(Minghui.org) Beberapa bulan yang lalu, saya cukup beruntung telah menonton film Coming for You beberapa kali, dan setiap kali selalu menyentuh jiwa saya. Film itu ditayangkan di teater lokal kami, dan meskipun saya duduk di baris terakhir, film itu sangat menyentuh saya dan membuat saya lebih mengerti.

Saya lebih menyadari belas kasih Guru yang tak terhingga, dan saya memahami bahwa sebagai seorang pengikut Dafa veteran yang memperoleh Fa sebelum tahun 1999, saya harus menghargai Dafa dan menyayangi jalan yang telah saya lalui dalam berkultivasi.

Ada adegan dalam film di mana karakter utama berkumpul dengan para pengikut Dafa dari seluruh negeri di sebuah bangunan perumahan di Beijing pada malam sebelum pergi ke Lapangan Tiananmen.

Semua orang menyanyikan lagu untuk mengekspresikan pikiran dan tekad mereka. Setelah saya melihat itu, seolah-olah segala sesuatu di masa lalu muncul kembali di depan saya dengan jelas.

Saya memperoleh Fa pada usia tujuh tahun dan pergi ke Lapangan Tiananmen untuk membuktikan kebenaran Dafa pada usia sepuluh tahun. Kemudian, keluarga saya menderita penganiayaan jangka panjang. Ketika saya kuliah, saya tersesat di antara orang-orang biasa tetapi kembali ke Dafa setelah saya meninggalkan Tiongkok dan datang ke luar negeri. Saya secara bertahap menjadi dewasa melalui berbagai kesengsaraan dan ujian.

Film itu juga mengingatkan saya pada apa yang Guru katakan,

“Pengikut Dafa yang melangkah kemari sejak ‘20 Juli’ tahun 1999, kalian harus menyayangi diri sendiri, kalian benar-benar luar biasa. Dewa bahkan menyayangi kalian. Harap kalian menempuh jalan selanjutnya dengan baik. Terutama mereka yang belum melakukan dengan baik, harus lebih hati-hati, harus menyayangi waktu yang masih tersisa.” (Ceramah Fa pada Konferensi Fa Peringatan 25 tahun Penyebaran Dafa)

Perjalanan ke Beijing

Suatu malam sekitar tengah malam, pada akhir tahun 1999, saya naik kereta ke Beijing bersama orang tua saya dan praktisi lain di kota saya untuk pergi ke Lapangan Tiananmen untuk membuktikan kebenaran Dafa. Setelah beberapa hari dan beberapa malam duduk di kereta, kami akhirnya tiba.

Setelah kami beberapa kali pindah bus, kami menunggu seorang praktisi Beijing di pinggir jalan untuk menjemput dan mengajak kami malam itu. Hari sudah mulai gelap, saya lapar dan lelah, dan perasaan kesepian menyergap saya.

Praktisi Beijing membawa kami ke sebuah apartemen di mana ada banyak praktisi dari seluruh negeri.

Meskipun saya baru saja bertemu mereka, saya merasa mereka sangat akrab dan baik. Beberapa praktisi meletakkan roti buatan sendiri dan acar di atas meja dan meminta kami untuk makan.

Semua praktisi di apartemen makan bersama, dan sambil makan, kami berbagi pemahaman kultivasi berdasarkan Fa. Saya merasa hangat, mantap, dan tentu saja tidak seperti sebelumnya, meskipun kami makan roti dingin dan keras.

Dini hari berikutnya, kami tiba di Lapangan Tiananmen. Saat itu dikelilingi oleh suasana tegang. Di dekat Jembatan Jinshui suasana sangat tegang, di mana ada banyak polisi berpakaian preman.

Kami mengeluarkan spanduk Falun Dafa kami yang bagus dan membentangkannya di bawah pilar marmer putih di depan Lapangan Tiananmen. Ayah saya memegang salah satu ujung spanduk dengan satu tangan, melintasi pagar di bawah pilar marmer putih, dan berdiri di bawah pilar.

Kemudian Ibu saya dengan cepat membuka spanduk dan memegang ujung lainnya. Sisa praktisi berdiri di bawah spanduk dan mulai melakukan latihan perangkat kedua, “memeluk roda di depan kepala.”

Waktu terhenti. Sejarah telah dicatatkan pada saat itu.

Saya tidak akan pernah melupakan momen itu. Langit begitu biru ketika kami berdiri di sana dengan tenang dan damai untuk mengekspresikan pikiran kami kepada dunia: “Falun Dafa baik!” dan “Guru [Li Hongzhi] agung!”

Dalam waktu kurang dari satu menit, saya mendengar sirene di kejauhan. Beberapa polisi segera tiba.

Salah satu dari mereka menjatuhkan ayah saya ke tanah, dan petugas lainnya mulai menangkap kami.

Darah menetes dari wajah ayah saya ke tanah. Kami dibawa ke sebuah mobil polisi.

Saya melihat seorang wanita yang bersandar di jendela mobil, dan dia menatap kami dengan khawatir. Dia memegang kedua tangannya di depan dadanya dengan gerakan heshi dan mengangguk kepada kami ketika dia melihat kami masuk ke dalam mobil.

Tidak ada yang mengucapkan sepatah kata pun, tetapi saya tidak lagi merasa takut pada saat itu. Kemudian, saya secara paksa dimasukkan ke dalam mobil polisi lain, dan saya harus meringkuk di dalam bagasi dengan jaring logam yang sepertinya itu untuk anjing polisi.

Kami tiba di kantor polisi, tempat ayah saya dan seorang mahasiswa ditahan di kamar yang terpisah. Sisa praktisi dari kota asal saya dan saya semua dikurung dalam satu ruangan.

Setelah beberapa saat, saya mendengar suara cambuk dari ruangan lain, disertai dengan erangan kesakitan.

Untuk waktu yang lama, tidak ada petugas polisi yang datang ke ruangan tempat kami tinggal. Kemudian beberapa petugas datang untuk menanyakan dari mana kami berasal. Tidak ada dari kami yang memberi tahu mereka apa pun.

Sekelompok petugas lain datang dan mencoba mengintimidasi kami. Salah satu petugas mengangkat kepalan tangannya dan mengancam seorang gadis remaja.

Gadis itu tidak tergerak, jadi dia menurunkan kepalan tangannya. Petugas lain mengatakan kepada Ibu saya untuk melafalkan Hong Yin, dan kemudian dia melemparkan tisu yang dia usap dari hidungnya ke wajah Ibu saya.

Ibu saya tidak marah, bahkan dia mengambil kertas kotor yang dilemparkan ke tanah. Di malam hari, polisi mulai menyiksa praktisi.

Mereka tidak mengizinkan orang tua atau anak-anak pergi ke toilet, dan mereka memborgol ibu saya dan praktisi wanita lainnya dengan tangan di belakang mereka dalam posisi yang menyakitkan: satu tangan dari bahu ke bawah dan yang lain dari belakang ke atas.

Penyiksaan semacam ini dapat melumpuhkan korban setelah beberapa waktu. Wanita dari kampung halaman kami sangat kurus dan tampak pucat, dan situasinya memburuk selama penyiksaan.

Ibu saya juga sangat menderita, dan keringat turun dari wajahnya. Meski begitu, mereka menolak memberi tahu petugas dari mana kami berasal.

Malam ketiga adalah Malam Tahun Baru. Polisi memberi saya setengah mangkuk bubur.

Ketika mereka pergi, saya duduk di kursi mereka dan beristirahat. Pada dini hari, kami dijemput oleh polisi dari kota asal kami dan dibawa kembali. Dalam perjalanan kembali, saya memikirkan ayah saya, karena kami tidak tahu di mana dia. Saya merasa sangat sedih dan tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Mengklarifikasi Fakta di Tengah Penganiayaan

Setelah kami kembali ke kota asal kami, kedua orang tua saya ditahan secara ilegal di penjara.

Polisi menggeledah rumah kami seperti bandit dan bahkan mengambil uang di brankas. Keesokan harinya, dalam perjalanan ke sekolah, saya berpikir dalam hati bahwa hidup saya telah berubah selamanya dan bahwa saya hanya akan mengandalkan diri saya sendiri di masa depan.

Di sekolah, saya sering dipanggil oleh petugas polisi. Suatu kali, guru saya, karena penasaran, menarik saya keluar dari kelas selama waktu belajar mandiri dan bertanya apakah Falun Dafa baik.

Saya mengatakan kepadanya, Falun Dafa baik, dan orang tua saya adalah orang baik. Guru itu berkata, “saya mengerti. Sekarang kamu bisa kembali ke kelasmu.”

Tanpa orang tua saya, saya menjalani banyak ujian dan kesengsaraan sebagai pengikut Dafa. Saya pernah naik sepeda ke rumah paman saya untuk merayakan Tahun Baru Imlek dan membawakannya hadiah.

Begitu saya memasuki pintu, dia berkata kepada saya, “saya ingin mengajukan pertanyaan kepada kamu hari ini: Apakah Falun Dafa baik? Jika kamu menjawab, ‘Ya’, kamu dapat meninggalkan rumah saya, dan kamu bukan keponakan saya lagi. Jika kamu menjawab, ‘Tidak’, saya akan mentraktir kamu makan enak.”

Saya berkata tanpa berpikir sama sekali, “Falun Dafa baik.”

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, paman saya mengantar saya, sepeda saya, dan kotak hadiah saya keluar. Meskipun saya diusir, saya masih sangat bahagia karena saya pikir ini adalah ujian apakah saya teguh percaya pada Dafa, ujian yang berhasil saya lewati.

Ayah saya dikurung di sel isolasi dan disiksa di kamp kerja paksa untuk waktu yang lama. Masa hukumannya di kamp kerja diperpanjang karena ia mengatakan kebenaran tentang Falun Dafa ketika pejabat setempat memeriksa kamp kerja.

Hanya beberapa bulan setelah dia dibebaskan, dia dibawa pergi dari rumah oleh polisi berpakaian preman dan dikirim kerja paksa lagi.

Kemudian ibu saya dibebaskan, dan saya sangat senang bisa bersamanya. Dia selalu berusaha sebaik mungkin untuk mengklarifikasi fakta kepada orang-orang, meskipun keluarga kami mengalami begitu banyak kesulitan. Pada akhir pekan, dia membawa saya keluar untuk membagikan materi klarifikasi fakta.

Dengan membawa materi klarifikasi itu bersama kami. Kami jarang naik bus, untuk menghemat uang kami berjalan kaki. Kami makan mentimun dan tomat ketika lapar, dan kami biasanya menghabiskan sepanjang hari membagikan materi.

Kami juga membagikan materi di malam hari. Ketika kami berjalan menyusuri jalan yang gelap, beberapa kali kami menemui jalan buntu, dan beberapa anjing besar terkadang berlari mengejar kami. Saya takut, tetapi ibu mengatakan kepada saya untuk tidak takut. Katakanlah Falun Dafa baik agar anjing berhenti menggonggong dan diam, katanya. Benar saja, anjing-anjing itu sepertinya mengerti kata-kata ibu dan berbalik pergi dengan diam.

Pada Malam Tahun Baru, saya dan ibu pergi membagikan materi seperti biasa. Kami berjalan jauh karena hari berikutnya adalah Tahun Baru dan Ibu saya ingin membagikan lebih banyak bahan untuk dibaca orang.

Karena sudah sangat larut, saya ingin menyelesaikannya dan pulang, dan saya sedikit acuh tak acuh pada beberapa kesempatan. Saya tidak mendistribusikan materi untuk beberapa rumah ketika merasa sulit melakukannya.

Ibu saya selalu mengatakan kepada saya bahwa saya harus menganggapnya serius dan tidak melewatkan siapa pun. Dia akan memijat kaki saya untuk membuat saya rileks ketika berjalan jauh.

Ketika dia melihat bahwa saya sangat lelah, dia akan menggendong saya, seorang gadis besar, di punggungnya. Saya merasa bahwa saya adalah anak paling bahagia di dunia di saat dalam gendongan Ibu.

Saya memiliki ibu yang baik. Adalah hal yang paling membahagiakan di dunia bahwa kami bertiga di keluarga saya semua berkultivasi Dafa, meskipun ayah saya masih dianiaya di kamp kerja paksa.

Sekitar dua tahun kemudian, ibu saya dilaporkan ke polisi karena membagikan materi klarifikasi fakta. Seorang polisi menampar wajahnya dan menangkapnya.

Ibu saya sekali lagi dimasukkan ke dalam kamp kerja paksa, dan sekali lagi saya ditinggalkan sendirian. Saya sering ingat hari-hari ketika ibu menggendong saya.

Seorang praktisi setempat menyarankan agar saya menulis surat klarifikasi fakta dan mengirimkannya. Ketika saya pertama kali memutuskan untuk menulis surat, saya berpikir bahwa jika saya tidak makan pagi di pagi hari, saya akan menghemat cukup uang untuk mengirim surat.

Akibatnya, saya tidak lapar sama sekali meskipun saya tidak sarapan pagi hari itu. Saya pikir Guru sedang menyemangati saya ketika dia tahu bahwa saya ingin menyelamatkan orang. Terima kasih Guru!

Suatu kali, saya sedang mengantre untuk potong rambut di sebuah salon. Saya melihat banyak orang di salon itu dan ingin memberi tahu mereka kebenaran tentang Dafa.

Penata rambut baru saja memotong rambut wanita tua, dan saya memuji keahliannya. Dia sangat senang mendengar ini.

Kemudian saya mengajaknya bercakap-cakap sehingga saya bisa menceritakan fakta tentang Dafa. Dia ragu pada awalnya dan skeptis tentang bagaimana seorang anak bisa mengerti begitu banyak.

Ketika saya berbicara lebih banyak, dia mulai mendengarkan dengan seksama. Dia bahkan menanyakan beberapa pertanyaan, yang saya jawab satu per satu.

Selama percakapan kami, sikapnya berubah dari ragu menjadi percaya. Orang-orang lain di salon diam-diam mendengarkan pembicaraan kami. Saya merasa sangat senang untuk mereka setelah meninggalkan toko.

Setelah beberapa tahun, ayah saya keluar dari kamp kerja paksa.

Begitu tiba di rumah, ia mulai memberikan dukungan teknis kepada para praktisi di daerah setempat. Pada akhir pekan, dia membawa saya ke mal elektronik yang jauh untuk membeli persediaan sehingga praktisi dapat membuat materi klarifikasi fakta.

Ayah saya penuh dengan pikiran lurus dan akan mengklarifikasi fakta ke mana pun dia pergi. Dia berbicara dengan para penjual tentang Dafa dan memberi mereka DVD. Saya belajar banyak darinya tentang cara mengklarifikasi fakta.

Dia sering berbagi pemahamannya dengan saya berdasarkan Fa dan mendorong saya untuk belajar Fa lebih banyak. Saya mulai membagikan Sembilan Komentar Mengenai Partai Komunis sesuai dengan apa yang saya pelajari dari para praktisi dewasa.

Orang-orang suka tinggal di luar saat senja dan sore hari selama musim panas, jadi saya membawa beberapa Sembilan Komentar di tas saya dan pergi ke danau untuk berbicara dengan orang-orang.

Saya tidak takut karena saya percaya bahwa selama saya lurus dan ingin menyelamatkan orang, Guru akan melindungi saya. Saya tidak pernah kesulitan membagikan materi dan berbicara kebenaran Dafa.

Kembali ke Jalur Kultivasi

Ketika saya masih muda, saya mengikuti orang tua dan rekan-rekan praktisi dalam kultivasi saya. Sedihnya, pemahaman saya sendiri tentang Fa, sesungguhnya, dangkal.

Ketika saya tumbuh dewasa, terutama setelah saya kuliah, saya tinggal jauh dari orang tua saya dan kehilangan lingkungan kultivasi yang baik itu. Setelah lulus dari perguruan tinggi, saya bekerja di kota yang jauh dari orang tua saya.

Lambat laun, saya dipengaruhi oleh pengejaran manusia biasa. Orang tua saya menyuruh saya belajar Fa lebih banyak setiap kali pulang, tetapi saya tidak mengikuti saran mereka.

Begitu seorang kultivator tidak belajar Fa untuk waktu yang lama, kekuatan lama akan menjauhkannya dari kultivasi.

Suatu hari saya melihat api di atas kepala saya saat obrolan video online dengan teman-teman saya. Saya merasa aneh dan pergi untuk menunjukkan kepada ayah saya. Dia tidak mengatakan sepatah kata pun dan pulang untuk berdiskusi dengan ibu saya.

Keesokan harinya, dia dengan sungguh-sungguh meminta saya untuk duduk di depan mereka. Dia mengatakan kepada saya bahwa dia dan Ibu saya ingin saya belajar di luar negeri dan berharap saya akan berkultivasi dengan rajin di lingkungan luar negeri.

Kemudian Ibu saya bermimpi di mana dia melewati beberapa gunung.

Ada gunung besar di tengah-tengah beberapa gunung kecil. Seorang anak dengan jubah hitam Tao terus membungkuk ke arah gunung. Ibu saya merasa kasihan pada anak itu. Pada saat itu, suara nyaring datang dari langit dan berkata kepada ibu saya, “Anak ini akan dipercayakan kepadamu. Jaga dia baik-baik.”

Kemudian, orang tua saya mempersiapkan saya untuk pergi ke luar negeri. Namun, saya tidak bisa mendapatkan visa untuk beberapa waktu, dan saya mengalami karma penyakit.

Saya mulai menyadari keseriusan kultivasi. Saya bukan lagi murid kecil yang mengikuti orang tua saya berkultivasi. Saya harus berjalan di jalur kultivasi saya sendiri, dan saya harus memenuhi misi saya. Saya mulai membaca ceramah Fa Guru yang baru setiap malam, dan saya menangis ketika membacanya.

Saya menyadari bahwa saya telah sangat banyak tertinggal. Saya berkata dari lubuk hati saya, “Guru, tolong bantu saya. Saya ingin menjadi pengikut Dafa di periode pelurusan Fa. Saya ingin memenuhi sumpah janji saya untuk menyelamatkan makhluk hidup.”

Saya mendapat visa saya keesokan harinya dan meninggalkan Tiongkok sendirian.

Saya bekerja sangat keras, bangun jam lima pagi dan bekerja sampai jam tiga sore untuk mencari nafkah. Kemudian saya pergi ke sekolah dari jam 4:00 sore sampai 9:00 malam. Ketika saya pulang dari sekolah, saya mulai menelepon ke Tiongkok untuk mengklarifikasi fakta sampai jam 1:00 atau jam 2:00 pagi.

Saya hanya tidur selama tiga hingga empat jam sehari selama satu tahun penuh. Tampaknya seperti kehidupan yang sulit, tetapi saya sangat bahagia karena saya kembali berkultivasi.

Saya telah berada di luar negeri selama lima tahun, selama waktu itu saya telah melalui banyak ujian dan kesengsaraan.

Seperti yang Guru katakan,

“Tiap rintangan harus diterobos,

Di mana-mana semua ada iblis,

Ratusan derita sekaligus menimpa,

Lihat dia bagaimana hidup

Bisa menelan derita dunia,

Keluar duniawi adalah Buddha.”

(“Derita Pikiran dan Hatinya,” Hongyin I)