Falun Dafa Minghui.org www.minghui.org CETAK

Belajar, Berlatih, dan Meningkat Bersama di Kamp Sekolah Minghui di Bali 2018

10 Jan. 2019

(Minghui,org) Liburan sekolah dan liburan akhir tahun kali ini kebetulan berlangsung bersamaan, untuk memanfaatkan kesempatan baik ini, maka diadakanlah kegiatan Kamp Sekolah Minghui di Bali, sebagai wadah bagi praktisi-praktisi muda yang ada di Bali untuk belajar Fa bersama dan berbagi pengalaman kultivasi, mulai dari anak-anak hingga remaja. Dan kali ini diadakan selama 3 hari, mulai dari tanggal 28-30 Desember 2018 di Denpasar, Bali.

Sebenarnya kegiatan ini bukanlah yang pertama kali di Bali, dulu kegiatan ini pernah beberapa kali diadakan di berbagai daerah di Bali, tapi tidak lagi dilanjutkan. Menyadari bahwa lingkungan kultivasi bagi praktisi muda itu sangat penting, maka beberapa praktisi berinisiatif untuk mengadakannya kembali, dan hasilnya cukup banyak praktisi muda yang turut serta dalam kegiatan ini.

Bersama-sama Memperbanyak Belajar Fa

Hari pertama dimulai dengan membaca satu Ceramah Zhuan Falun dan dilanjutkan dengan membaca penuh buku Petunjuk Penting untukGigih Maju I. Tapi peserta anak-anak tidak bisa mengikuti dengan baik karena rekan-rekan mereka yang lebih dewasa membaca terlalu cepat, sehingga mereka tidak fokus ketika membaca.

Kemudian pada hari berikutnya praktisi dewasa yang tergabung dalam proyek aksi damai di depan Konsulat Jenderal Tiongkok di Denpasar ikut bergabung dalam kegiatan belajar Fa bersama. Kali ini anak-anak dibimbing oleh praktisi dewasa, dan mereka membaca secara bergiliran dengan praktisi dewasa, sehingga mereka tetap fokus membaca dan tidak bermain-main, hasilnya mereka berhasil membaca satu ceramah Zhuan Falun.

Ming Xing (tengah) seusai latihan Gong di Lapangan Renon, Denpasar

Ming Xing (11 tahun) berasal dari Tiongkok, ia dan keluarganya pindah ke Bali saat usianya 5 tahun. Ia bercerita bahwa saat baru pindah ke Bali, ia tidak bisa berkomunikasi dengan teman-teman di lingkungan tempat tinggalnya karena kendala bahasa. Tapi Ming Xing dan saudara kembarnya, Ming Yuen, bersama-sama belajar bahasa Indonesia secara otodidak, sehingga kini mereka mampu berbicara dalam bahasa Indonesia dengan lancar.

Begitu juga saat kegiatan belajar Fa bersama di Kamp Sekolah Minghui, mereka menggunakan buku berbahasa Indonesia dan mampu mengikuti kegiatan dengan baik. Ming Xing juga bercerita bahwa saat di rumah, ia dan keluarganya belajar Fa bersama setiap hari, tapi ketika ada kesempatan, ia dan saudara kembarnya akan membaca Zhuan Falun dalam bahasa Indonesia.

“Saat di rumah, saya membaca sangat sedikit, bahkan tidak sampai satu judul dalam buku Zhuan Falun. Tapi di sini, saya bisa membaca satu ceramah dalam satu hari,” jawab Ming Xing saat ditanya bagaimana kesannya mengikuti Kamp Sekolah Minghui.

Hal yang sama juga dirasakan oleh Yuli, praktisi berusia 20 tahun yang belum lama ini baru mulai berkultivasi, “Ini pertama kalinya saya mengikuti Kamp Sekolah Minghui. Acara ini sangat bagus terutama untuk peningkatan Xiulian diri sendiri, saya bisa lebih banyak membaca ceramah Guru dan juga latihan Gong, semoga lain kali bisa diadakan lagi.”

Tidak hanya membaca Zhuan Falun dan Petunjuk Penting untuk Gigih Maju I, di malam kedua para praktisi muda duduk bersama dan masing-masing melafalkan satu judul puisi dalam Hong Yin III yang sudah dihafalkan sebelumnya.

Ketika mendaftar untuk kegiatan ini, masing-masing peserta akan diberikan satu judul puisi dalam Hong Yin III untuk dihafalkan. Hasilnya mereka berhasil menghafalnya, bahkan beberapa di antara mereka berhasil menghafalkan puisi yang cukup panjang, meski usia mereka masih sangat muda.

“Saya merasa sangat beruntung bisa menghafalkan puisi Guru,” kata Yuli saat kegiatan melafal Hong Yin III malam itu akan dimulai. Risda, seorang praktisi berusia 15 tahun juga menambahkan, “Puisi yang harus saya hafalkan tidak terlalu panjang, tapi saya masih belum bisa menghafalnya dengan baik, sementara banyak praktisi lain yang jauh lebih muda dari saya, mereka mampu menghafalkan dengan baik.”

Lalu kegiatan pun dimulai. Lampu dimatikan, hanya ada cahaya redup dari ponsel yang sengaja dihidupkan agar ruangan tidak terlalu gelap. Lalu musik Dafa dihidupkan untuk mengiringi pelafalan Hong Yin, mulailah masing-masing praktisi melafal Hong Yin yang sudah dihafalkan.

“Kalian sungguh luar biasa, orang dewasa belum tentu mampu menghafalkan Hong Yin, kalian praktisi muda sangat beruntung bisa menghafalnya.” Kata Jaya, seorang praktisi dewasa yang menjadi pendamping dalam Kamp Sekolah Minghui kali ini.

Berlatih Gong dan Mengoreksi Gerakan

Pada sore hari di hari pertama, para praktisi muda menonton video gerakan Guru, sambil menonton mereka juga mengoreksi gerakan satu sama lain dengan berpedoman pada video dan buku Falun Gong. Lalu keesokan harinya mereka pergi ke Lapangan Renon, Denpasar dan berlatih bersama, begitu juga pada hari berikutnya.

Peserta Kamp Sekolah Minghui di Bali 2018 saat bermeditasi di Lapangan Renon, Denpasar pada hari Sabtu, 29 Desember 2018

Nia (depan kanan) saat berlatih bersama praktisi dewasa dan praktisi muda lainnya di Lapangan Renon, Denpasar pada hari berikutnya, Minggu, 30 Desember 2018

Nia adalah seorang mahasiswi, ia menceritakan bahwa sebelum berlatih, kepalanya sangat pusing dan badannya terasa tidak enak, tapi setelah berlatih Gong, ia merasa jauh lebih baik dan gejala yang dialaminya menghilang, “Saya sempat berpikir untuk pulang lebih awal, tapi ternyata setelah berlatih, saya kembali normal dan merasa sangat segar.”

Wahyu (paling kanan) saat dikoreksi gerakannya oleh seorang praktisi dewasa. Anak-anak berlatih secara terpisah, didampingi oleh beberapa praktisi dewasa untuk mengoreksi gerakan mereka.

Pada hari Sabtu, ketika meditasi akan dimulai, Wahyu menolak untuk ikut. Tapi akhirnya ia berhasil mengatasi rasa malasnya dan ikut berlatih. Begitu juga pada hari berikutnya, ia berlatih dengan sangat antusias bersama teman-temannya, begitu juga saat kegiatan belajar Fa bersama, ia mampu mengikuti dengan baik, walaupun usianya masih sangat muda.

“Melihat adik-adik yang begitu antusias mengikuti kamp ini, membuat saya termotivasi untuk semakin gigih maju. Terkadang saya merasa malas, tapi setelah melihat semangat mereka, saya jadi ikut semangat. Mereka benar-benar memotivasi saya.” Kata Dian, salah seorang panitia Kamp Sekolah Minghui di Bali 2018.

Suandika, seorang praktisi remaja yang juga mengikuti Kamp Sekolah Minghui sebelum-sebelumnya, merasa senang bisa mengikuti kamp ini, “Banyak yang bisa saya peroleh, saya jadi semakin tahu bagaimana gerakan latihan yang benar, yang sesuai dengan video Guru dan buku Falun Gong.”

Banyak dari mereka yang menyadari kesalahan-kesalahan gerakan yang selama ini mereka lakukan, berkat kegiatan ini mereka dapat memperbaikinya dan menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Berbagi Pengalaman Kultivasi, Melepaskan Keterikatan

Di hari Jumat malam, para peserta bersama-sama membaca sebuah artikel yang dipublikasikan di situs web Minghui, yaitu “Pengalaman Kultivasi Praktisi Dafa Milenium.” Lalu setelah membacanya, mereka akan secara bergiliran menceritakan pengalaman kultivasi mereka, tentu tidak lepas kaitannya dengan artikel yang sebelumnya mereka baca.

Wisnu, seorang praktisi remaja yang saat ini duduk di bangku SMA mengatakan bahwa dirinya masih belum bisa melepaskan keterikatan bermain game, “Saya merasakan dampak buruknya. Saat bermain game, banyak sekali kerugian yang ditimbulkan, seperti kepala pusing, mata sakit, prestasi menurun, bahkan dimarahi oleh orang tua, tapi saya masih belum bisa menghentikannya, saya harap rekan-rekan dapat memberikan saran kepada saya.”

Lalu seorang praktisi remaja lainnya, Yunita, menanggapi pernyataan Wisnu, “Dulu saya juga pernah mengalaminya, bahkan saya merasa kesal jika ada yang mengganggu saya saat bermain. Semakin lama bermain, semakin gelap yang saya rasakan, dunia ini rasanya seperti diselimuti kegelapan. Lalu saya bertekad untuk berhenti bermain, perlahan-lahan saya mampu melepaskannya dan akhirnya menghapus game itu dari posel saya. Tapi tetap saja, jika ingin menghentikannya harus dari diri sendiri, meskipun saya mengatakan hal ini, kalau tidak ada kesadaran dari diri sendiri maka tidak akan bisa menghentikannya.”

Nia kembali bercerita, “Di tahun pertama saya di SMA, saya berhasil mendapat juara umum 1 di sekolah, karena mendapatkan juara itu, timbullah tekad dari diri saya untuk mempertahankannya. Saya semakin giat mempelajari pelajaran sekolah, bahkan sampai tengah malam. Tanpa sadar saya mulai mengesampingkan Dafa, belajar Fa saya semakin berkurang, hasilnya prestasi saya justru menurun. Setelah itu saya menyadari bahwa menomorduakan Dafa tidaklah benar, saya tidak seharusnya berketerikatan untuk memperoleh juara, saya harus kembali mengutamakan Dafa. Setelah memperbaiki kesalahan saya, tanpa mengejar saya berhasil kembali mendapatkan juara umum 1, berarti saya memang harus mengutamakan Dafa.”

Naya, seorang praktisi remaja menceritakan pengalamannya, “Suatu hari saat liburan, saya menonton drama seharian. Saat malam hari, Ibu mengajak saya pergi ke kelompok belajar Fa, tapi saya pura-pura tidur dan ibu meninggalkan saya di rumah. Saya lanjut menoton dan tiba-tiba perut saya sakit, saya langsung pergi ke kamar mandi. Kemudian saya baru ingat bahwa saya belum makan sejak tadi, lalu saya pergi ke dapur untuk mengambil beberapa makanan. Saat hendak ke dapur, saya merasa begitu lemas dan akhirnya terjatuh ke lantai, saya ingin memanggil Ayah tapi tidak jadi, karena ia pasti akan membawa saya ke rumah sakit. Lalu ketika hampir pingsan, dalam hati saya ucapkan “Falun Dafa Baik, Falun Dafa Baik.” Seketika kekuatan muncul dari dalam diri saya dan saya dapat bangkit dari lantai. Terima kasih Guru karena sudah mengingatkan dan menyemangati saya.”

Di atas adalah beberapa pengalaman yang diutarakan praktisi muda saat kegiatan berlangsung, masih banyak pengalaman-pengalaman lain yang sangat menyentuh, bahkan berhasil menginspirasi rekan-rekan mereka yang lainnya. Meskipun banyak yang malu-malu ketika mengutarakan pengalaman mereka, mereka berhasil mengatasi keterikatan akan rasa malu itu dan berhasil membagikan pengalaman kultivasi mereka.

Memperkenalkan Proyek Dafa, Menyemangati Kultivasi

Hari Jumat malam, para praktisi muda yang tergabung dalam Tian Guo Marching Band memperkenalkan marching band kepada rekan-rekan praktisi lainnya. Mereka menonton film dokumenter berdurasi sekitar satu setengah jam yang membahas tentang perjalanan Tian Guo Marching Band di beberapa negara.

Keesokan harinya, setelah mereka berlatih Gong di Lapangan Renon, Denpasar, mereka yang tergabung dalam marching band membawa alat musik mereka dan memberikan kesempatan kepada praktisi muda lainnya untuk mencoba memainkannya.

Jaya (kiri) saat memperkenalkan alat musik marching band kepada praktisi muda. Suandika (kanan) mencoba meniup alat musik Trumpet.

Dapa (tengah) saat mencoba meniup alat musik Trumpet.

“Daripada bermain game, lebih baik bermain alat musik. Kami memperkenalkan marching band bukan berarti kami langsung meminta mereka untuk bergabung ke dalam tim marching band, tapi kami mengharapkan agar mereka merasakan manfaat dari bermain musik.” Kata Jaya, yang juga tergabung dalam Tian Guo Marching Band di Bali.

“Saya adalah mahasiswi yang mengambil program studi musik. Ketika menonton video marching band, saya merasa terharu, begitu juga ketika mendengar musik Dafa lainnya. Dari dulu hingga sekarang, tidak ada musik selain musik Dafa yang dapat membuat saya terharu.” Ungkap Ayu Dwara yang belum lama ini mulai bergabung ke dalam tim marching band.

Selain marching band, ada juga proyek-proyek lain yang diperkenalkan, seperti Minghui, Epoch Times, dan NTD. Harapannya setelah dilakukan pengenalan proyek ini adalah agar praktisi muda yang memiliki minat dan kemampuan dapat bergabung ke dalamnya, juga untuk membantu meningkatkan semangat kultivasi mereka.

“Semoga tidak berhenti sampai di sini.”

Begitulah kata Jaya di akhir kegiatan, ia juga menambahkan, “Tidak hanya senang dan bahagia, tapi juga anugerah dan tidak ada ruginya mengikuti kegiatan ini. Kita harus semakin gigih maju ke depannya, saat kamp berakhir dan pulang ke rumah, tetap jadikan Dafa sebagai pemandu. Salam gigih maju!”

Arta, salah seorang panitia dari kamp ini mengucapkan selamat dan terima kasih kepada praktisi muda yang berhasil mengikuti kamp ini hingga hari terakhir, “Kita semua bisa berkumpul bersama karena merasa terpanggil dan sudah memahami pentingnya kegiatan ini. Ketika kamp berlangsung, kita mulai mengenali keterikatan hati masing-masing, dengan mengenalinya, maka perlahan-lahan kita pasti bisa melepaskan keterikatan tersebut. Semoga kita bisa bertemu lagi di Kamp Sekolah Minghui selanjutnya.”