Falun Dafa Minghui.org www.minghui.org CETAK

Lumpuh karena Penyiksaan 10 Tahun Lalu, Wanita Ini Ditangkap Lagi karena Keyakinannya

9 Jan. 2020 |   Oleh koresponden Minghui di Provinsi Liaoning, Tiongkok

(Minghui.org) Seorang wanita di Kota Lingyuan, Provinsi Liaoning menjadi lumpuh setelah disiksa 10 tahun yang lalu karena keyakinannya pada Falun Gong. Dia ditangkap lagi pada Juli 2019 dan dianiaya saat berada di tahanan polisi.

Falun Gong, juga dikenal Falun Dafa, adalah latihan spiritual dan meditasi yang telah ditindas oleh rezim komunis Tiongkok sejak 1999.

Beberapa petugas dari Departemen Kepolisian Kota Lingyuan masuk apartemen Li Yajun di lantai tiga pada pagi hari, 5 Juli 2019. Li tidak mampu berjalan karena kelumpuhannya, para petugas menyeretnya turun dari tangga dan jalan yang cukup jauh menuju kendaraan yang diparkir. Beberapa petugas tinggal di apartemen untuk melakukan penggeledahan. Buku-buku Falun Gong dan materi terkaitnya disita.

Polisi menginterogasi dirinya di departemen kepolisian, namun Li menolak untuk bekerja sama dan menyarankan mereka untuk tidak terlibat di dalam penganiayaan.

Polisi membawa Li ke Pusat Penahanan Kota Chaoyang pada sore hari, yang berjarak kira-kira 96,5 km. Dia menjalani pemeriksaan fisik di rumah sakit sebelum mereka tiba di pusat penahanan. Seorang dokter di pusat penahanan menolak menerima Li begitu melihat kondisi fisik Li.

Polisi membawanya kembali dan dibebaskan pada malam hari. Kerepotan dan perjalanan panjang sangat memberatkan Li.

Penganiayaan di Masa Lalu

Selama 20 tahun penganiayaan Falun Gong terakhir ini, Li telah ditangkap beberapa kali karena menolak untuk melepaskan keyakinannya. Dia harus meninggalkan rumah selama empat tahun untuk menghindari penganiayaan lebih lanjut.

Ketika ditangkap lagi, dia dihukum satu tahun kerja paksa, tetapi segera dibebaskan karena kamp kerja paksa setempat menolak untuk menerimanya berhubung kesehatannya buruk.

Li disiksa setiap kali ditahan. Setelah penangkapan pada tahun 2009, dia dipukuli oleh sekelompok penjaga dan tahanan lain. Akibatnya, dia mengalami trauma fisik di leher, yang kemudian menyebabkan kerusakan saraf tulang belakang dan kelumpuhan permanen. Tidak mampu merawat diri sendiri, hal ini memberi tekanan besar kepada keluarganya, baik secara finansial maupun mental.