(Minghui.org) Pameran
lukisan yang terselenggara 21 – 25 Juli 2010, bertempat di gedung
Balai Pemuda Barat, Jalan Gubernur Suryo 15 Surabaya, telah menarik
banyak pengunjung meski pada awal-awal persiapan mengalami banyak
gangguan.
Pameran lukisan yang digelar oleh Yayasan Kreasi Seni Sejati, resmi
dibuka Rabu (21/7) malam oleh Aruchat Jaswadi, ketua
CICS.
Pameran Seni Lukis Internasional Sejati-Baik-Sabar di Surabaya
“Seni sarat mengandung kedamaian dan
kebenaran. Dengan seni lawan akan menjadi kawan. Saya bukan seniman
namun saya sangat mengagumi seni. Seorang seniman pantang menyerah
untuk dapat mewujudkan apa yang menginspirasinya. Seni mengandung
spiritual, keindahannya dapat menembus ruang dan waktu, mengatasi
perbedaan budaya, agama dan politik. Seni dapat digunakan
menyampaikan kebenaran. Prinsip Falun Gong sama dengan prinsip
Pancasila yaitu berke-Tuhan-an. Praktisi Falun Gong juga warga
negara yang patut mendapat perlindungan sama dengan warga negara
yang lain, karena Falun Gong tidak dilarang di Indonesia.” Demikian
ungkap Aruchat dalam kata sambutannya.
Kemudian beliau melakukan pemukulan gong sebagai tanda pameran seni
lukis internasional Sejati – Baik – Sabar resmi dibuka. Pameran
banyak menarik pengunjung baik dari kalangan seniman, mahasiswa
atau masyarakat umum.
Sedianya pameran ini akan dibuka oleh Walikota Surabaya, Bambang DH
namun karena satu dan lain hal beliau membatalkan, disinyalir
karena adanya intervensi pihak konjen China yang melalui Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Surabaya, mencoba menekan agar pameran
dibatalkan.
“Gedung ini tidak boleh digunakan oleh Falun Gong.” Kata Wiwik dari
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan kepada pengelola gedung. Namun
pihaknya tidak mau mengeluarkan surat pembatalan sesuai prosedur
yang ada, terlihat alasan yang dinyatakan terlalu tendensius dan
pribadi.
Pihak pengelola berusaha untuk menjelaskan kepadanya kalau mereka
melihat pameran ini dari sisi seni tanpa ada sisi politik. Dan
berusaha untuk memberikan informasi bagi panitia pameran agar
pameran tetap dapat terselenggara.
Panitia tidak menyerah, terus berusaha memenuhi semua persyaratan
yang ditetapkan. Kemudian pihak pengelola membantu menghubungkan
dengan pejabat lain yang bersedia. Pada Rabu (21/7) siang beberapa
jam sebelum acara pembukaan, ruang pameran mendapat kunjungan dari
Baktiono, ketua Komisi D DPRD Surabaya, beliau berkenan
melihat-lihat lokasi pameran dan mengagumi beberapa lukisan yang
dinilai luar biasa harmonis.
“Tuhan itu juga menyukai seni, menciptakan seni yang indah dan
harmonis. Dengan seni kita menjadi merasa damai. Seni merupakan
ekspresi apa yang dirasakan oleh seniman. Dari pameran ini saya
melihat para seniman mengekspresikan pengalaman kesedihan, rasa
kepedihan dengan suatu keindahan.” Ungkapnya sesaat sebelum
meninggalkan ruang pameran.
Bersamaan dengan itu beliau berkenan untuk menggantikan walikota
Surabaya yang batal untuk membuka acara pameran. Beliau merasa
lukisan yang dipamerkan tidak memiliki hal-hal yang patut
dikhawatirkan.
Namun sangat disayangkan beliau yang sudah bersedia untuk hadir
pada malam peresmian juga mengalami halangan. Maka Aruchat Jaswadi
yang sedianya bersama menemani beliau untuk membuka acara, hanya
sendirian.
Sebelum menuju menit-menit pembukaan terjadi sedikit kejadian yang
kurang mengenakkan. Dua orang oknum yang mengaku dari kepolisian
berusaha mengintimidasi panitia dengan mengatakan bahwa
lukisan-lukisan yang digelar mengandung provokasi. Dengan alasan
yang tidak jelas mereka menurunkan beberapa lukisan dan menyita
keterangan lukisan yang ada.
Namun hal-hal tersebut tidak menghambat banyaknya masyarakat yang
ingin menyaksikan lukisan yang ada. Banyak seniman terkenal di
Surabaya yang ikut menyaksikan. Seperti Asri Nugroho, pelukis
senior dan ternama di Surabaya, turut menyaksikan lukisan dan
memberikan komentar, “Lukisan yang ada dilukis oleh pelukis yang
memiliki keterampilan sangat tinggi setaraf dengan pelukis-pelukis
ternama luar negeri. Lukisan yang dihasilkan seperti lukisan yang
ada di gereja-gereja kuno Eropa. Lukisan yang memiliki misteri
untuk diketahui makna yang sebenarnya. Harmonis dan indah.”
Seorang pengunjung yang mengamati lukisan yang dipajang mengaku
heran mengapa lukisan seperti ini ditakuti oleh komunis. "Apa yang
ditakuti sama lukisan-lukisan ini?" Katanya dengan geram.
Sementara itu, seorang gadis cilik usai melihat beberapa lukisan
yang dipajang merasa terharu dan meneteskan air mata. Ia tidak
habis mengerti mengapa orang-orang baik seperti praktisi Falun Gong
ditindas oleh komunis China.
Selain itu pada Sabtu, 24 Juli 2010 diadakan diskusi dengan tema
“Menimbang kembali Pameran Seni Lukis Internasional “Sejati – Baik
– Sabar” dengan pembicara Agus Koecink (akademisi, kajur seni
rupa di STKW, seniman dan pengamat seni Surabaya), Muhammad Bahtiar
(kurator), Hari Suyanto (moderator). Diskusi tersebut menarik
banyak peminat dari masyarakat dan seniman. Diskusi tersebut dapat
memberikan banyak pencerahan pada para peserta.
Dalam makalahnya Agus menulis, “Bagi saya sebagai pengamat seni,
setelah mengamati satu-persatu karya yang dipamerkan ada perasaan
mendapatkan suatu pencerahan yang berarti karya seni mampu
memberikan gambaran tentang sisi kemanusiaan, hubungan
antarmanusia. Seni bisa mengungkapkan peristiwa penderitaan dan
dipelajari sebagai sejarah kehidupan untuk hidup lebih baik jauh
dari penindasan dari yang kuat.”
“Di sini fungsi seni menjadi media yang di dalamnya mengandung
unsur pencerahan jiwa manusia untuk kembali melihat hubungan antara
manusia dengan alam semesta yang menimbulkan kesehatan atau
kemurnian jiwa dan raga serta keseimbangan lingkungan.”
“Di tengah kebangkitan seni rupa kontemporer dan maraknya
perdagangan barang seni rupa, masih ada seni yang mencoba
membangkitkan daya hidup manusia untuk tetap bertahan dan berpikir
kritis memperjuangkan hak-hak hidup manusia.”
Peserta yang didominasi para seniman ini kebanyakan tidak ada yang
meragukan masalah teknis, hampir semua sepakat bahwa teknik lukisan
yang ditampilkan benar-benar kelas satu. Mereka justru tertarik dan
mempertanyakan tentang tema lukisan yang menampilkan “perjalanan”
Falun Gong, mulai dari keindahannya hingga penindasan maupun
kejahatan pengambilan organ oleh Partai Komunis China yang
berlangsung sejak 20 Juli 1999 hingga kini.
Muhammad Bachtiar selaku kurator dari Yayasan Kreasi Seni Sejati
menjelaskan bahwa lukisan-lukisan ini para pelukisnya semuanya
merupakan praktisi Falun Gong. “Hanya dengan pengalaman dan
pengamatan langsung sang pelukis, disertai dengan ketenangan dan
ketentraman batin berlandaskan Sejati – Baik – Sabar, yang
merupakan landasan setiap praktisi Falun Gong, baru bisa
menghasilkan karya lukisan sebagus ini.”
Agus Koecink pun sependapat. “Apa pun yang terjadi dan itu menindas
diri sang seniman, maka sang seniman akan melahirkan
ekspresi-ekspresi baru. Dan lukisan-lukisan inilah ekspresi baru
dari para seniman yang mengalami peristiwa itu. Tanpa mengalami
peristiwa itu, maka tidak akan lahir karya seperti ini.”
Mengenai lukisan yang menampilkan sisi kekejaman Partai Komunis
China dalam menindas Falun Gong, Bachtiar menjelaskan bahwa para
pelukis ingin menghadirkan suatu realita kepada masyarakat, bahwa
di zaman modern ini masih terdapat sebuah penganiayaan yang begitu
kejam terhadap sekelompok orang yang hanya ingin memperdalam
spiritualitas untuk menjadi orang baik.
“Kita lihat sebagai contoh, lukisan maupun patung Yesus yang
dianiaya dan disalib, dahulu pada abad pertengahan menjadi
inspirasi banyak seniman terkenal dalam berkarya. Dan hingga kini
masih dapat kita nikmati di gereja-gereja. Dan hal itu bukan
merupakan suatu masalah besar, karena itu memang suatu realita
sosial.”
Sedangkan Agus berpendapat bahwa karya seni adalah suatu kepuasan
dan kejujuran. “Saya melihat suatu kejujuran dari lukisan-lukisan
ini dan hal itu memang patut untuk diperlihatkan ke mata
dunia.”
Sampai akhir pameran lebih dari 300 orang mengunjungi tempat
pameran. Meski Minggu (25/7) sore itu Surabaya diguyur hujan tidak
menyurutkan pengunjung hingga pameran ditutup jam
21.00.