(Minghui.org)
Putraku adalah seorang praktisi Falun Dafa. Sudah lebih dari dua
tahun sejak ia diterima sekolah di Amerika Serikat. Ia pulang ke
China selama liburan musim panas tahun lalu dan kami saling berbagi
pengalaman kultivasi. Ia berkata tidak rajin berlatih tahun lalu.
Ia tidak banyak belajar Fa dan jarang berlatih Gong, karena diburu
tugas kuliah. Ia hanya ikut beberapa kegiatan skala besar di New
York. Ia tidak menjual tiket Shen Yun dan hanya menaruh brosurnya
di mobil. Kami menyadari ini karena keterikatan pada keegoisan dan
ketakutan. Ia takut akibat negatif saat kepulangannya di China jika
ikut kegiatan Falun Dafa secara terbuka. Ia merasa sangat
bersalah.
Rekan-rekan praktisi dan saya
juga memikirkan bahwa kelakuan dan bicaranya yang tidak sesuai
dengan Fa. Kami belajar Fa bersama selama setengah hari, sehingga
ia dapat mengejar proses pelurusan Fa Guru. Setelah ia kembali ke
Amerika, ia memutuskan untuk menghadiri Konferensi Berbagi
Pengalaman Falun Dafa di New York.
Setelah kembali ke New York, ia meneleponku, mengatakan bahwa ia
tidak dapat menghadiri konferensi. Sepertinya, para peserta harus
ikut kegiatan Dafa dalam enam bulan sebelumnya. Saya mengatakan
padanya untuk mengikut keadaan dan mungkin tidak ikut konferensi
kali ini. Beberapa hari kemudian, ia menelepon lagi dan
kelihatannya agak marah. Ia berkata telah bertengkar dengan seorang
praktisi dan meninggalkan kelompok belajar dengan marah.
Kelihatannya, praktisi lain menilai dia bukan orang baik dan
mencurigai ia sebagai mata-mata di depan orang lain. Saya
memintanya tenang. Dalam kasus apapun, ia tidak seharusnya
meninggalkan lingkungan kultivasi. Ia menjadi sangat marah. Ia
berkata, ”Mereka berkata saya tidak baik dan mata-mata. Sekarang
ibu juga menyalahkan saya dan harus kembali ke kelompok belajar.
Saya tidak bisa melakukannya,” dan menutup telepon.
Ketika putraku menelepon kembali, ia berkata bahwa atasan di tempat
kerja sementaranya adalah seorang praktisi. Ia sangat gembira
karena telah bertemu seorang rekan praktisi. Saya juga merasa
sangat gembira. Saya memberitahunya bahwa semua ini diatur oleh
Guru, dan putraku setuju. Saya mendorongnya untuk melakukan dengan
baik di masa depan.
Tetapi ia menelepon lagi seminggu kemudian dan tampaknya kecewa.
Saya bertanya apa yang terjadi. Ia menarik napas dan berkata, ”Saya
merasa sangat tidak enak dan akan memberitahu ibu saat pulang
rumah.”
Saya sangat cemas akan situasi dan kondisi hatinya. Seorang rekan
praktisi kemudian mengatakan bahwa saya ikut bertanggung jawab atas
masalah putraku. Saya berpikir, ”Apakah saya benar-benar
bertanggung jawab untuknya?” Saya menenangkan diri dan mencari ke
dalam, dan mendapatkan kesimpulan bahwa saya mengemban langsung
tanggung jawab pada masalah ini. Setelah 2004, putraku datang ke
rumah selama satu setengah hari setiap minggu. Ia memiliki jadwal
yang ketat dan saya memiliki banyak waktu. Saat itu, saya
memintanya untuk melakukan banyak pekerjaan, sehingga saya punya
banyak waktu belajar dan menghafal Fa. Sekarang, saya menyadari
bahwa saya sangat egois. Selain itu, saya memandang melakukan
pekerjaan sebagai sedang melakukan kultivasi.
Pada saat itu, putraku sibuk dengan pelajarannya. Selama masa
senggangnya, saya memintanya melakukan pekerjaan sehari-hari,
sehingga ia tidak punya banyak waktu belajar Fa. Ini akibat dari
keegoisanku.
Agar membantu putraku bergabung kembali dengan kelompok belajar Fa
dan menjadi bagian dari lingkungan kelompok belajar, saya menulis
surat kepada praktisi lain dan meminta putraku untuk
menyampaikannya. Ini mengesalkannya. Saya mencari kedalam lagi dan
bertanya pada diri sendiri apakah saya memiliki masalah ini
juga.
Saya akhirnya menyadari bahwa saya berada pada kondisi yang sama
dengan putraku. Saya tidak bisa menahan kritikan rekan-rekan
praktisi. Suatu kali, saya pergi ke rumah seorang rekan praktisi.
Saya menunjukkan banyak kekuranganku. Saya tidak mengatakan apapun
saat itu dan berpura menerima kritikannya. Tetapi saya tidak dapat
mengontrol amarahku setelah meninggalkan rumahnya. Saat itu sedang
turun hujan. Saya berhujan-hujanan untuk melepaskan amarahku. Saya
tidak pernah mencari ke dalam atau mengkultivasi diri. Malah, saya
menyembunyikan keterikatan ini.
Suatu kali, saya mengantar seorang rekan praktisi. Saya melafalkan
Fa kepadanya. Ia berkata, ”Kamu dapat melafalkan Fa dengan sangat
baik, tetapi kamu tidak berkultivasi dengan baik, jadi apa gunanya
melafalkan Fa?” Saya merasa sangat tidak nyaman mendengar hal ini.
Saya tidak mencari kedalam. Malah, saya merasa tertekan dan
berhenti melafalkan Fa selama beberapa bulan. Saya sangat terkejut
ketika mengingat ini. Saya tidak percaya bahwa saya begitu
irasional dan tidak jelas setelah disadarkan atas masalahku.
Kelakuanku juga sama dengan kondisi putraku saat ini, bahkan lebih
buruk darinya.
Saya juga menyadari telah terpengaruh oleh masalah putraku dan
kadangkala merasa tidak ingin melakukan tiga hal. Saya mengerti
telah diganggu oleh sentimentilku, keterikatanku pada putraku.
Selain itu, masalah purtaku juga menyebabkan keterikatan lain. Saya
pikir tidak perlu mengkhawatirkan keselamatan putraku setelah ia
ada di Amerika. Saya sadari ini adalah keegoisan dan keterikatan
pada kenyamanan.
Pikiranku sekarang jernih, setelah mencari ke dalam. Saya menyadari
bahwa saya tidak sungguh-sungguh berkultivasi.
Chinese version click here
English
version click here