Yi Seok, pangeran terakhir yang masih menetap
di Korea Selatan, sangat terkesan dengan lirik lagu-lagu Divine
Performing Arts (The Epoch Times)
(Minghui.org) Seoul,
Korea Selatan – Ketika Divine Performing Arts (DPA) tampil di
Universal Arts Center, Seoul pada tanggal 7 Pebruari 2009, Yi Seok,
pangeran terakhir dari Korea Selatan, sangat terharu oleh
pertunjukan DPA.
“Sepertinya sudah saatnya bagi rakyat Korea Selatan untuk
mempelajari lebih banyak mengenai China,” ungkap keturunan dari
Dinasti Joseon yang sudah berusia lima abad.
Yi, lahir pada tahun 1941, adalah cucu dari Kaisar Gojong dan
kemenakan dari penerusnya, Kaisar Sunjong, raja terakhir Korea
Selatan.
“Saya tidak menemukan banyak kesempatan untuk mengenal kebudayaan
Tionghoa. Saya pikir harus mulai mengenal kebudayaan Tionghoa lebih
banyak. Adalah baik jika kita dapat lebih sering menonton
pertunjukan seperti ini. Setelah menontonnya, saya dapat katakan,
pertunjukan DPA benar-benar menggetarkan.”
Divine Performing Arts berusaha meniupkan nafas kehidupan baru ke
dalam kebudayaan tradisional Tionghoa dengan menyajikan sebuah
pengalaman indah nan luhur kepada para penonton dimana pun
berada.
Selama pendudukan Jepang, dimulai pada tahun 1910, Yi tumbuh di
Istana Sadong, Seoul, dimana para dayang menjaganya. Setelah Perang
Dunia II berakhir, Korea dibebaskan oleh Amerika Serikat di
bagian selatan dan Soviet di bagian utara. Presiden baru, Syngman
Rhee, menekan keluarga kekaisaran dan menyita semua aset keluarga
yang belum dibawa oleh orang Jepang.
Setelah pecah Perang Korea pada tahun 1950, keluarga kekaisaran
tinggal di biara lereng bukit di Pulau Jeju di ujung selatan Korea
sampai perang berakhir pada tahun 1953, saat mereka kembali ke
Seoul.
Yi harus bekerja untuk menafkahi keluarganya selama masa-masa sulit
Perang Korea dan Perang Dingin, dimana Korea memerangi komunisme
dan subversi internal. Dia lulus dari jurusan Bahasa Asing di
Universitas Hankook, Seoul, setelah mempelajari beberapa
bahasa.
Yi, dengan bakat musiknya, menjadi penyanyi terkenal pada tahun
1960-an saat berumur 20 dan mempunyai beberapa lagu yang mencetak
kesuksesan.
Lirik lagu-lagu dari pertunjukan DPA melekat dalam pikirannya.
“Lagu-lagu dari penyanyi solo berulang kali menyebut reinkarnasi;
yang meninggalkan kesan sangat dalam pada saya,” ungkap Yi.
Dia saat ini adalah seorang profesor sejarah di Universitas Jeonju,
dan presiden dari Imperial Grandson Association, mengabdikan diri
pada pemeliharaan budaya kerajaan. Dia juga pengarang buku mengenai
keluarga kerajaan Dinasti Joseon yang baru saja diterbitkan.
Setelah menonton Divine Performing Arts untuk pertama kalinya, Yi
berkata, “Saya mempunyai sebuah perasaan baru, sebuah sensasi baru.
Pertunjukan yang benar-benar menggentarkan. Saya sangat
tersentuh.”
“Sangat langka mempunyai kesempatan untuk mempelajari budaya
Tionghoa. Ketika budaya lenyap, seperti sebuah bangsa lenyap.
Setelah menonton pertunjukan itu, saya merasa penting untuk
mengembalikan kebudayaan Korea dan menghidupkan kembali
spiritualitas rakyat Korea.”
Sumber: http://www.theepochtimes.com/n2/content/view/11650/
English:
http://www.clearwisdom.net/emh/articles/2009/2/9/104668.html