(Minghui.org) Pada tanggal 23 Desember 2010, sekitar pukul 11:00 WIB, belasan praktisi Falun Gong Jakarta berkumpul di depan Kedutaan Besar Singapura di Jalan Rasuna Said Jakarta untuk menyatakan keprihatian mereka terhadap pemerintah Singapura atas penangkapan-penangkapan yang dilakukan aparat negara Singapura terhadap beberapa praktisi Falun Gong, baik warga negara Singapura maupun beberapa warga negara China yang menetap di sana.
Penangkapan tersebut umumnya
bertepatan dengan kunjungan pejabat tinggi Rezim Komunis China
(PKC), sehingga jelas terlihat bahwa pemerintah Singapura hanya
peduli untuk menyenangkan hati para pejabat teras PKC, bahkan bila
hal tersebut melanggar hak dasar warganya.
Siang itu, para praktisi Jakarta secara tertib dan damai
membentangkan spanduk-spanduk yang berisi himbauan kepada
pemerintah Singapura agar tidak membantu PKC dalam menganiaya Falun
Gong.
Praktisi prihatin terhadap sikap pemerintah Singapura yang
semena-mena terhadap praktisi Falun Gong
Juru bicara praktisi kepada para
wartawan menyebutkan bahwa pada Juli 2009 seorang warga negara
Singapura, Ms. Ng Chey Huay ditangkap karena membentangkan spanduk
yang menjelaskan fakta mengenai Falun Dafa di depan Kedubes China.
Ia kemudian dijatuhi hukuman dengan tuduhan menghina dan mengganggu
orang lain. Pada Oktober 2010 kembali dia ditangkap dan dijatuhi
hukuman dengan tuduhan ‘Vandalisme’ (merusak harta milik
umum/pribadi) saat dia memajang plakat klarifikasi fakta mengenai
Falun Gong di Esplanade Drive.
Disebutkan juga, dakwaan yang sama dikenakan pada warga negara
Singapura lain yang bernama Mr. Chua Eng Chwee, 71 tahun. Dia
ditangkap saat sedang bermeditasi. Selain dikenakan tuduhan
‘Vandalisme,’ praktisi Chua juga dikenakan pasal dari Undang-Undang
Ketertiban Umum yang baru disahkan beberapa hari sebelum
penangkapannya. Mr. Chua adalah pembina tempat latihan Falun Gong
di Esplanade Park sesi sore hari dan telah berlatih di sana setiap
harinya dalam sembilan tahun terakhir.
“Banyak yang janggal,” ujar juru bicara praktisi, Gatot. Dia
mengatakan, “Pasal 15, ayat 1 Konstitusi Singapura menjamin
kebebasan setiap warga negaranya untuk menyatakan, menjalankan
keyakinan dan menyebarkannya. Sementara UU Ketertiban Umum adalah
Undang-undang yang baru berumur beberapa hari sebelum penangkapan
terjadi. Di mana-mana undang-undang yang baru harus
disosialisasikan, tidak bisa langsung diberlakukan. Disamping itu,
seluruh umat manusia di dunia ini sepakat bahwa kebebasan
berkeyakinan, kebebasan berekspresi adalah hak yang melekat pada
setiap orang sehingga patut memperoleh pengakuan tanpa syarat apa
pun.”
Selanjutnya Gatot menjelaskan, “Apa yang Ms. Chey dan Mr. Chua
lakukan tidak ada yang salah. Mereka hanya sedang memberi tahu
orang-orang bahwa para praktisi Falun Gong di daratan China sedang
dianiaya secara keji oleh PKC. Bahkan orang-orang di daratan China
sendiri banyak yang tidak mengetahui fakta tersebut, karena PKC
menutupi kejahatannya dengan rapat. Justru bersalah bila kita hanya
berdiam diri terhadap genosida.”
Selanjutnya Gatot menginformasikan, “Masih ada 5 orang warga negara
China yang telah menetap lama di Singapura telah ditangkap dan
sedang menanti proses persidangan. Mereka adalah Ms. Gao Hongmei
(39 tahun), Ms. Zhu E (28 tahun), Mr. Chen Handong (46 tahun), Ms.
Zhu Guiqin (63 tahun) dan Mr. Zhang Tao (46 tahun, penduduk tetap
Singapura).”
Menjelang akhir acara, koordinator kegiatan menyampaikan surat
himbauan yang ditujukan kepada perdana menteri Singapura, namun
tidak ada staf Kedubes Singapura yang keluar untuk menerima surat
tersebut.
Seorang praktisi Falun Gong dalam wawancaranya dengan koresponden
Kebijakanjernih, mengatakan harapannya agar pemerintah Singapura
tidak tunduk pada PKC serta berhenti menganiaya rekan-rekan
praktisi di Singapura dengan memanfaatkan pasal-pasal hukum yang
mengada-ada dan tidak jelas, yang sesungguhnya bertentangan dengan
Konstitusi Singapura itu sendiri dan melanggar Konvensi HAM
Sedunia.
Sekitar pukul 12:30 praktisi secara tertib mengakhiri
kegiatan.