(Minghui.org) Hari Minggu, tanggal 9 Desember 2012, praktisi Falun Dafa Bali mengadakan pawai dan gelar spanduk di seputar Lapangan Puputan Margarana Renon, Denpasar. Minggu merupakan hari bebas kendaraan bermotor di sekitar lapangan. Banyak masyarakat Denpasar melakukan kegiatan olah raga dan bersantai bersama keluarga. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh praktisi Falun Dafa Bali untuk menggelar acara pawai genderang pinggang dan mengusung beberapa spanduk peringatan Hari HAM se-Dunia. Acara dimulai pukul 05.55 pagi.
Spanduk Seruan Penghentian Perampasan Organ Tubuh Praktisi Falun Gong di China
Puluhan pemain genderang pinggang
dengan kostum kuning emas berbaris dengan rapi mengelilingi
lapangan sesuai jalur car free day. Para pejalan kaki, pengendara
sepeda, orang yang sedang makan, yang duduk-duduk di lapangan semua
berdiri dan melongokkan kepalanya menyaksikan barisan genderang
pinggang yang melintas. Beberapa bertepuk tangan, mengambil gambar
dengan kamera dan kamera ponsel serta tablet. Anak kecil mengikuti
barisan genderang sambil mengayunkan tangannya seirama dengan
tabuhan genderang. Para gowes meminggirkan sepedanya untuk memberi
jalan pada barisan. Orang-orang yang agak jauh, setelah mendengar
tabuhan genderang mulai berdiri dan mendekat ke pinggir
jalan.
Ada anak tidak mau diajak pergi oleh orang tuanya dengan
mengatakan,”Tidak mau pergi ingin menunggu Marching Band.”
Disampaikan oleh bapaknya, ”Marching Band telah lewat.” Padahal
Tian Guo Marching Band tidak ikut tampil hari itu.
Di beberapa titik ruas jalan, para praktisi memajang spanduk yang
mengungkap pengambilan organ paksa serta mengumpulkan petisi
tandatangan “hentikan perampasan organ praktisi Falun Gong yang
masih hidup di China”. Nampak beberapa relawan berbincang-bincang
dengan pengunjung, menjelaskan fakta penganiayaan dan meminta
dukungan tandatangan kepada khalayak yang sedang melintas.
Kantor berita Antara juga
mewawancarai praktisi terkait kegiatan mengungkap pelanggaran HAM
berat terhadap rekan-rekan praktisi Falun Gong di China - yang
dilakukan sehari sebelum peringatan Hari HAM Sedunia.
Pada saat yang sama, sekelompok mahasiswa juga menggelar peringatan
Hari Anti-korupsi Sedunia. Mereka juga mendukung kegiatan praktisi
dengan memberikan tandatangan dan seruan ‘stop perampasan organ
praktisi Falun Gong di China’ pada petisi.
Ada bapak dari Dinas Perhubungan berkomentar, di Indonesia untuk
mencari darah dengan golongan sama setelah operasi saja susah,
bagaimana di China organ demikian mudah diperoleh. Secara umum
banyak warga masyarakat yang mendukung kegiatan praktisi dan
menyatakan ini merupakan pembunuhan dan kejahatan yang amat
keji.
Ada bapak yang semula mengomel, “Kenapa repot mengurus yang jauh?”
Namun setelah praktisi menyalakan Mp3 klarifikasi fakta, bapak
tersebut mendengarkan dengan seksama dan akhirnya memahami,
kemudian meminta anaknya menandatangani. Kemudian bapak yang
mengomel tadi bertanya, “Kenapa saya tidak diminta tandatangan ya?”
Praktisi menjawab ramah, ”Oh, Bapak mau mendukung dan
menandatangani petisi?” Bapak itu berkata, ”Mau dong itu kan untuk
kemanusiaan.”
Kegiatan berlangsung hingga pukul 09.30.
Kegiatan pengumpulan petisi kedua diadakan di Lapangan I Gusti
Ngurah Made Agung mulai pukul 16.00. Masyarakat yang rekreasi di
lapangan banyak yang menyaksikan spanduk dan memberikan dukungan
tandatangan.
Seorang praktisi mengatakan bahwa
ada ibu-ibu yang dicari oleh anaknya untuk melihat spanduk yang
dipajang. Anaknya mengatakan pada orang tuanya bahwa ada gambar
orang dicangkok. Kemudian orang tuanya datang dan bertemu dengan
praktisi yang ternyata teman kerjanya. Dia berkata kepada praktisi,
”Kenapa tidak meminta dukungan di kantor? Lumayan kan ada 200
orang.”
Melalui kegiatan ini, diharapkan masyarakat luas semakin
mengetahui fakta kejahatan kemanusiaan yang dialami para praktisi
Falun Gong di China dan setidaknya memberikan dukungan moril bagi
upaya-upaya penghentian genosida ini.