(Minghui.org) Dapat ‘senang hati jika ditunjukkan kesalahan diri oleh orang lain,’ adalah pepatah Tiongkok kuno yang merefleksikan intisari kebudayaan Tiongkok tradisional. Itu memperlihatkan kualitas orang xiulian (orang yang berkultivasi) masa lalu yang dapat menerima kritik dan pendapat orang lain, dan menggunakannya untuk mengoreksi serta meningkatkan diri sendiri.
Kaisar Shun, pemimpin Tiongkok kuno abad 23-22 sebelum Masehi, menempa diri dalam aspek ini. Di bawah kepemimpinannya, dia mengantarkan Tiongkok pada era baru dari pemerintahan yang efektif dan reformasi masyarakat yang harmonis.
Beliau memerintahkan bibit gandum disebarkan sesuai kondisi musim yang telah diperhitungkan. Beliau memperkenalkan sistem irigasi dengan membangun selokan dan saluran pembuangan. Kaisar Shun mengeruk sungai, mengendalikan banjir, dan menunjuk pejabat yang mampu untuk mengawasi agraria, pengolahan lahan, pendidikan, kehakiman dan berbagai sendi penting dalam kehidupan bermasyarakat.
Kaisar Shun menjadi penguasa dari liga terbesar berbagai suku bangsa di Tiongkok tengah. Dalam sejarah, suku-suku ini dipandang sebagai salah satu leluhur peradaban Tiongkok yang paling awal, yang menekankan pada kebajikan serta patuh pada hukum alam.
Mencius, filosof Tiongkok yang secara relatif merupakan pengikut Konfusius yang paling terkenal setelah Konfusius sendiri, mengajarkan para muridnya tentang prilaku Kaisar Shun, Konfusius dan Zilu (pengikut Konfusius lainnya), mengatakan mereka adalah teladan dalam hal bagaimana secara benar menyikapi kritik dan meningkatkan diri sendiri.
Mencius pernah memberi tahu para pengikutnya: “Kaisar Shun memberi hormat pada orang lain ketika mereka menunjukkan kekurangannya. Beliau memiliki kemampuan luar biasa untuk melibatkan orang lain sementara melakukan perbuatan bajik. Beliau tidak pernah berhenti untuk belajar dari orang lain dan meningkatkan dirinya. Dengan cara ini, Kaisar Shun mampu menyatukan berbagai suku bangsa melalui perbuatan baiknya. Dari awalnya yang sederhana sebagai petani, pembuat barang tembikar, kemudian menjadi nelayan, Shun bekerja keras hingga menjadi kaisar. Sepanjang hidupnya, beliau tetap terbuka untuk belajar dari orang lain.”
Li Shimin, lebih dikenal sebagai Kaisar Taizong dari Dinasti Tang, 599-649, juga seorang kaisar legendaris yang belas kasih. Selama kekuasaan Dinasti Tang (627-649), Tiongkok mencapai puncak kekuasaan dan kejayaan, dikenal sebagai masa keemasan dari Zhenguan.
Suatu hari pada tahun ke-delapan belas era Zhenguan, Kaisar Taizong memanggil para menteri untuk rapat di istana. Beliau berkata, “Saya hendak mendengar komentar Anda sekalian mengenai kesalahan saya. Hanya fokus pada kesalahan saya dan bicaralah dengan terbuka.”
Changsun Wuji dan beberapa menteri hampir bersamaan berujar, “Baginda mengadakan pendidikan dan perubahan dengan belas kasih dan kebajikan. Dunia hidup dalam damai dan sejahtera. Apakah mungkin ada kesalahan?”
Li Ji, seorang pejabat menengah tidak setuju, “Kebajikan baginda yang bagaikan legenda benar-benar tak terhingga seperti yang pejabat Changsun Wuji utarakan. Namun, baru-baru ini seorang bawahan menyerahkan usulan tertulis yang tidak menyenangkan hati baginda. Baginda mencela dan menginterogasi pejabat itu di depan semua orang. Pejabat tadi mundur ke belakang mengatasi malu. Pendekatan ini membuat pejabat lain tidak berani mengutarakan kritik yang membangun.” Taizong senang dan berkata, “Apa yang Anda katakan, benar. Catat kata-kata saya bahwa saya akan memperbaikinya!”
Sejarah bermakna sebagai cermin. Setelah mendengar orang lain menunjukkan kesalahan kita, kita perlu menghadapi semua kesalahan ini dengan kepala tegak dan tabah serta berani untuk belajar dari orang lain. Hanya dengan menjadi pendengar yang baik kita baru dapat menjadi bijaksana. Hanya dengan memperbaiki kesalahan kita, melakukan perbuatan baik, dan secara terus-menerus mencari ke dalam hati, kita dapat memperoleh pemahaman yang dewasa tentang diri sendiri dan dunia di sekitar kita.