Falun Dafa Minghui.org www.minghui.org CETAK

Bertambahnya Pengaruh Partai Komunis Tiongkok dan Ledakan Kasus Virus Corona di New York dan AS (Bagian 1)

18 April 2020 |   Oleh Ying Zi dan Tian Yun

(Minghui.org) “30 tahun setelah Tembok Berlin runtuh, orang Amerika tidak memahami bahaya komunisme,” tulis Marion Smith, direktur eksekutif Yayasan Memorial Korban Komunisme, di USA Today pada 8 November 2019. “Ada alasannya mengapa setelah tragedi besar kita diingatkan untuk tidak melupakan. Umat manusia memiliki kecenderungan membuat kesalahan yang sama berulang-ulang."

Tidak banyak orang yang menaruh perhatian pada peringatan Smith saat tulisannya diterbitkan. Beberapa minggu kemudian, virus corona yang ganas muncul di pusat kota Wuhan. Meskipun virus ini terdeteksi dan dilaporkan oleh dokter medis, Partai Komunis Tiongkok (PKT) awalnya malah menutupinya, suatu tindakan yang akhirnya mengakibatkan virus menyebar ke seluruh dunia.

Pada 6 April 2020, Amerika Serikat telah melaporkan lebih dari 360.000 kasus infeksi, lebih banyak dari negara lain di dunia (walaupun jumlah infeksidi Tiongkok secara umum dianggap dilaporkan di bawah kenyataan). Kota New York, sebuah mercusuar dari dunia bebas, memiliki lebih banyak kasus daripada kota atau negara bagian lain di AS.

Dalam laporan ini, kami merefleksikan hubungan antara AS-Tiongkok selama bertahun-tahun yang barangkali telah memungkinkan kebangkitan Tiongkok dan infiltrasinya ke AS. Pengaruh PKT yang terus berkembang di dunia telah memfasilitasi ekspor ketidakpeduliannya terhadap kehidupan manusia. Upaya menutup-nutupi wabah virus coronatelah mengubah epidemi menjadi pandemi global.

Tidak hanya orang Tiongkok, tetapi orang di seluruh dunia, termasuk AS, telah menjadi korban dari PKTyang menutup-nutupi wabahdalam krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya. Ketika kita berkabung atas hilangnya nyawa akibat pandemi dan berdoa untuk keselamatan dan kesehatan semua orang, kami berharap laporan ini menjelaskan bahaya PKT dan mendorong orang untuk memutuskan hubungan dengannya.

Laporan ini dibagi menjadi enam bagian:

Bab 1: Kekuatan Partai Komunis Tiongkok Meningkat melalui Dukungan AS
Ba
b 2: Pengaruh Partai Komunis Tiongkok meluas di Manhattan
Ba
b 3: Propaganda 24/7 Partai Komunis Tiongkok di Time Square
Ba
b 4: Pengaruh Besar Partai Komunis Tiongkok dalam Organisasi PBB dan LSM
Ba
b 5: Kampanye Indoktrinasi Partai Komunis Tiongkok di Kampus AS
Ba
b 6: Infiltrasi Partai Komunis Tiongkok dalam Komunitas AS

Bab 1: Kekuatan Partai Komunis Tiongkok Meningkat melalui Dukungan AS

"Komunisme adalah gagasan yang salah, dan jawaban untuk gagasan yang salah adalah kebenaran, bukan ketidakpedulian," kata Richard Nixon selama kampanye pemilihannya pada 21 Agustus 1960, "Komunisme dimulai dengan proposisi bahwa tidak ada kebenaran universal atau kebenaran umum dari sifat manusia."

Tiongkok Masuk WTO

Dua belas tahun kemudian, Nixon membelokkan ideologinya dan mengunjungi Tiongkok pada Februari 1972. AS dan Tiongkok menjalin hubungan diplomatik pada 1 Januari 1979. Sejak itu AS mengakui Republik Rakyat Tiongkok sebagai satu-satunya pemerintah Tiongkok dan Taiwan sebagai bagian dari Tiongkok.

Perjanjian perdagangan bilateral ditandatangani oleh presiden saat itu Jimmy Carter, dan Tiongkok diberi status negara yang diistimewakan (MFN). Dengan Perjanjian Kerjasama dalam Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, juga ditandatangani pada tahun 1979, setelah itu ratusan proyek penelitian bersama dan program kerja sama diluncurkan antara kedua negara ini.

Kolaborasi dengan AS juga meningkatkan posisi internasional Tiongkok. Setelah menjadi anggota Bank Dunia pada tahun 1980, Tiongkok menerima pinjaman pertamanya pada tahun 1981. Dengan bantuan dari AS dan Jepang, Tiongkok menjadi anggota Bank Pembangunan Asia, yang kemudian memberikan pinjaman $ 40 miliar kepada Tiongkok untuksector transportasi, energi, air, pertanian, keuangan, dan proyek lainnya.

Setelah PKT menindas gerakan demokrasi Tiananmen pada tahun 1989, perundang-undangan diajukan di AS untuk membatalkan atau mempertimbangkan kembali status MFN Tiongkok. Presiden Bill Clinton mengumumkan pada tahun 1993 bahwa Tiongkok perlu memenuhi kriteria hak asasi manusia tertentu untuk memperpanjang status MFN. Namun, di bawah tekanan kepentingan bisnis AS, Clinton memperpanjang status MFN Tiongkok tanpa syarat - tanpa mempertimbangkan masalah hak asasi manusianya.

Perjanjian Hubungan AS-Tiongkok 2000 dari Kongres AS ditandatangani menjadi undang-undang oleh Clinton pada 10 Oktober tahun itu. Ini memberikan status permanen hubungan perdagangan normal (NTR) Tiongkok (sebelumnya disebut MFN) setelah menjadi anggota penuh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Tiongkok secara resmi bergabung dengan WTO pada 11 Desember 2001, dan statusnya MFN dibuat permanen pada Desember 2001 oleh presiden saat itu George W. Bush.

Harapan AS Tidak Terpenuhi

Serangkaian peristiwa ini mengubah komunis Tiongkok menjadi pemain utama dalam perekonomian dunia. “Sebelum 1978, Tiongkok berlandaskan pada ekonomi sosialis dan sebagian besar terisolasi; sejak itu, secara bertahap telah membuka perekonomiannya ke seluruh dunia,” tulis sebuah artikel dari Dewan Hubungan Luar Negeri.

Tiongkok sudah menjadi ekonomi terbesar keenam pada tahun 2000 dengan populasi satu miliar orang. Masuknya ke WTO pada tahun 2001 semakin mempercepat perkembangannya di dunia. Perdagangan barang antara Tiongkok dan AS meningkat lebih dari tiga puluh kali lipat, dari kurang dari $ 8 miliar pada 1986 menjadi lebih dari $ 578 miliar pada 2016. Pada 2009, Tiongkok telah melampaui Jerman menjadi eksportir terbesar di dunia. Perkonomian Tiongkok pada tahun 2009 adalah delapan kali lebih besar dari pada tahun 2001.

Pemulihan hubungan dengan Tiongkok oleh Nixon sangat menguntungkan Tiongkok, tetapi sistem politik komunismenya sebagian besar tetap sama dalam beberapa dekade terakhir.

Dua bulan setelah menjalin hubungan diplomatik dengan AS pada Januari 1979, Tiongkok perang perbatasan singkat dengan Vietnam sebagai tanggapan atas invasi dan pendudukan Vietnam ke Kamboja di tahun 1978 (invasi tersebut mengakhiri kekuasaan Khmer Merah yang didukung Tiongkok).

Ketika Presiden Ronald Reagan mengunjungi Beijing pada tahun 1984, pidatonya yang mengkritik Uni Soviet dan memuji kapitalisme, demokrasi, dan kebebasan beragama tidak ditayangkan di TV pemerintah Tiongkok.

Sejak Tiongkok masuk ke WTO pada Desember 2001, pekerjaan di sektor manufaktur AS menurun semakin cepat. Institut Kebijakan Ekonomi memperkirakan bahwa defisit perdagangan dengan Tiongkok mengakibatkan hilangnya sekitar 2,7 juta lapangan pekerjaan antara 2001 dan 2011, termasuk manufaktur dan industri lainnya.

Kesalahpahaman tentang Komunisme

Michael Pillsbury, mantan pejabat pemerintah yang bertugas di Departemen Pertahanan dan saat ini menjadi Direktur Pusat Strategi Tiongkok, Hudson Institute, mengulas hubungan antara AS dan Tiongkok dalam bukunya tahun 2015: Marathon Seratus Tahun, Strategi Rahasia Tiongkok untuk Menggantikan Amerika sebagai Negara Adidaya Global.

Seperti kebanyakan pejabat AS lainnya, Pillsbury dulunya percaya bahwa bantuan Amerika akan membantu Tiongkok bergerak ke arah negara yang demokratis dan damai tanpa ambisi regional atau bahkan dominasi global. "Apa yang mengejutkan Pillsbury adalah penemuan bahwa ambisi Tiongkok untuk menjadi kekuatan dominan di dunia telah ada di sana selama ini, pada hakekatnya mendekam ke dalam DNA budaya negara dan tersembunyi, seperti yang dia katakan, di depan mata," tulis ulasan buku itu dari Wall Street Journal.

"Kita sekarang tahu, dari memoar Henry Kissinger, bahwa keputusan mengejar pembukaan dengan Amerika Serikat bukan berasal dari pemimpin sipil Tiongkok, tetapi dari komite empat jenderal Tiongkok," tulis Pillsbury dalam buku itu, menambahkan bahwa para jenderal bermain kartu AS melawan Uni Soviet.

Status Beijing Menanjak Berkat Dukungan AS

David Stilwell, Asisten Menlu untuk Urusan Asia Timur dan Pasifik, memberikan pidato di Pusat Studi Strategis & Internasional (CSIS) pada 13 Desember 2019. Dia mengatakan bahwa selama beberapa dekade, pemerintah AS telah memberikan dukungan yang komprehensif untuk Tiongkok, “Kami memberikan bantuan militer dan intelijen, kami lebih dari cukup melakukan transfer teknologi, kami memastikan akses perdagangan dan investasi preferensial, kami mensponsori dan mengatur pertukaran pendidikan besar-besaran - dan kami masih melakukannya - dan kami menyediakan pembiayaan pengembangan dan pembangunan kapasitas pemerintah-ke-pemerintah yang terorganisir, dan banyak lagi."

Namun, PKT telah menunjukkan peningkatan permusuhan dalam beberapa tahun terakhir "terhadap Amerika Serikat, kepentingan kami, dan prinsip-prinsip kami ... Ini tidak seperti apa yang diinginkan atau diharapkan para pejabat Amerika 40 tahun lalu ketika mereka memprakarsai kebijakan beragam dukungan AS yang intens untuk modernisasi Beijing dan liberalisasi, ” Stilwell menjelaskan.

Bahkan setelah Pembantaian Tiananmen pada tahun 1989, pemerintah AS mempertahankan sebagian besar pendekatan yang sama dengan Toingkok. “Selama beberapa dekade, kami mengakomodasi pelanggaran HAM RRT (Republik Rakyat Tiongkok) tanpa protes yang signifikan. Kami umumnya mengedepankan proliferasi teknologi nuklir dan rudal RRT ke Pakistan, Iran, dan Korea Utara, dan lainnya," lanjutnya, "Kami sangat mengabaikan divisi RRT terkait pemanfaatan ganda teknologi AS bagi kepentingan militer. Kami kemukakan sedikit kritikan terhadap pencurian kekayaan intelektual oleh RRT, pembajakan barang bermerek dagang, dan banyak praktik perdagangan tidak adil lainnya. Pembuatan kebijakan membutuhkan keseimbangan kepentingan, dan kami sering memiliki alasan untuk membiarkan pelanggaran RRT ini atau pelanggaran RRT tidak direspon. Tetapi konsekuensinya meningkat."

Lebih buruk lagi, setelah pembantaian Tiananmen pada tahun 1989, para pemimpin PKT memperkenalkan kampanye pendidikan patriotik ke sekolahan dan budaya. Tujuan kampanye ini adalah untuk menopang dukungan PKT memperkuat nasionalisme dan mencaci-maki orang asing, terutama Amerika dan Jepang.

Stilwell mengatakan dalam pidatonya, “Tetapi para pejabat AS hampir tidak memerhatikan. Sebaliknya, kita berkonsentrasi untuk menghasilkan bab berikutnya dalam kebijakan dukungan untuk RRT. Dan dari semua ini mungkin yang paling menguntungkan dan berdampakadalah: akses RRT ke Organisasi Perdagangan Dunia.

Dia juga mengomentari kesepakatan presiden baru-baru ini dengan Tiongkok: "Presiden Bill Clinton mulai menjabat dengan sikap sangat kritis terhadap catatan hak asasi manusia Beijing ... Namun, pada 1994 Clinton membatalkan desakan itu." "Presiden George W. Bush dan Barack Obama keduanya prihatin pada aspek perilaku Beijing, seperti halnya para pendahulu mereka ... Namun keduanya memastikan bahwa Amerika Serikat melibatkan RRT secara fundamental sebagai mitra dan pendukung."

"Bahkan ketika Beijing berbuat curang terhadap AS dan defisit perdagangan AS dengan Tiongkok melonjak menjadi $ 4 triliun secara kumulatif," Stilwell menjelaskan, "Keduanya mendukung eskalasi status Beijing dalam organisasi internasional yang penting, bahkan ketika Beijing sering melanggar misi dan semangat organisasi ini."

Bab 2: Pengaruh PKT meluas di Manhattan

Jika Tiongkok adalah tanaman, AS mungkin berharap bahwa pada akhirnya akan membuahkan demokrasi dan kebebasan jadi AS terus mendukung dan memelihara. Namun, Tiongkok yang dikuasai PKT, bukanlah, "tanaman" biasa. PKT yang ateis hidup dalam kebencian dan kekerasan dan bagaikan patogen yang akan menyebar seperti sel kanker menginfeksi seluruh dunia jika dibiarkan tidak terkendalikan.

Ketika pemimpin komunis Deng Xiaoping pertama kali mengunjungi AS pada Januari 1979, menteri luar negerinya bertanya selama penerbangan mengapa ia memilih Amerika Serikat untuk kunjungan pertamanya ke luar negeri sebagai pemimpin Tiongkok. "Karena sekutu Amerika semuanya kaya dan kuat, dan jika Tiongkok ingin menjadi kaya dan kuat, kita membutuhkan Amerika," kenang sejarawan John Pomfret.

Deng, seorang pengikut kuat doktrin Mao "kekuatan politik tumbuh dari laras senjata," menyerbu Vietnam kurang dari tiga minggu kemudian. "Anak kecil semakin nakal, sudah waktunya dia dipukul," katanya dengan ringan kepada Presiden Carter, 10 tahun sebelum tank melindas para pengunjuk rasa di Lapangan Tiananmen pada tahun 1989 di bawah perintahnya.

Bahkan dengan status WTO, komunis Tiongkok tidak akan sekuat seperti saat ini seandainya tidak terus-menerusdiinfusikan modal dari Barat, terutama Wall Street. Dipelihara oleh para tokoh keuangan dari AS dan pasar lain, pertumbuhan PKT mencapai tingkat baru yang belum pernah terjadi sebelumnya menjadi entitas kanker yang berkembang pesat.

Pengaruh Wall Street pada Kebijakan AS bagiTiongkok

Ketika mengunjungi Beijing pada tahun 1994, Ketua Federal Reserve Alan Greenspan mengatakan kepada para pemimpin Tiongkok bahwa AS dan seluruh dunia menginginkan Tiongkok berhasil. "Oleh karena itu, kami bersedia memberikan bantuan sebanyak mungkin ke bank sentral anda di bidang teknis di mana kami memiliki pengalaman bertahun-tahun."

Selama lebih 20 tahun terakhir, kelompok keuangan di Wall Street telah mendorong orang Amerika untuk berinvestasi dalam bisnis di Tiongkok. Sementara itu, perusahaan keuangan besar menanggung transaksi bagi perusahaan Tiongkok untuk membeli atau mengendalikan perusahaan AS, real estat, dan bisnis lainnya.

Wall Street juga melobi pembuat kebijakan dengan keputusan yang menguntungkan Tiongkok. Setelah itu perdana menteri Tiongkok mengunjungi AS pada April 1999, para pemimpin bisnis memainkan peran penting dalam membujuk Presiden Clinton untuk mendukung masuknya Tiongkok ke WTO.

Di bawah Undang-Undang Omnibus Perdagangan Luar Negeri dan Daya Saing tahun 1988, AS mencantumkanTiongkok sebagai manipulator mata uang antara tahun 1992 dan 1994. Namun, sejak itu, tidak ada presiden, termasuk Clinton, Bush, dan Obama, mencantumkan Tiongkok sebagai manipulator mata uang karena pengaruh para advokat dari Wall Street.

Menari dengan Serigala: Wall Street & PKT

Sebagai kota terbesar di Amerika Serikat, kota New York adalah pusat keuangan, bisnis, budaya, dan media masyarakat Amerika. Kota ini juga merupakan markas besar PBB. Dengan signifikansi seperti itu, kota New York telah menjadi target utama infiltrasi PKT.

Salah satu contohnya adalah Thrift Savings Plan (TSP), sebuah program kontribusi pajak tangguhan dengan nilai hampir $ 600 miliar untuk karyawan federal. Federal Investment Thrift Investment Board (FRTIB) yang mengelola rencana mengumumkan pada November 2019 untuk mengalihkan miliaran dolar aset pensiun ke "MSCI ACWI ex-U.S.", meskipun ada seruan dari Kongres untuk mengembalikannya.

MSCI ACWI ex-U.S., Morgan Stanley Capital International All Country World Index Ex-U.S., adalah indeks pasar saham yang terdiri dari saham non-AS dari 23 pasar negara maju dan 26 pasar negara berkembang. Alibaba dan Tencent, dua perusahaan Tiongkok, masing-masing merupakan saham indeks nomor satu dan nomor tiga, pada tanggal 31 Desember 2019.

Investasi TSP oleh pemerintah federal di perusahaan Tiongkokbisa membahayakan para pensiunan, tulis kolumnis Washington Post Josh Rogin pada 12 Maret 2020.

MSCI ACWI ex-U.S. adalah salah satu dari banyak indeks ekuitas yang dikembangkan oleh MSCI (Morgan Stanley Capital International) Inc. Perusahaan ini mengumumkan pada November 2019 untuk meningkatkan bobot saham A Tiongkok di indeks MSCItertentu hingga 20%. Langkah ini semakin meningkatkan paparan global saham Tiongkok.

FTSE Russell, perusahaan indeks terbesar kedua di dunia, mengumumkan pada 21 Februari 2020, untuk meningkatkan bobot saham Tiongkok pada indeks ekuitas, menggemakan langkah MSCI tersebut.

Sebelum pengumuman MSCI dan FTSE Russell, Bloomberg telah memutuskan untuk menambahkan 364 obligasi onshore Tiongkok ke Barclays Global Aggregate Index selama 20 bulan ke depan mulai dari 1 April 2019. Analis memperkirakan inklusi penuh akan menarik sekitar $ 150 miliar arus masuk asing ke pasar obligasi Tiongkokbernilai sekitar $ 13 triliun.

Resiko Keuangan dan Keamanan Nasional

Tindakan Wall Street menggunakan dana indeks pasif untuk menginsinuasi perusahaan Tiongkok yang bermasalah ke pasar modal AS, seperti program pensiun karyawan federal, adalah "ancaman keuangan yang lebih besar" daripada virus Wuhan, tulis Rogin.

Peningkatan drastis di Wall Street dalam kepemilikan perusahaan Tiongkok memberi pengaruh besar Beijing di Amerika Serikat dan menimbulkan risiko besar bagi investor AS dan ekonomi AS. "Kerentanan ekonomi Amerika juga kerentanan keamanan nasional," tulis Rogin.

Penasehat Keamanan Nasional AS, Robert O'Brien, setuju, "Saya tidak mengerti mengapa kita harus menjamin industri pertahanan Tiongkok."

Menurut sebuah artikel dalam Kebijakan Luar Negeri pada 14 Januari 2020, 55 persen orang Amerika memiliki saham, sebagian besar mengandalkan dana pensiun yang dikelola secara profesional, reksadana, dan rekening pensiun. "Indeks obligasi global yang mulai menambahkan obligasi pemerintah Tiongkok untuk tolok ukur mereka ... perubahan besar dalam alokasi dana ini dapat secara otomatis meningkatkan investasi portofolio AS di perusahaan Tiongkok dan sekuritas pemerintah menjadi lebih dari $ 1 triliun pada akhir 2021, tanpa persetujuan aktif atau sepengetahuan kebanyakan orang Amerika,” tulis artikel itu.

"Dikotomi ini - orang Amerika berinvestasi lebih banyak di perusahaan Tiongkok bahkan ketika kebijakan AS bertujuan untuk menghukum Tiongkok karena praktik perdagangannya - menimbulkan risiko yang signifikan," lanjut artikel itu. Hal ini karena portofolio orang Amerika akan terlalu bergantung pada satu ekonomi tunggal — yang dikendalikan oleh PKT.

Mengingat propaganda dan informasi menyesatkan PKT seperti yang terlihat selama pandemi virus corona baru-baru ini, namun, sulit bagi investor Amerika untuk mencapai pemahaman yang jelas tentang apa yang ada di dalam portofolio mereka.

Dua contoh

Pada bulan April 2010, Goldman Sachs didakwa melakukan penipuan oleh U.S. Securities and Exchange Commission (SEC) atas pemasaran produk subprime mortgage. Untuk memasuki pasar Tiongkok, Goldman Sachs setuju pada tahun 2003 untuk membayar "donasi" $ 67 juta untuk menutupi kerugian investor di perusahaan pialang Tiongkok yang gagal. Sebagai gantinya, Goldman Sachs diizinkan untuk mendirikan bank investasi patungan di Beijing, dilaporkan New York Times pada Maret 2005.

Apa yang tidak biasa tentang kesepakatan Goldman adalah bahwa sebuah perusahaan Amerika dengan reputasi bersedia membayar $ 67 juta untuk membantu pemerintah membubarkan perusahaan milik negara yang sama sekali tidak terkait, Hainan Securities, yang para pejabatnya telah dituduh dalam tuntutan hukum menggelapkan jutaan dolar dari rekening investor,”tulis artikel itu.

Contoh lain adalah J.P Morgan, yang mempekerjakan sekitar 200 kerabat atau teman para eksekutif di perusahaan Asia antara tahun 2006 dan 2013. Mereka termasuk hampir 100 individu yang telah dirujuk ke bank oleh pejabat di perusahaan milik negara Tiongkok. Beberapa karyawan tidak memenuhi syarat untuk pekerjaan yang diberikan, dilaporkan Wall Street Journal pada Mei 2019.

Kegiatan perekrutan semacam ini, yang dikenal sebagai program "Sons and Daughters", adalah subyek penyelidikan bertahun-yahun oleh otoritas AS. Pada tahun 2016, J.P. Morgan mengaku telah melanggar Undang-Undang Tindakan Korupsi Asing dan setuju untuk membayar $ 264 juta untuk menyelesaikan tuntutan perdata dan pidana yang berasal dari kegiatan perekrutan di Asia. Lebih dari 24 karyawan bank dikeluarkan atau didisiplinkan sehubungan dengan penyelidikan.

Pelajaran yang Dipetik

Setelah puluhan tahun salah langkah dengan PKT, para pejabat AS telah menyadari konsekuensinya.

Setelah jatuhnya Uni Soviet, kami berasumsi bahwa Tiongkok yang bebas tidak terelakkan. Terpaku dengan optimisme, pada pergantian abad ke-21, Amerika setuju untuk memberikan Beijing akses terbuka ke perekonomian Amerika, dan membawa Tiongkok ke Organisasi Perdagangan Dunia,"kata Wakil Presiden Mike Pence di Hudson Institute pada 4 Oktober 2018,"Mimpi kebebasan tetap jauh bagi rakyat Tiongkok. Dan sementara Beijing masih berjanji di bibir saja untuk 'reformasi dan keterbukaan,' kebijakan terkenal Deng Xiaoping sekarang berdering kosong."

PDB Tiongkok telah tumbuh 9 kali lipat dan telah menjadi ekonomi terbesar kedua di dunia, tambah Pence, dan banyak dari keberhasilan ini didorong oleh investasi Amerika di Tiongkok. "Melalui rencana 'Made in China 2025', Partai Komunis telah menetapkan pandangannya untuk mengendalikan 90% dari industri yang paling maju di dunia, termasuk robotik, bioteknologi, dan inteligensi buatan ... Dan menggunakan teknologi yang dicuri itu, Partai Komunis Tiongkok mengubah mata bajak menjadi pedang dalam skala besar."

Mike Pompeo, Menteri Luar Negeri AS, sepakat, “Lihat, kami memiliki tradisi persahabatan yang lama dengan rakyat Tiongkok. Kami terus melakukannya hari ini. Kami memiliki komunitas Tionghoa-Amerika di sini di Amerika yang kami sukai dan hargai. Saya sudah mengenal mereka melalui hubungan bisnis dan pribadi; Saya sudah mengenal banyak dari mereka,”katanya dalam pidatonya pada 30 Oktober 2019.

Tetapi saya harus mengatakan bahwa pemerintah komunis di Tiongkok saat ini tidak sama dengan orang Tionghoa. Mereka menjangkau dan menggunakan metode yang telah menciptakan tantangan bagi Amerika Serikat dan bagi dunia,"lanjutnya.

Dia mengatakan pemerintah AS terlalu lamban menangani resiko PKT. Untuk membantu kemajuan Tiongkok dalam beberapa dekade terakhir, AS mengkompromikan nilai-nilai Amerika dengan mengurangi hubungan dengan Taiwan, menghindari masalah hak asasi manusia, menutup mata ketika Tiongkok gagal mengikuti aturan WTO, dan memungkinkan bisnis AS untuk patuh pada topik-topik "kontroversial".

Pendirian Beijing yang keras memunculkankelompok pelobi tetap Tiongkok di Amerika Serikat. Tugas mereka adalah menjual akses kepada para pemimpin Tiongkok dan menghubungkan mitra bisnis," Pompeo menjelaskan, "Setiap kali ada perselisihan atau ketegangan dalam hubungan itu, banyak kaum terpelajar kami menyalahkan Amerika Serikat karena salah mengartikan sifat Partai Komunis Tiongkok."

Pada saat yang sama, Beijing mengontrol dan membatasi akses bagi diplomat, jurnalis, dan akademisi AS. Dalam kata-kata Pompeo, "Media dan juru bicara pemerintah milik negara Tiongkok mengisi kekosongan, secara rutin memfitnah maksud dan tujuan kebijakan Amerika."

"Dan ini bukan hanya masalah kita. Mereka adalah masalah bagi semua bangsa yang berbagi nilai-nilai hidup kita," jelasnya, menambahkan dia percaya pemerintahan saat ini mampu memperbaiki kesalahan ini.

(Bersambung)