(Minghui.org) Liu Quanwang (pria) bekerja di Tambang Batu Bara Xiaolinghe, yang merupakan bagian dari Biro Penambangan Batubara Nanpiao di Kota Huludao, Provinsi Liaoning. Dia dulu menderita semua jenis masalah kesehatan, termasuk silikosis (fibrosis paru), rheumatoid arthritis, tukak lambung, dan penyakit jantung. Dalam enam bulan berlatih Falun Gong pada tahun 1996, penyakitnya sembuh dan dia mendapatkan kembali kehidupan yang sehat.

Setelah Partai Komunis Tiongkok memulai penganiayaan, ia menjadi sasaran penahanan selama bertahun-tahun, kerja paksa, dan dipenjara karena berlatih dan berbicara tentang Falun Gong, termasuk enam bulan di Pusat Penahanan Kota Huludao, dua tahun di Kamp Kerja Paksa Huludao, dua tahun di Kamp Kerja Paksa Huludao, dua tahun di Kamp Kerja Paksa Tuanhe, satu setengah tahun di Kamp Kerja Paksa Jinzhou, dan lima tahun di Penjara Panjin. Dia disiksa selama 11 tahun. Di bawah ini adalah kisahnya.

Hari-hari di Pusat Penahanan Kota Huludao

Ketika Liu pergi ke Beijing pada bulan Oktober 1999 untuk berbicara tentang hak untuk berlatih Falun Gong, ia dibawa kembali ke kota asalnya oleh Kantor Penghubung Kota Huludao di Beijing. Sampai di kota asalnya, ia ditahan di pusat penahanan setempat, polisi Wang Shulin memukulinya karena membaca buku-buku Falun Gong dan melakukan latihan. Ketika Liu melakukan mogok makan untuk memprotes penganiayaan, ia dicekok paksa makan.

Ketika seorang petugas menangkap teman satu selnya Liu (juga seorang praktisi) sedang membaca Zhuan Falun, petugas lain masuk ke sel untuk mengambil buku itu. Liu memegang buku dekat dadanya dan semua praktisi di sel mengelilinginya untuk melindunginya dari polisi. Petugas memaksa semua orang menyingkir dan menyeret kaki Liu keluar dari sel dengan kepalanya terseret dilantai. Polisi memukulinya dengan selang karet dari ujung kepala sampai ujung kaki, sehingga seluruh tubuhnya memar. Dia kemudian diborgol ke belakang dan dibelenggu selama seminggu. Dia dicekok paksa makan karena melakukan mogok makan.

Ilustrasi penyiksaan: Diborgol ke belakang dan dibelenggu

Setelah 15 hari di pusat penahanan, divisi keamanan tempat dia bekerja membawanya kembali dan terus berusaha memaksanya untuk berhenti berlatih Falun Gong. Ketika dia menolak, dia dibawa ke pusat penahanan lagi selama 15 hari. Dia dikirim bolak-balik antara pusat penahanan dan divisi keamanan tempat kerjanya selama lebih dari enam bulan. Akhirnya, ia dihukum dua tahun kerja paksa dan dibawa ke Kamp Kerja Paksa Kota Huludao.

Disiksa di Kamp Kerja Paksa Kota Huludao

Enam praktisi, termasuk Liu Quanwang, menolak untuk melepaskan Falun Gong. Mereka terus melakukan latihan dan menolak mengenakan seragam narapidana. Akibatnya, mereka dikurung di area yang diawasi dengan ketat, di mana empat narapidana bergantian mengawasi mereka dan menyuruh mereka duduk dalam waktu yang lama tanpa bergerak. Narapidana Wei Wenzhong sering memukuli mereka. Mereka melakukan mogok makan selama lebih dari tiga bulan untuk memprotes penganiayaan dan menuntut pembebasan mereka. Mereka dibawa ke rumah sakit kamp untuk dicekok paksa.

Selama sesi cekok makan paksa, penjaga menahan praktisi di kursi besi dengan memegang lengannya dan menginjak kakinya. Mereka kemudian mencambuk praktisi dengan pipa plastik setebal satu inci. Ketika praktisi itu berjuang dan menolak untuk patuh, para penjaga memerintahkan beberapa narapidana untuk membuka paksa mulut praktisi membuka dengan batang besi dan penggaris logam yang melonggarkan gigi praktisi dan membuat berdarah. Wang Dalu, seorang dokter kamp, memasukkan setengah kilogram garam ke dalam bubur yang digunakan dalam cekok paksa makan untuk menimbulkan lebih banyak rasa sakit dan penderitaan. Sesi cekok paksa berlangsung selama 20 hari.

Peragaan penyiksaan: Cekok makan paksa

Karena Liu terus menolak untuk berhenti berlatih, ia disengat dengan tongkat listrik.

Praktisi Chen Dewen, 57 tahun, seorang penduduk Desa Chen di Kecamatan Gejia, Kabupaten Suizhong, Provinsi Liaoning, disiksa sampai mati dengan tongkat listrik pada tanggal 11 Maret 2001, di Kamp Kerja Paksa Kota Huludao. Pihak berwenang menyatakan kematiannya akibat penyakit jantung. Para pelaku termasuk Wang Shengli, Zhang Fusheng, Song, Guo, Li Jian, Song Dadui, Kapten Yang, Wang Zhuzhen, Zhang Guozhu, Kepala Divisi Yang, dan Cui Xiaodong.

Lebih dari 200 praktisi ditahan di Kamp Kerja Paksa Kota Huludao pada tahun 2000. Sekitar 60 dari mereka ditempatkan di tim yang dipantau ketat karena menolak untuk melepaskan Falun Gong. Mereka melakukan mogok makan kolektif untuk memprotes dan menuntut pembebasan.

Komite Urusan Politik dan Hukum Kota Huludao dan Kantor 610 mengerahkan lebih dari seratus polisi anti huru-hara untuk membuat penyiksaan khusus. Para petugas diatur sekitar satu meter terpisah dan masing-masing diberi tongkat listrik. Mereka berdiri di kedua sisi jalan dari tim yang diawasi ketat sampai ke kantor divisi pendidikan. Liu Guohua dan petugas lainnya menyatakan bahwa mereka yang tidak mau mematuhi aturan tim yang diawasi secara ketat dapat melangkah maju dan pergi. Liu Quanwang, Chen Dewen, Zhang Xuan, Zhao Lianxin, He Fenghua, dan Li Xuemin mulai berjalan dan disengat sepanjang jalan oleh banyak petugas yang berbaris di jalan setapak.

Peragaan penyiksaan: Disengat dengan tongkat listrik

Keenam praktisi itu kemudian dikurung di ruang terpisah. Di setiap kamar, puluhan petugas bergantian menyengat mereka dengan tongkat listrik dan memukuli mereka dengan kejam, bahkan ketika mereka bertanya apakah mereka mau menyerah dan menurut. Penyiksaan dimulai pada malam hari dan berlangsung sampai pagi berikutnya. Petugas menggunakan tongkat, ikat pinggang kulit, sepatu bot, dan tinju. Keenam praktisi dipukuli hingga tidak dapat dikenali lagi.

Liu Guohua dan petugas lainnya menarik celana praktisi Zhao Lianxin dan menggunakan tongkat listrik untuk menyengat bagian pribadinya dan bahkan memasukkan tongkat itu ke dalam anusnya. Mereka menuangkan air dingin untuk menyadarkannya ketika dia pingsan, kemudian terus menyengat dan memukulnya. Kepala Zhao memar parah dan matanya bengkak. Penyiksaan itu berlangsung selama tiga hari.

Perlawanan di Kamp Kerja Paksa

Ketika kepala divisi pendidikan ulang mengarahkan tongkatnya kepada Liu Quanwang dan bertanya, "Apakah kamu membenci kami karena memperlakukan kamu dengan cara ini?" Liu menjawab, "Tidak. Guru saya mengajari kami tidak akan dapat mencapai kesempurnaan dalam kultivasi jika kami tidak mencintai musuh kami, anda bahkan bukan musuh saya. Kita tidak memiliki permusuhan. Jiang Zemin memerintahkan penganiayaan. Sebagai petugas polisi, anda hanya melakukan tugas untuk mencari nafkah. Anda memperlakukan kami seperti ini karena anda tidak memiliki kesempatan untuk mencari tahu fakta kebenaran tentang Falun Gong dan telah tertipu oleh fitnah propaganda."

Kepala divisi melempar tongkatnya dan menyuruh Liu kembali ke selnya. Sejak saat itu, kepala divisi berhenti memukulinya dan menolak mengikuti perintah untuk menyiksa praktisi.

Salah satu petugas beragama Kristen. Dia berkata kepada Liu, "Praktisi Falun Gong menderita penganiayaan yang serupa dengan apa yang diderita Yesus di masa lalu. Sejarah berulang. Sama seperti Yesus, anda disucikan dan meningkat melalui cobaan dan penderitaan.”

Seluruh praktisi Falun Gong bertindak menentang penganiayaan di kamp kerja paksa. Mereka menulis dan menandatangani surat untuk memprotes penganiayaan mereka dan menuntut pembebasan. Liu Quanwang adalah orang pertama yang menandatangani namanya pada surat itu. Liu dan praktisi lainnya menentang dengan cara lain, seperti empat contoh di bawah ini.

Contoh 1 -- Suatu hari, walikota Huludao menjamu puluhan pejabat pemerintah dan jurnalis di kamp kerja paksa membuat rekaman video untuk memfitnah Falun Gong dan membenarkan penganiayaan. Liu menunjuk walikota dan berkata, "Sebagai pegawai negeri, anda pejabat pemerintah dan petugas polisi menangkap dan menahan warga negara yang baik yang berlatih Falun Gong dan mengabaikan penjahat yang sebenarnya. Bagaimana anda bisa mengklaim sebagai pegawai negeri?" Walikota mengatakan kepada operator kamera untuk segera berhenti syuting.

Contoh 2 -- Suatu hari, Liu menulis "Falun Dafa baik" di papan tulis di ruang kelas. Marah, pihak berwenang mengumpulkan 60 praktisi di ruang kelas. Mereka bertanya siapa yang melakukannya dan mengancam untuk tidak membiarkan siapa pun tidur jika tidak ada yang mengaku. Liu melangkah maju dan mengakuinya. Dia kemudian memberi tahu petugas bahwa dia mendapat manfaat dari berlatih Falun Gong. Para penjaga membiarkannya pergi tanpa menghukumnya.

Contoh 3 -- Liu dan beberapa praktisi lainnya, termasuk Zhao Lianxin, Yao Yanhui, dan Zhang Xuan, mengumpulkan buku dan majalah yang memfitnah Falun Gong dari ruang kelas dan membawanya ke ruang penyimpanan. Mereka meminjam korek api dan mulai membakarnya, menyebabkan banyak asap di gedung. Ketika pihak berwenang bertanya tentang hal itu, narapidana biasa melindungi para praktisi dengan mengatakan bahwa itu adalah kecelakaan, bahwa seseorang melemparkan puntung rokok ke tempat sampah.

Contoh 4 -- Ding Wenxue, wakil kapten tim Liu, memanggilnya ke kantor dan memulai pidato panjang yang memfitnah Falun Gong. Liu menunjuk ke arah Ding dan berkata, “Bukan kamu yang mengatakan ini. Kamu kerasukan.” Pada saat itu juga, Ding jatuh ke meja, wajahnya pucat dan tubuhnya diam. Ketika Liu berpikir bahwa ia tidak ingin Ding mati, Ding hidup kembali dan mulai bergerak lagi. Dia menyuruh Liu untuk kembali ke selnya. Kemudian, setiap kali penjaga memanggil Liu ke kantor, mereka pertama-tama akan memohon padanya, “Tolong jangan arahkan jari anda ke arah saya. Saya takut akan hal itu.” Liu tahu bahwa wakil kapten Ding telah memberi tahu timnya tentang pertemuan mereka sebelumnya.

Teknik curang di Kamp Kerja Paksa Kota Huludao

Untuk mencoba memaksa praktisi melepaskan keyakinan mereka, otoritas Kamp Kerja Paksa Kota Huludao sering meminta bantuan Kamp Kerja Paksa Masanjia yang terkenal. Pada salah satu kesempatan ini, direktur Masanjia dan dua puluhan narapidana yang mengaku sebagai mantan praktisi Falun Gong datang ke Kamp Kerja Huludao.

Mereka memanggil Liu ke kantor, seorang narapidana wanita cantik dengan rok pendek yang menunjukkan pahanya mengklaim bahwa dia ingin membaca satu buku Falun Gong di sebelahnya. Penjaga Liu bangun dan dia mengatakan padanya untuk tidak terlalu dekat, bahwa mereka bisa bergiliran memegang buku untuk dibaca.

Setelah beberapa saat, narapidana wanita berusaha mendekat, jadi Liu menyuruhnya mundur lagi. Dia marah dan pergi.

Kemudian, Liu mendengar dari praktisi lain yang telah setuju untuk melepaskan latihannya karena teknik ini. Praktisi ini berkata bahwa dia jatuh dalam perangkap yang sama dengan yang mereka lakukan pada Liu dan memberitahunya bagaimana cara kerjanya. Ketika narapidana wanita itu mendekatinya untuk membaca buku itu, penjaga akan bergegas ke kamar dan mengklaim keduanya intim. Para penjaga kemudian akan mengancam bahwa mereka akan memberi tahu semua orang bahwa keduanya melakukan hal-hal yang cabul di ruangan itu jika dia menolak untuk meninggalkan latihannya.

Liu memahami betapa liciknya otoritas kamp harus menggunakan segala cara yang diperlukan untuk memaksa praktisi melepaskan keyakinan mereka.

Berkat upaya praktisi, semuanya membaik secara bertahap dan mereka dapat membaca buku-buku Falun Gong, melakukan latihan, dan melafalkan puisi dari Hong Yin dengan keras.

Pada dua tahun terakhir, Liu dibawa kembali ke pusat penahanan setempat selama 45 hari. Dia kemudian dipaksa menjadi tunawisma untuk menghindari penganiayaan lebih lanjut.

Dua Tahun di Kamp Kerja Paksa Tuanhe Beijing

Liu pergi ke Beijing pada tanggal 13 Mei 2002, untuk memasang spanduk yang bertuliskan “Sejati-Baik-Sabar baik. Falun Dafa baik.” Dia dikirim ke Kamp Kerja Tuanhe di Beijing selama dua tahun.

Suatu hari penjaga kamp mengumpulkan semua praktisi yang ditahan untuk menonton video yang memfitnah Falun Gong. Liu berdiri dan mengumumkan bahwa dia tidak akan menonton video yang mengecam Falun Gong dan penciptanya. Beberapa praktisi lain juga berdiri. Para penjaga memerintahkan mereka berdiri di lorong menghadap ke dinding untuk waktu yang lama.

Setelah itu, seorang penjaga memberi tahu Liu, "Kamu praktisi kedua yang berani menolak untuk menonton video. Kamu punya nyali.” Dia lalu memberinya acungan jempol.

Semua praktisi yang tidak menyerah jatah makanan mereka dipotong setengah dan tidak diberi pakaian musim dingin.

Pada hari yang sangat dingin dengan salju tebal dan angin dingin, para penjaga memerintahkan beberapa tahanan menyeret Liu turun dan melemparkannya ke tanah. Kemudian mereka mengangkat pakaiannya dan menutupi perut dan anggota tubuhnya dengan es dan salju dan meninggalkannya dalam angin untuk waktu yang lama. Kakinya membeku dan melepuh. Mereka kemudian memerintahkannya untuk berlari di salju, tetapi dia menolak.

Di musim panas, para praktisi yang teguh dipaksa berlari sejauh dua kilometer di terik siang hari. Kemudian mereka harus berdiri di bawah sinar matahari langsung tanpa air. Beberapa praktisi pingsan.

Di tim ketiga, para penjaga memerintahkan para tahanan untuk menutup saluran toilet dan menyuruh beberapa dari mereka buang air kecil di mangkuk. Kemudian para penjaga memaksa kepala Liu ke dalam mangkuk dan meletakkan kaki mereka di atasnya, hampir mencekiknya.

Ketika Liu melakukan mogok makan untuk memprotes pelecehan itu, para penjaga mencekok dengan air selokan yang penuh dengan kotoran manusia. Liu terus muntah.

Ilustrasi penyiksaan: Dicekok paksa makan kotoran manusia

Ketika dia dipaksa untuk duduk dalam waktu yang lama, pantatnya menjadi sakit karena tekanan.

Ilustrasi penyiksaan: Dipaksa Duduk

Bangunan barat di Kamp Kerja Paksa Tuanhe markas sebuah tim bernama "Conquering the Formidable" yang dirancang khusus untuk menyiksa para praktisi Falun Gong yang tabah. Liu dipukuli di sana dan dilarang tidur setiap malam.

Penjaga Yan Xiaojie mengatakan kepada para tahanan di sana untuk memukul Liu dengan tongkat kayu dan, apabila rusak, untuk menyodok Liu dengan ujung yang tajam. Di musim dingin, mereka akan membuka pintu dan jendela, menuangkan air dingin ke Liu, kemudian menyalakan kipas angin listrik. Bahkan para narapidana terserang pilek. Mereka juga mengencingi Liu. Karena duduk dalam waktu yang lama, area pantatnya mengalami luka besar. Penjaga Zhao memberi tahu para tahanan untuk memberi salep pada daerah yang mengalami ulserasi tetapi sebenarnya memerintahkan mereka untuk mengupas keropeng dan menyodok luka yang terbuka.

Liu juga dilarang menggunakan toilet. Dia secara rutin dipaksa berdiri tegak dalam waktu yang lama dan membersihkan toilet dan lantai lorong dari tengah malam hingga jam empat pagi. Suatu hari, beberapa penjaga memukulinya dengan kejam di kamar kecil pria.

Lain kali ketika Liu pergi ke kamar kecil pria, Wei Hongtao dan penjaga lainnya bergegas masuk, menyeretnya keluar, dan memukulinya tanpa alasan yang jelas. Pada bulan Agustus 2003, dia diikat di kursi dan tidak diizinkan tidur atau menggunakan toilet, menyebabkan dia mengotori celananya.

Yan Xiaojie, yang saat itu adalah kapten tim wanita, tidak memiliki cara untuk memaksa praktisi menyerah. Suatu hari, Yan mengatakan kepada istri Liu untuk mengunjunginya dan membawa harmonika. Yan kemudian mengatakan kepadanya bahwa, karena dia dulu bermain harmonika, dia harus bermain untuk istrinya selama kunjungan. Yan mengatur penjaga wanita muda yang cantik untuk mengajarinya cara bermain lebih baik. Ketika Liu tidak mau bekerja sama, Yan mengancamnya, "Jika kamu tidak berhenti berlatih Falun Gong, jangan berharap untuk melihat istri kamu lagi. Bahkan setelah masa hukuman kamu habis, kamu tidak akan pulang karena polisi setempat akan memindahkan kamu ke fasilitas mereka dan menahan di sana.”

Setelah menderita berbagai bentuk siksaan tidak berperikemanusiaan yang tak berkesudahan, Liu berusaha untuk membenturkan kepalanya ke radiator logam. Dia pingsan dan disadarkan kembali. Pihak berwenang kemudian memaksanya untuk mengenakan helm dan memborgolnya ke kursi.

Satu Setengah Tahun di Kamp Kerja Paksa Kota Jinzhou

Liu pergi mengunjungi praktisi Liu Fengmei untuk belajar cara menggunakan komputer pada bulan September 2005. Dia menulis catatan belajar dan kata sandi komputer di buku catatan. Dia ditangkap dalam perjalanan pulang dan kemudian dikirim ke Kamp Kerja Paksa Jinzhou selama satu setengah tahun.

Pada tanggal 26 November 2005, Liu melakukan latihan Falun Gong di kamp dan puluhan tahanan diperintahkan oleh instruktur politik kamp kerja paksa Li Songtao untuk memukulnya. Dia kemudian ditahan di sel isolasi selama seminggu sementara anggota tubuhnya ditarik dan diborgol ke sudut tempat tidur.

Situs web Minghui telah melaporkan rincian insiden ini dalam artikel "Jinzhou City Forced Labor Camp Intensifies Its Brutal Torture of Falun Dafa Practitioners.” Versi asli Mandarin diterbitkan pada tanggal 30 Juli 2006.

Liu dijadwalkan akan dibebaskan pada tanggal 3 Maret 2007, tetapi otoritas kamp menahannya selama sepuluh hari lagi.

Lima Tahun di Penjara Panjin di Provinsi Liaoning

Pada sore hari, tanggal 23 Maret 2008, polisi muncul di rumah Liu dan bertanya apakah dia masih berencana pergi ke Beijing berbicara untuk Falun Gong. Dia bersikeras bahwa itu adalah hak hukumnya untuk pergi ke Beijing. Polisi menggeledah rumahnya dan menangkapnya.

Ketika para tetangga mempertanyakan legalitas penangkapannya, polisi menjawab, “Pertandingan Olimpiade akan segera dilaksanakan. Kami harus menangkap banyak praktisi Falun Gong."

Ketika Liu mengatakan kata-kata "Falun Dafa baik" di pengadilan, hakim mengatakan kepadanya, "Saya akan menghukum kamu tiga tahun penjara. Sekarang setelah kamu mengatakan itu, saya akan menambahkan dua tahun lagi.” Dia dibawa ke Penjara Panjin di Provinsi Liaoning.

Sesekali semua narapidana harus jongkok di lapangan di luar sementara otoritas penjara memeriksa semua sel. Liu melawan sekali dan dipukuli dan disengat dengan tongkat listrik selama beberapa jam.

Selama inspeksi sel lainnya, para penjaga mengambil artikel Falun Gong tulisan tangan Liu. Dia melakukan mogok makan untuk memprotes. Tujuh hari mogok makan, ia dibawa ke rumah sakit penjara dan ditahan di sana selama lebih dari dua bulan.

Ketika pihak berwenang mencoba membawanya kembali dari rumah sakit, ia melawan dan disengat dengan tongkat listrik. Ketika tongkat listrik mati, para penjaga menggunakan jarum untuk menusuk jari dan rokok untuk membakar ujung jarinya. Penjaga Hu Xiaodong berkata kepadanya, "Saya akan memberi kamu minum kopi." Lalu penjaga itu berdahak, meludahkannya ke dalam asbak, dan mencekoknya dengan paksa ke tenggorokan Liu.

Para penjaga terus menyengat selama empat jam, membakar bibir atasnya dan menyebabkan lecet di sekujur tubuhnya. Para penjaga takut bahwa orang lain mungkin melihat lepuh dan menggunakan jarum untuk menusuk, yang sangat menyakitkan.

Karena dia masih tidak mau menyerah, kapten Han Yan memperoleh izin dari kantor administrasi Penjara Panjin untuk menggunakan dua tongkat listrik dengan kekuatan gabungan 1,5 juta volt pada Liu. Mereka menggunakan satu tongkat di bagian atas kepalanya dan satu lagi di kakinya untuk menyengat secara bersamaan. Menurut catatan Liu, dia merasa seolah-olah palu yang berat mengenai kepalanya dan tubuhnya akan meledak. Para penjaga juga terus menuangkan air ke atasnya. Setelah itu, dia tidak bisa berjalan dan harus dibawa kembali ke selnya.

Peragaan penyiksaan: Disengat dengan tongkat listrik

Setelah disengat dengan tongkat bertegangan sangat tinggi, tongkat biasa terasa seperti gigitan nyamuk. Ketika para penjaga menyengat lagi, dia akan balas menatap mereka. Itu membuat mereka takut dan berhenti.

Kapten Li mengatakan kepada Liu suatu hari, "Karena kamu ingin berlatih, saya akan memberikan tempat yang tepat untuk melakukannya." Dia membawanya ke tempat yang penuh dengan nyamuk dan memerintahkan narapidana untuk melepaskan pakaiannya agar nyamuk bisa berpesta pora. Dalam dua jam berikutnya, wajah, telinga, dan tubuhnya tertutupi benjolan merah dan sangat bengkak. Hari berikutnya ketika para penjaga melakukan hal yang sama, tidak ada nyamuk yang menggigit Liu karena mereka masih kenyang dari sesi makan hari sebelumnya.

Ilustrasi penyiksaan: Digigit nyamuk

Di masa lalu, setiap kali Liu melakukan latihan Falun Gong, para penjaga memborgolnya ke tempat tidur. Setelah kejadian nyamuk, kapten Li tidak peduli lagi ketika dia melakukan latihan.

Empat setengah tahun masa hukumannya di Penjara Panjin, banyak praktisi yang teguh dipindahkan ke penjara di kota-kota lain, termasuk Kota Anshan, Kota Yingkou, dan Kota Dalian. Liu dibawa ke Penjara Nanguanling di Kota Dalian, ia dipaksa duduk di kursi kecil di sel isolasi tanpa jendela atau cahaya selama beberapa hari. Ketika dia tertidur, para penjaga memukulinya dan menuangkan air dingin. Praktisi lain, Wang Hongtingm disiksa dengan cara ini sampai ia sakit mental.

Ketika Liu kurang tidur dan labil, para penjaga akan membuatnya menandatangani pernyataan yang menyatakan bahwa ia akan melepaskan Falun Gong. Segera setelah dia sadar kembali, dia tidak menghiraukan pernyataan itu. Kemudian penjaga akan terus menyiksanya dengan cara yang sama dan memaksanya untuk menyerah berulang kali.

Pemerintah provinsi kemudian menugaskan inspektur untuk memeriksa status praktisi yang menurut otoritas penjara telah melepaskan latihan mereka. Selama wawancara, Liu mengatakan kepada inspektur bahwa tidak adil dia dijatuhi hukuman lima tahun penjara hanya karena berlatih Falun Gong. Inspektur menyadari bahwa dia belum benar-benar melepaskan kepercayaannya. Otoritas penjara marah dan terus menyiksanya. Dia dipaksa berdiri menghadap dinding karena menolak melakukan kerja keras yang ditugaskan di tempat kerja. Dia menyatakan beberapa kali bahwa dia akan terus memegang keyakinannya dan berlatih Falun Gong. Karena masa hukumannya hampir berakhir, pihak berwenang meninggalkannya sendirian.

Liu dibebaskan pada tanggal 22 Maret 2013.

Banyak orang meneteskan air mata ketika mereka mendengar apa yang dialami oleh Liu. Ketika orang bertanya kepadanya apakah dia membenci orang yang menyiksanya, dia menjawab, “Mengapa saya membenci mereka? Mereka adalah korban kebohongan dan propaganda PKT. Cobaan saya dimaksudkan untuk membangunkan mereka, membantu mereka mengatakan yang benar dan yang salah, dan membuat mereka berhenti berpartisipasi dalam penganiayaan, sehingga memilih masa depan yang baik untuk keluarga mereka dan diri mereka sendiri. Itu harapan saya. Mereka telah melakukan kejahatan yang harus mereka bayar. Saya menitikkan air mata karena mereka menganiaya praktisi Falun Gong tanpa mengetahui fakta kebenaran. Terlepas dari 11 tahun penderitaan saya, saya menganggap diri saya beruntung karena saya keluar dari penjara hidup-hidup. ”