sekarang kamu segera ke kediaman Lama Ngokton.}”

“Saya memberi Kowtow perpisahan kepada Shimu, sambil membawa surat -- menggerakkan badan segera ke daerah U. Setelah lewat dua hari, Maha Guru bertanya kepada Shimu: {Sekarang ini Dali sedang melakukan apa?}”

“{Dia telah pergi! Hal lain apa pun saya tidak tahu!}”

“{Dia pergi ke mana?}”

“{Dia begitu susah payah mendirikan rumah, Anda tidak saja tidak mewariskan Fa, tapi masih memukuli dan memarahi dia. Dia sekarang telah pergi, pergi mencari Maha Guru yang lain. Dia memang awalnya ingin memberitahu Anda, namun juga takut Anda yang dia hormati memukuli dia, oleh karena itu tidak berani memberitahu Anda lalu pergi, tak peduli bagaimana pun saya juga tidak bisa menahan dia.}”

“Selesai Shimu berkata, wajah Maha Guru Marpa segera berubah menjadi hijau, dan bertanya: {Dia kapan perginya?}”

“{Perginya kemarin!}”

“Maha Guru dalam kesunyian berpikir sejenak lalu berkata: {Murid saya pasti belum pergi jauh!}”

“Ketika saya tiba di gunung Kyungding daerah U, Maha Guru Ngokton tepat sedang mengajarkan (asal usul Hevajra) kepada banyak Lama. Tepat sedang membicarakan:”

“{Ajarannya adalah - Fa saya juga adalah saya, banyaknya praktisi yang mendengar Fa juga adalah saya, saya sebagai raja pencipta dunia; dunia di luar duniawi juga sebagai saya, saya disebut maha eksistensi diri -- sumber dari segala kebahagiaan.}”

“Tepat ketika berbicara hingga di sini, saya lalu memberi hormat kepada Maha Guru Ngokton dari jauh, Maha Guru pun membalas hormat dengan melepas topi dan berkata: {Ini adalah postur pemberian hormat dari pelajar Marpa, Sebab-Musabab [Yuan] kultivasi Fa yang sangat baik, di kemudian hari orang ini akan berhasil menjadi Raja dari segala Fa. Kalian pergi lihatlah, siapakah orangnya?} Seorang biksu berlari ke arah saya untuk melihat, dia ternyata mengenali saya, lalu berkata: {Oh! Ternyata kamu! Kamu mengapa bisa datang ke sini?}”

“Saya memberitahu dia: {Karena Maha Guru Marpa sangat sibuk, tidak ada waktu untuk mewariskan Fa kepada saya, itu sebabnya saya ke sini untuk memohon Fa, Maha Guru Marpa meminta saya untuk membawa Vyuha Naropa dan batu rubi, sebagai bukti persetujuan untuk memohon Fa.}”

“Biksu itu lalu berlari pulang dan berkata kepada Maha Guru Ngokton: {Dali telah datang!} Kembali menyampaikan perkataan saya secara detail.”

“Maha Guru Ngokton berkata dengan sangat gembira: {Vyuha Maha Guru Naropa dan segel batu tiba di tempat saya ini, sungguh seperti bunga Udumbara bermekaran, sungguh peristiwa yang sangat langka, sulit diterima akal sehat! Kita seharusnya menyambutnya dengan penuh hormat. Sekarang sementara waktu hentikan membabarkan Fa, kalian para pendengar cepat ke dalam kuil bawa keluar parasol [payung kehormatan], bendera kemenangan, dekorasi Vyuha, alat musik dan lainnya; minta Dali di luar tunggu sejenak.}”

“Biksu itu lalu meminta saya di luar menunggu sementara waktu. Setelahnya tempat di mana saya memberi hormat ini disebut dengan Chaktsal Gang (Gundukan Pemberi Hormat).”

“Tidak lama kemudian, di tengah sambutan megah yang diiringi dengan parasol bendera dan musik, semua orang berkumpul untuk menyaksikan saya memasuki aula utama. Selesai memberi hormat, lalu mempersembahkan hadiah; Maha Guru Ngokton meneteskan air mata saat memakai Vyuha di atas kepala; setelah berdoa meminta Jiachi, lalu meletakkannya di tengah altar, juga menggunakan berbagai macam barang bagus dan berharga untuk memberi persembahan. Kemudian membuka surat yang saya bawa, di dalam surat tertulis:”

“{Memberitahu Tubuh Fa Vajra Ngokton, dikarenakan harus mengasingkan diri memasuki Ding, terlalu sibuk untuk mengajari Dali, itu sebabnya memerintahkan dia datang ke tempat kamu untuk memohon Fa, kamu harus memberinya Guanding dan lafalan. Sekarang memberi kamu Vyuha Maha Guru Naropa dan batu ruby sebagai tanda persetujuan.}”

“Selesai Lama Ngokton membaca surat itu, berkata kepada saya: {Ini adalah perintah dari Maha Guru, Guanding dan lafalan, tak peduli bagaimana pun juga harus wariskan kepada kamu. Saya sudah sedari dulu berpikir ingin menyuruh kamu datang ke tempat saya untuk belajar Fa; kali ini kamu sendiri telah datang, sungguh anugerah dari Maha Guru.} Berbicara sampai di sini, tiba-tiba terhenti sejenak, kembali berkata: {Ah! Dali! Saya sudah teringat! Di daerah-daerah seperti Yarlung, Jyayul, dan Tagpo ini, sering kali ada banyak Lama yang ingin datang ke tempat saya ini, namun para berandal di daerah Yehpo, selalu tidak membiarkan mereka memberi persembahan kepada saya. Kamu turunkan hujan es kepada mereka dulu, baru kemudian saya akan mewariskan Guanding dan lafalan kepada kamu.}”

“Setelah saya mendengarnya dalam hati terkejut, berpikir: {Oh saya sungguh merupakan orang yang berdosa besar! Setiap kali tiba di sebuah tempat pasti harus berbuat dosa! Saya datang ke sini aslinya bukan demi menurunkan hujan es dan mencelakakan orang, namun datang demi belajar Fa Ortodoks; tanpa persiapan -- begitu datang langsung akan berbuat kejahatan lagi. Jika tidak menurunkan hujan es, maka akan melanggar keinginan Maha Guru, tidak perlu dibahas lagi, Fa pasti juga tidak akan diperoleh; Jika sungguh menurunkan hujan es, maka akan kembali menciptakan satu kali dosa lagi. Oh! Apa boleh buat -- lebih baik ikuti perintah Shifu menurunkan hujan es sekali lagi!}”

“Saya tak berdaya, terpaksa mempersiapkan bahan-bahan untuk kultivasi Fa, setelah membaca mantra untuk Jiachi, lalu membawanya ke desa Yehpo. Baru saja selesai kultivasi Fa, ketika batu es baru akan turun ke bawah, demi menghindari batu es, saya bergegas masuk ke dalam rumah milik seorang nenek untuk berteduh. Dalam sekejap, kilat dan geledek saling menyahut, awan hitam berlapis-lapis datang dengan kencangnya. Sebelum batu es besar turun, terlebih dulu batu es kecil yang turun, nenek itu berkata sambil menangis: {Oh langit! Batu es menghancurkan gandum saya, di kemudian hari saya hidup dengan apa!}”

“Perkataan nenek kembali membuat saya tertekan dan berkecamuk di kepala: {Ah! Saya sungguh orang yang berdosa besar!} Lalu berkata kepada nenek itu: {Nenek, ladang kamu ada di mana? Seperti apa bentuknya? Cepat gambar sebuah denah untuk saya lihat!} Nenek berkata: {Ladang saya bentuknya seperti ini!} Lalu menggambar sebuah segitiga seperti bibir mulut. Saya segera melakukan [Shouyin], menggunakan sebuah panci untuk menutupi denah berbentuk segitiga itu. Dikarenakan hal ini ladang nenek dapat terlindungi, tidak hancur oleh hujan es. Namun ada sebuah ceruk kecil, karena tidak tertutupi dengan baik, maka daerah kecil itu telah tersapu bersih tanpa jejak oleh gelombang angin dan hujan. Beberapa saat kemudian, hujan es berhenti, saya keluar untuk melihat-lihat, dari atas gunung dua desa itu terjadi banjir besar, sehingga seluruh ladang diterjang banjir hingga sedikit pun tidak tersisa. Hanya ladang nenek saja yang tidak terkena dampak seberapa, biji-bijian masih tumbuh dengan subur. Namun anehnya, di kemudian hari ketika terjadi hujan es, sepetak ladang ini selalu tidak terkena hujan es. Nenek ini juga tidak perlu mengeluarkan uang lagi untuk mengundang Lama berkultivasi Fa agar terlindungi oleh hujan es.”

“Saya dalam perjalanan pulang, bertemu dengan dua lansia pengembala domba, ternak mereka semuanya telah hanyut diterjang oleh banjir besar, saya berkata kepada mereka: {Mulai sekarang jangan lagi merampok pengikut Lama Ngokton, bila masih tetap merampok, saya akan datang lagi untuk menurunkan hujan es!}”

“Mendapat ancaman kali ini, seperti yang diharapkan dua orang lokal ini tidak berani lagi merampok, bahkan perlahan-lahan timbul keyakinan dan rasa hormat kepada Maha Guru Ngokton, berubah menjadi Dana-pati [pengikut awam pemberi sumbangan] dari Maha Guru Ngokton.”

“Saya di sebuah tempat yang penuh dengan semak belukar, telah mengumpulkan banyak sekali mayat burung kecil dan banyak sekali tikus gunung yang dihantam mati oleh hujan es. Saya menggunakan pakaian untuk membungkus mayat-mayat ini, membungkusnya hingga menjadi satu kantong penuh, dan digendong pulang. Sekembalinya ke kuil, begitu bertemu Maha Guru, saya lalu menumpuk setumpuk besar mayat binatang ini di hadapan Maha Guru dan berkata: {Oh Maha Guru yang saya hormati! Saya datang untuk memohon Fa Ortodoks, namun tak disangka kembali melakukan karma buruk, mohon Maha Guru berbelas kasih melihat-lihat saya yang berdosa besar ini!} Sambil berkata lalu mulai menangis tersedu-sedu.”

“Maha Guru Ngokton berkata dengan sangat tenang: {Dali! Jangan khawatir, Jiachi gabungan Fa dari Naropa - Maitripa, dapat membuat pendosa besar mencapai pembebasan di bawah pemurnian dari Fa. Lafalan yang dalam sekejap mata dapat membuat beberapa ratus hewan mendapat penyelamatan, saya punya! Semua makhluk hidup yang dihantam mati oleh hujan es kali ini, di kemudian hari ketika kamu menjadi Buddha, semuanya akan terlahir di Tanah Suci kamu sebagai peserta pendengar Fa nomor satu. Sejumlah makhluk hidup ini sebelum dapat terlahir kembali, dengan mengandalkan kekuatan saya, dapat tidak terjatuh dalam jalur jahat; jika tidak percaya, kamu lihatlah!} Maha Guru menenangkan pikiran sebentar, dalam sekejap mata, semua mayat binatang itu, menjadi sadar hidup kembali, tiba-tiba semuanya bergerak kembali, ada yang pergi, ada yang terbang, semuanya pergi berhamburan.”

“Saya melihat kemampuan nyata yang demikian aneh dan luar biasa, dalam hati timbul suka cita dan kagum bukan main, sebenarnya malah menyesal saat itu telah membunuh terlalu sedikit, jika tidak -- bukankah dapat lebih banyak menyelamatkan makhluk hidup!”

“Demikianlah Lama Ngokton pun mewariskan Fa kepada saya, di depan altar Hevajra memperoleh Maha Guanding dan lafalan.”

“Saya berhasil menemukan sebuah gua purbakala, pintu masuk gua menghadap selatan, dari mulut gua dapat terlihat kediaman Maha Guru. Saya menutupi sedikit gua itu, lalu mulai di dalam gua secara gigih memikirkan Fa yang diwariskan oleh Maha Guru. Namun karena Maha Guru Marpa belum memberi Shouyin persetujuan, maka meskipun saya dengan giat berlatih, tetap masih belum dapat memberi efek.”

“Suatu hari, Maha Guru Ngokton datang bertanya: {Dali! Kamu sedari awal sudah seharusnya mendapat sedikit perasaan, kamu sekarang bagaimana kabarnya?}”

“{Saya perasaan apa pun juga tidak ada!}”

“{Apa? Kamu bilang apa? Dalam warisan gabungan Fa saya ini, andai tidak melanggar pantangan kuil, GongDe yang langsung dirasakan, tidak mungkin tidak langsung tercapai; apalagi kamu juga datang karena percaya pada saya!} Maha Guru kembali merenung sejenak, lalu seakan berbicara kepada diri sendiri: {Jika tidak ada persetujuan dari Maha Guru Marpa, dia tidak akan memberi saya tanda persetujuan! Ah! Sungguh aneh, ini apa alasannya?} Kemudian kembali berkata kepada saya: {Kamu coba dengan gigih maju berpikir lagi!}”

“Perkataan Maha Guru membuat hati saya sangat ketakutan, namun juga tidak berani menceritakan semua persoalan ini, lalu dalam hati berencana: {Tak peduli bagaimana pun juga harus mendapatkan persetujuan dari Maha Guru Marpa -- itu barulah benar, sambil terus giat berkultivasi gigih maju tanpa letih.”

“Saat itu, Maha Guru Marpa membantu putranya membangun sebuah rumah tinggal, dan menulis sepucuk surat kepada Lama Ngokton yang isinya berkata: {Saya membangun rumah, sekarang butuh kayu, kayu hasil produksi di tempat kamu sebanyak mungkin hantarlah ke sini. Selesai rumah dibangun, akan melafalkan Sutra Prajnaparamita, sekaligus mengadakan upacara perayaan. Pada saatnya, kamu harus datang ikut serta. Dali adalah orang jahat, sekarang ini pasti masih berada di tempat kamu, boleh bawa serta ke sini. Tertanda Marpa}”

“Lama Ngokton pun membawa surat ke tempat saya, dan berkata kepada saya: {Dalam surat Maha Guru kenapa menyebut kamu sebagai orang jahat? Ini sebenarnya bagaimana bisa terjadi? Kelihatannya kamu mungkin belum mendapat persetujuan dari Maha Guru!}”

“Saya terpaksa berkata dengan jujur: {Benar! Saya sama sekali belum sungguh-sungguh mendapat persetujuan dari Maha Guru sendiri, surat dan barang-barang yang dihantar kepada anda, semuanya adalah pemberian dari Shimu!}”

“{Oh! Oh! Ternyata demikian! Kalau begitu kita berdua sudah melakukan hal yang tidak baik. Tidak mendapat persetujuan dari Maha Guru tidak bisa tumbuh GongDe, ini tentu saja. Ah! Itu juga tidak ada cara lain! Dia ingin kamu bersama saya pergi bersama-sama!}”

“Saya berkata: {Baiklah! Saya juga hanya bisa pergi saja!}”

“{Kalau begitu, tunggu setelah saya mengantar kayu, lalu memilih tanggal yang bagus barulah pergi. Sekarang kamu lebih baik melanjutkan kultivasi memasuki Ding di sini.} Lama Ngokton dengan baik sekali berkata kepada saya.”

“Setelah lewat beberapa hari, orang-orang di tempat Lama Ngokton semuanya sudah tahu bahwa saya segera akan pergi, oleh karena itu datang ke tempat saya untuk mengobrol, mengobrol tentang perayaan di kediaman baru dan putra Marpa yang telah tumbuh dewasa. Di antaranya ada seorang Lama yang baru saja pulang dari kediaman Maha Guru Marpa, datang untuk mencari saya, saya pun bertanya kepada dia: {Mereka apakah ada menanyakan saya sedang mengerjakan hal apa?} Lama itu berkata: {Shimu pernah bertanya pada saya: ‘Dali saya sedang mengerjakan hal apa?’ Saya pun memberitahu dia: ‘Kamu sedang berkultivasi memasuki Ding.’ Shimu kembali bertanya: ‘Selain berkultivasi memasuki Ding, apakah dia juga ada melakukan hal lain?’ Saya berkata: ‘Dia hanya seorang diri tinggal di dalam gua yang tidak ada orang dan duduk bermeditasi.’ Shimu berkata: ‘Dia telah lupa membawa barang ini. Ketika dia berada di tempat saya ini, hanya suka memainkan benda ini, mohon kamu membawanya kepada dia!’ Sambil berkata lalu memberi beberapa dadu yang terbuat dari tanah kepada saya.} Seorang Lama pada saat itu memberikan dadu yang dibawa kepada saya. Saya meraba dadu itu dengan tangan, dalam hati tidak tahan rindu dengan Shimu.”

“Setelah Lama itu pergi, saya bermain dengan dadu, dalam hati berpikir: {Saya tidak pernah sebelumnya bermain dadu di hadapan Shimu, mengapa Shimu berkata saya hanya suka memainkan benda ini, apakah Shimu sudah tidak suka dengan saya?} Saya kembali terpikir kakek saya dikarenakan beberapa dadu barulah terdampar di luar. Berpikir ke sana kemari, tiba-tiba karena tidak hati-hati, dadu terjatuh ke tanah dan hancur, hancur menjadi dua bagian, di bagian tengah ada selembar kertas kecil muncul keluar. Diambil untuk dilihat, di atasnya tertulis: {Murid! Maha Guru akan mewariskan Guanding dan lafalan kepada kamu, mohon kamu pulang bersama-sama dengan Lama Ngokton!} Selesai saya membaca surat itu, senangnya bukan main, saking gembiranya hingga berlarian ke sana kemari di dalam gua. Setelah lewat beberapa hari, Lama Ngokton berkata kepada saya: {Dali! Kamu juga harus bersiap-siap berangkat!}”

“Lama Ngokton, selain meninggalkan barang-barang yang telah diberi Jiachi oleh Maha Guru Marpa, segala patung Buddha, kitab sutra, peralatan Fa, lonceng, dan semua emas, batu giok, pakaian satin, barang keperluan harian dan lain-lain semuanya dibawa pergi; hanya meninggalkan seekor kambing gunung tua yang pincang. Kambing gunung tua yang pincang ini, tidak saja berumur tua, bahkan temperamen eksentrik, tidak pernah bersedia berjalan bersama-sama dengan kambing lain, oleh karena itu lebih baik ditinggal. Semua aset di luar maupun di dalam yang tersisa. Semuanya dipersiapkan untuk dipersembahkan kepada Maha Guru Marpa sekaligus.”

“Lama Ngokton memberi saya sehelai kain sutra, dan berkata kepada saya: {Kamu adalah seorang pengikut yang baik, kamu ambillah kain sutra ini, jadikan sebagai hadiah persembahan kepada Maha Guru Marpa saja.} Istri dari Maha Guru Ngokton, juga memberi saya sekantung kue mentega, dan berkata kepada saya: {Kamu ambilah ini untuk dipersembahkan kepada Shimu Dakmema saja!}”

“Dengan membawa barang yang diberi Maha Guru Ngokton dan Shimu, saya pun berangkat bersama Lama Ngokton dan rombongannya. Ketika hampir tiba di Lembah hitam Drolo, Maha Guru Ngokton berkata: {Dali, kamu terlebih dulu memberitahu Shimu, katakan bahwa kita telah datang, coba lihat bisa tidak memberi saya secangkir arak untuk diminum!} Saya pun mengikuti perintah pergi terlebih dulu. Setelah bertemu dengan Shimu, dan mempersembahkan sekantung kue mentega, lalu berkata: {Lama Ngokton telah datang, mohon anda memberi dia secangkir arak sambutan untuk diminum.}”

“Shimu senang sekali bertemu dengan saya, berkata: {Maha Guru sekarang sedang di dalam kamar tidur, kamu pergi bicaralah kepada dia!} Saya takut setengah mati memasuki kamar tidur Maha Guru. Maha Guru tepat sedang berada di atas ranjang -- menghadap timur memasuki Ding. Saya pun memberi hormat kepada Maha Guru, mempersembahkan sehelai kain sutra. Maha Guru tidak mau melihat saya, kepala diputar ke arah barat; saya pun kembali ke arah barat, memberi hormat lagi, Maha Guru kembali memutar kepala menghadap arah selatan. Saya hanya berkata: {Maha Guru, Anda yang saya hormati karena menyalahkan saya, tidak mau menerima hormat. Namun Lama Ngokton membawa Tubuh, Mulut, Pikiran bersama semua yang dimiliki, emas, perak, batu giok, ternak, dan aset lainnya untuk dipersembahkan kepada Anda yang saya hormati, dia berharap Anda memberinya secangkir arak sambutan, mohon Anda berbelas kasih memuaskan keinginan dia!} Maha Guru Marpa setelah mendengarnya segera menampilkan wajah yang sangat mengerikan, dalam sekejap mata, berkata dengan menggunakan suara yang penuh kemarahan dan menakutkan: {Ketika saya dari India membawa rahasia Tripitaka yang sulit diterima akal sehat, empat kendaraan hati utama, lafalan luar biasa pulang ke Tibet, yang datang menyambut saya bahkan seekor tikus pun tidak ada, sekarang memangnya dia siapa! Membawa aset dia yang sedikit itu ke sini, lalu ingin saya Sang Guru Besar Penerjemah ini untuk menyambut dia! Lebih baik tidak usah datang saja! Segera pergi dari hadapan saya!}”

“Saya keluar dari kamar, memberi tahu perkataan Maha Guru kepada Shimu. Shimu berkata: {Temperamen Maha Guru sungguh terlalu buruk! Lama Ngokton adalah seorang yang berkarakter luar biasa, kita seharusnya menyambutnya, kita berdua ibu dan anak menyambutnya saja!} Saya berkata: {Lama Ngokton tidak berani berharap Maha Guru berdua menyambutnya sendiri, hanya berharap memberi dia secangkir arak -- itu sudah cukup.}”

“Namun Shimu berkata: {Eit! Tidak tidak! Saya lebih baik pergi!} Lalu membawa beberapa Lama, dan membawa banyak sekali arak, bersama-sama pergi menyambut.”

“Ketika memulai perayaan, penduduk dari tiga desa di Lembah hitam Drolo, semuanya berkumpul bersama, melakukan perjamuan besar, untuk merayakan tumbuh dewasanya putra Maha Guru Marpa dan selesai dibangunnya kediaman baru. Di depan perjamuan, Maha Guru Marpa menyanyikan sebuah lagu pembawa keberuntungan.”

“Setelah Maha Guru Marpa selesai menyanyikan lagu pembawa keberuntungan, Lama Ngokton pun mempersembahkan semua barang yang ada, dan berkata: {Oh Maha Guru! Tubuh, Mulut, Pikiran saya, semuanya merupakan milik Anda yang saya hormati. Kali ini datang, di rumah hanya tersisa seekor kambing gunung tua yang pincang; dia adalah nenek dari para kambing, namun karena saking tuanya, juga pincang, maka ditinggal saja. Selain itu, semua yang saya miliki telah saya bawa ke sini, semuanya telah dipersembahkan kepada Maha Guru. Mohon Anda wariskan kepada saya Guanding dan lafalan yang mendalam dan luar biasa; khususnya berharap Anda mewariskan kepada saya lafalan mendalam dari aliran lewat telinga (catatan: pengajaran Fa dari aliran ini, sangat ekstrem rahasia, lafalan diajarkan langsung dari mulut Maha Guru, pengikut mendengarnya langsung lewat telinga, itu sebabnya disebut aliran lewat telinga)!} Selesai berkata demikian kembali memberi hormat kepada Maha Guru.”

“Maha Guru berkata sambil tertawa: {Oh! Oh! Guanding dan lafalan yang mendalam dan luar biasa, adalah jalan pintas dari Vajrayana, dengan lafalan ini, tidak perlu menghabiskan waktu berkalpa-kalpa berkultivasi, tubuh ini segera dapat menjadi Buddha, oleh karena itu ini adalah ajaran lisan khusus di antara semua lafalan. Di bawah instruksi langsung Maha Guru, dan para Dakini. Karena kamu ingin memohon Fa, kambing kamu itu walau pun tua juga pincang, jika tidak dibawa ke sini masih tidak bisa dianggap mempersembahkan semuanya. Lafalan saya ini juga tidak dapat diwariskan kepada kamu, Fa yang lain dari dulu sudah diwariskan kepada kamu!} Selesai berkata, para hadirin semuanya ikut tertawa.

“Lama Ngokton berkata: {Setelah mempersembahkan kambing tua ini, apakah Anda yang saya hormati bersedia mewariskan Fa kepada saya?} Maha Guru Marpa berkata: {Harus kamu sendiri membawanya ke sini, saya akan wariskan!}”

“Setelah bubar esok harinya, Lama Ngokton seorang diri langsung pulang ke rumah, kambing digendong ke sini untuk dipersembahkan kepada Maha Guru. Maha Guru Marpa berkata dengan senang sekali: {Yang bisa disebut pelajar dari aliran Tantra pembaca mantra, tepatnya harus seperti kamu ini. Sebenarnya, ini cuma seekor kambing gunung tua saja, bagi saya apa gunanya? Namun demi alasan menghormati Fa dan menghargai Fa, berbuat demikian, adalah seharusnya!} Kemudian Maha Guru Marpa pun mewariskan Guanding dan lafalan kepada dia.”

“Setelah lewat beberapa hari, dari tempat jauh datanglah beberapa Lama, bersama dengan beberapa orang di tempat Maha Guru ini, lalu berkumpul bersama, dan mengadakan pertemuan. Maha Guru Marpa di samping tubuhnya telah diletakkan sebuah tongkat kayu Cendana yang sangat panjang, mata dibuka lebar-lebar menatap Lama Ngokton, tangan membentuk Shouyin Fennu, berkata dengan suara keras: {Ngokton Chodor! Thopaga manusia jahat ini, kamu telah wariskan Guanding dan lafalan kepada dia, alasannya apa?} Sambil berkata, sambil melirik tongkat di samping tubuh, tangan juga secara perlahan dijulurkan untuk mengambil tongkat itu. Lama Ngokton takut hingga gemetaran, sambil Kowtow sambil berkata: {Adalah Anda yang saya hormati yang mengirimi saya sepucuk surat, mengizinkan saya mewariskan Fa kepada Thopaga. Pada saat yang sama juga menganugerahkan kepada saya Vyuha Maha Guru Naropa dan segel batu ruby; saya mewariskan Fa kepada Dali hanya untuk menjalankan perintah saja. Mohon Anda yang saya hormati memberi ampun!} Selesai berkata, ketakutan hingga melirik ke sana sini, tidak tahu harus bagaimana barulah dapat menenangkan Maha Guru.”

“Maha Guru menggunakan Shouyin Fennu menunjuk ke arah saya memberi ancaman: {Kamu makhluk kurang ajar ini! Ini semua dari mana datangnya?} Kala itu, dalam hati saya sakit seperti disayat oleh pisau. Karena terlalu ketakutan, badan menjadi gemetaran, kata-kata pun hampir tidak dapat terucap! Berkata dengan gemetaran: {Itu......Itu......Itu adalah pemberian dari Shimu!} Begitu Maha Guru mendengarnya, segera dari atas tempat duduk meloncat turun, mengambil tongkat kayu lalu memukuli Shimu. Shimu sedari awal tahu hal ini akan terjadi, maka berdiri jauh sekali di luar, dia begitu lihat situasi tidak bagus, menyeret kaki langsung kabur ke dalam rumah; setelah kabur ke dalam rumah, ‘Pletak’ terdengar suara pintu rumah ditutup rapat. Maha Guru sambil meraung, sambil mengejar ke sana, menggunakan tongkat untuk memukuli pintu dengan bengis; setelah memukuli beberapa saat barulah kembali ke atas tempat duduk, dan berkata: {Ngokton Chodor! Kamu telah berbuat hal yang tidak sesuai aturan! Cepat pergi ambil Vyuha Maha Guru Naropa dan segel giok ke sini!} Sambil berkata sambil menggeleng kepala penuh amarah, kemarahannya meluap-luap. Lama Ngokton dengan cepat memberi Kowtow, segera pergi mengambil segel giok dan Vyuha.”

“Kali ini saya dan Shimu lari ke luar bersama-sama, melihat Lama Ngokton keluar, lalu berkata kepada dia sambil menangis: {Di kemudian hari mohon anda membimbing saya!} Lama Ngokton berkata: {Tanpa persetujuan dari Maha Guru, bila saya membimbing kamu, akan sama seperti kejadian sekarang. Bagi kita berdua sama sekali tidak ada manfaat. Oleh karena itu lebih baik mohon kamu tinggal di sini saja, tunggu setelah kamu mendapat persetujuan Jiachi dari Maha Guru, tak peduli bagaimana pun saya juga akan membantu kamu!}”

“Saya pun berkata: {Halangan dosa saya sangat berat, Maha Guru dan Shimu demi saya telah menanggung penderitaan seperti ini, pada kehidupan dan generasi ini jika tidak dapat berhasil berkultivasi Fa, maka lebih baik bunuh diri saja!} Lalu menarik keluar pisau kecil untuk bunuh diri (Orang Tibet banyak yang membawa pisau kecil di samping tubuh). Lama Ngokton segera menahan saya, berkata sambil meneteskan air mata: {Ah! Dali, sahabat saya! Jangan berbuat demikian! Ajaran Fa dari Shizun [yang dihormati dunia] sebenarnya adalah, Vajrayana rahasia, dalam ajaran Vajrayana ada perkataan: ‘Isi, lingkup, tempat dari badan sendiri, tepatnya adalah Buddha, ketika masa hidup masih belum berakhir, walaupun menjalankan transformasi pemahaman Fa (catatan: salah satu dari enam macam pencapaian Fa, dapat membuat aliran Tantra berkultivasi mencapai Jingtu [Tanah Suci], pencapaian Fa ini dapat memperoleh pembebasan hidup dan mati), semuanya juga masih ada dosa membunuh Buddha’. Di atas dunia sudah tidak ada dosa yang lebih besar dari membunuh diri sendiri. Dalam aliran Tantra juga tertulis: ‘Sudah tidak ada dosa yang lebih berat dari memutuskan nyawa sendiri.’ Kamu perlu berpikir dengan baik-baik, lepaskanlah pikiran untuk membunuh diri! Maha Guru mungkin akan mewariskan Fa kepada kamu; walaupun tidak mewariskan juga tidak perlu khawatir, pergi memohon Fa kepada Lama yang lain juga boleh.} Ketika berkata demikian, semua rombongan Lama juga menunjukkan simpati kepada saya, ada yang datang menghibur saya, ada yang pergi ke kediaman Maha Guru untuk melihat apakah ada kesempatan untuk memohon Fa. Kala itu hati saya pasti terbuat dari besi, kalau tidak pasti sudah hancur lebur karena sakit! Saya Milarepa setengah perjalanan hidup mengumpulkan dosa besar bagaikan gunung, menanggung penderitaan besar semacam ini demi memohon Fa Ortodoks!”

Selesai Yang Mulia berbicara, di antara pendengar Fa, tidak ada yang tidak meneteskan air mata; ada yang timbul rasa pesimis dan hati gelisah, ada yang setelah mendengarnya sangat sedih hingga pingsan!

Rechungpa pun berkata kepada Yang Mulia Milarepa: “Yang Mulia Maha Guru! Maha Guru Marpa pada akhirnya dengan menggunakan Yinyuan apa hingga mewariskan Fa kepada Anda, dan memberi Jiachi kepada Anda?”

(Bersambung)