(Minghui.org) Saya mempunyai banyak
pemikiran setelah membaca artikel berjudul “Pertimbangkanlah
Perbedaan Antara Rasionalitas dan Perasaan Takut”
(http://www.clearwisdom.net/html/articles/2010/9/2/119779.html).
Saya ingin berbagi pemahaman saya mengenai rasionalitas dan
keterikatan terhadap perasaan takut berdasarkan pengalaman dan
tingkat kultivasi saya.
Bagi saya, jika Anda
membandingkan rasionalitas dengan perasaan takut, yang pertama
adalah manifestasi dari tingkatan dewa, sedangkan yang kedua adalah
gambaran dari perasaan manusia. Guru berkata di dalam “Ceramah Fa
Pada Konferensi Fa Australia”:
“Jika dia dapat melepaskan hidup dan mati, dia adalah Dewa; jika
dia tidak dapat melepaskan hidup dan mati, dia adalah manusia.
Tentu saja, dapat melepaskan hidup dan mati tidak berarti
sungguh-sungguh mati, tujuan kultivasi adalah menyingkirkan
keterikatan hati manusia.”
Rasionalitas adalah kebijaksanaan dan belas kasih yang
termanifestasi setelah seseorang menyingkirkan keterikatan terhadap
mentalitas pamer, terhadap diri sendiri, dan konsep pikiran yang
terbentuk setelah lahir lainnya. Rasionalitas adalah ekspresi dari
kesadaran jernih yang berasal dari kemampuan membuktikan Fa sesuai
dengan tuntutan Fa. Guru berkata dalam “Eksis untuk Siapa” dalam
Petunjuk Penting untuk Gigih Maju: “kesadaran jernih semacam ini
adalah arif bijaksana namun berbeda dengan kecerdasan yang dimaksud
oleh orang pada umumnya.”
Perasaan takut adalah refleksi dari keegoisan seseorang. Adalah
mentalitas untuk melindungi diri sendiri dari perasaan takut
disakiti. Jika seseorang berbicara mengenai jadilah rasional
sebagai alasan atau untuk menutupi rasa takut, berarti
“rasionalitas” ini adalah rasionalitas dari manusia biasa yang
lebih memperhatikan keselamatan dan kepandaian. Ambil contoh saya
sendiri, ketika saya rajin belajar Fa, saya selalu melihat diri
saya bertindak rasional. Sebaliknya, ketika belajar Fa saya kurang,
ada rasa takut ketika saya mengklarifikasi fakta kepada
orang-orang. Kedua pengalaman ini merefleksikan dua keadaan pikiran
yang sama sekali berbeda.
Saya berasal dari keluarga petani. Ketika saya mengklarifikasi
fakta kepada teman sekelas saya, saya memiliki dua macam konsep
pikiran. Pertama adalah: ketika saya belajar Fa setiap hari, saya
mempunyai pikiran lurus yang kuat dan belas kasih. Saya mencemaskan
makhluk-makhluk hidup yang terkelabui dan tidak mengetahui fakta
Falun Dafa. Ketika Guru mempertemukan saya dengan orang yang
berjodoh, saya dapat merasakan dia adalah orang yang harus saya
selamatkan. Saya kemudian memikirkan cara untuk mengklarifikasikan
fakta kepadanya. Tindakan saya berakar dari pikiran untuk
menyelamatkan orang lain, dan demi kepentingan orang lain. Saya
bahkan tidak memikirkan keselamatan diri sendiri dan saya meminta
bantuan Guru dengan pikiran lurus. Kekuatan lama tidak dapat
mengganggu tindakan saya karena itu adalah perbuatan lurus. Selama
periode itu, saya bertindak rasional dan saya sedang membuktikan Fa
seperti yang seharusnya pengikut Dafa lakukan. Selain itu, ketika
saya mengklarifikasi fakta di bawah kondisi demikian hasilnya akan
lebih efektif.
Konsep pikiran yang kedua muncul ketika saya tidak belajar Fa
dengan teratur. Pikiran lurus saya menjadi lemah, dan saya memiliki
banyak pikiran yang menyimpang, termasuk perasaan takut. Akibatnya,
saya sering mengklarifikasi fakta kepada orang-orang tertentu saja
dan memilih untuk mengklarifikasi fakta kepada orang-orang yang
dekat dengan saya, yang dapat dipercaya atau jujur. Sedangkan
terhadap orang-orang yang tidak saya kenal baik, yang tidak
terlihat seperti orang baik, yang egois, atau para pejabat, saya
merasa segan mendekati mereka untuk memberitahukan fakta Falun
Dafa. Saya akan beralasan demi keselamatan dan tidak akan
membiarkan kejahatan menganiaya saya karena memberitahukan fakta
kepada orang-orang itu. Akibatnya saya tidak dapat mengikuti
kegiatan membuktikan Fa lainnya. Pada saat ini, perasaan takut
dalam diri sayalah yang membuat saya ingin melindungi diri sendiri.
Itu adalah sifat egois, pikiran manusia yang berasal dari
keterikatan terhadap diri sendiri. Itu bukanlah belas kasih.
Bukannya khawatir apakah makhluk hidup itu dapat diselamatkan atau
tidak, saya malah takut diri sendiri terluka. Lebih buruk lagi,
saya menjadi paranoid, berpikir bahwa musuh berada di mana-mana.
Bertolak belakang dengan saya, ada praktisi yang bertindak tidak
egois, di bawah ancaman penganiayaan mereka mengklarifikasi fakta
dengan tenang kepada polisi. Mereka menganggap semua makhluk hidup
adalah orang yang harus diselamatkan. Setiap pikiran mereka adalah
demi kepentingan orang lain. Dibandingkan dengan mereka saya merasa
sangat malu.
Guru berkata:
“Anda semua tahu, Buddha dan Dewa, mereka dapat mengesampingkan
jiwanya demi kepentingan mahluk hidup, demi kepentingan alam
semesta, apapun dapat dilepasnya, lagi pula tenang dan lega.
Seandainya anda diangkat sampai posisi itu, apakah anda dapat
mencapai standar tersebut? Tentu tidak dapat. Tentu saja, maksud
saya Buddha dan Tao tidak akan benar-benar mengalami peristiwa
seperti ini, tetapi mereka mempunyai taraf kondisi semacam ini.
Haruslah benar-benar merubah diri sendiri, baru dapat mencapai
taraf kondisi tersebut.” (“Konferensi Fa di Amerika Bagian
Barat”)
Sebagai seorang praktisi lama yang membawa sebutan terhormat di
alam semesta ini – pengikut Dafa, kita harus mencapai tingkatan
ini. Jika tidak bagaimana kita membalas penyelamatan belas kasih
Guru? Takut adalah manifestasi dari perasaan manusia, dan halangan
yang paling mematikan di dalam transformasi seorang praktisi dari
manusia menjadi dewa. Kita hanya dapat menyingkirkan perasaan takut
dengan mengutamakan belajar Fa dan memancarkan pikiran lurus;
barulah kemudian kita dapat mencapai tingkatan yang ditentukan oleh
Guru dalam “Sifat Ke-Buddha-an Tanpa Kebocoran” (Petunjuk Penting
Untuk Gigih Maju): “kesadaran lurus yang tanpa ego dan tanpa
mementingkan diri sendiri.”
Chinese: http://minghui.ca/mh/articles/2010/8/25/228769.html
English:
http://www.clearwisdom.net/html/articles/2010/9/5/119838.html