Falun Dafa Minghui.org www.minghui.org CETAK

Melepas Keterikatan Serakah dan Nafsu Keinginan

29 Agu 2012 |   Oleh: praktisi Falun Dafa dari China


(Minghui.org) Saya berpikir saya telah berhasil melepas keterikatan akan nama dan uang dalam kultivasi. Saya menyadari, bahwa, sesungguhnya saya belum melepasnya. Banyak keterikatan hati tersembunyi yang akan mencuat melalui gigih maju dalam kultivasi. Belum lama ini, saya membaca ceramah Shifu yang baru ’20 Tahun Berceramah Fa,’ dan menyadari bahwa saya masih memiliki keterikatan serakah.


Di masa lalu, Guru berbicara tentang struktur alam semesta dan berbagai tingkatannya, sehingga memperluas wawasan kita. Guru juga menyebutkan bahwa para pengikut Dafa datang dari tingkat tinggi. Setelah mendengar ini, saya merasa puas diri. Saya bertanya-tanya seberapa tinggi tingkat diri saya. Guru pernah berkata bahwa tingkat-tingkat di bawah kita sangatlah jelas bagi kita, tetapi tingkat-tingkat di atas kita tetap merupakan teka-teki. Ketika pikiran saya melalui proses ini, saya merasa kehilangan arah dan penuh penyesalan, berpikir bahwa bahkan jika saya naik lebih tinggi, apa yang berada di atas saya masih merupakan sebuah teka-teki. Kecuali jika saya merupakan cakrawala mahabesar yang Guru sebutkan, maka segala hal di dalamnya sangat jelas bagi saya dengan sekilas pandang saja. Namun, Guru juga berkata bahwa di atas cakrawala mahabesar masih ada banyak cakrawala mahabesar yang tidak sama dengan tempat yang kita huni. Maka, seperti apakah cakrawala mahabesar ini? Saya selalu memiliki pemikiran irasional ini, rasa ingin tahu, dan keinginan untuk tahu.

Dalam ’20 Tahun Berceramah Fa,’ Guru sekali lagi menjelaskan secara rinci tentang luasnya alam semesta. Alam semesta terlampau luas untuk dipahami. Namun, bahkan alam semesta demikian masih merupakan sebutir debu di alam semesta yang lebih besar. Alam semesta demikian tanpa batas, demikian luas sehingga imajinasi saya tidak akan pernah dapat membayangkannya. Saya merasa dipenuhi oleh keterikatan ‘nafsu keinginan’ yang pernah saya miliki di masa lalu. Dari mana keterikatan ini berasal? Mengapa saya tidak menyadarinya di masa lalu? Saya tahu keterikatan ini berasal dari rasa ego, sebuah konsep yang telah terbentuk. Sejak masih muda, saya telah diindoktrinasi oleh kebudayaan partai dan didorong untuk mengejar nama dan uang. Ketika saya masuk sekolah dasar, saya sudah berpikir untuk masuk perguruan tinggi. Itu selama periode Revolusi Besar Kebudayaan. Nilai saya di sekolah sangat bagus, tetapi saya tidak berjodoh masuk perguruan tinggi. Partai jahat mempromosikan, “Seorang prajurit yang tidak ingin jadi jenderal bukanlah seorang prajurit yang baik,” “Seorang atlet yang tidak ingin menjadi juara bukanlah atlet yang baik.” Kebudayaan partailah, sesungguhnya, yang telah membangkitkan rasa iri hati, nafsu keinginan, persaingan dan pertentangan di antara orang-orang. Sesungguhnya, hidup seseorang telah ditentukan, ditentukan oleh para dewa. Kehidupan memiliki tingkatan. Semua profesi memiliki jenjang. Setiap orang memiliki posisinya di masyarakat. Hanya ada satu raja di sebuah negara, satu komandan di sebuah unit pasukan, satu juara dalam sebuah perlombaan. Jika orang secara paksa berjuang tanpa henti demi sesuatu, itu akan mendorong rasa serakah dan keinginan, dan tanpa sadar, itu akan memerosotkan pikiran dan moral seseorang. Mengapa ada begitu banyak pejabat yang korup? Itu semua ditimbulkan dari rasa serakah dan keinginan. Kebudayaan tradisional menekankan pengendalian diri, menerima keadaan, keselarasan antara manusia dan alam, mengikuti jalan sewajarnya, dan lain-lain, dan keserakahan serta keinginan orang relatif kecil. Selama kultivasi saya, meskipun sifat serakah saya bagi manusia biasa  tergolong kecil dan tidak berarti, keserakahan ini telah beralih ke pengejaran tingkatan kultivasi yang lebih tinggi. Saya tahu saya harus sepenuhnya melenyapkan keterikatan hati ini.

Dari ceramah Guru, saya memahami bahwa di atas ‘triloka’ semua kehidupan merasa baik dengan diri mereka sendiri. Para dewa tidak memiliki keterikatan rasa tidak puas seperti manusia biasa. Mereka tidak memiliki rasa serakah atau nafsu keinginan. Kita tidak dapat menggunakan mentalitas manusia untuk memikirkan para dewa. Guru berkata di masa lalu fokus dari para dewa adalah kembali ke rumah mereka, sementara tidak memedulikan betapa tinggi atau rendah tingkat mereka. Pemikiran aneh atau fantasi adalah ilusi dan menuntun pada keserakahan serta nafsu keinginan, yang merupakan keterikatan hati manusia. Bagaimana kita dapat memasuki alam surga tanpa melenyapkan keterikatan tersebut. Hanya jika kita menggenggam ajaran Guru dalam lubuk hati, melakukan apa yang seharusnya kita lakukan, menyelamatkan makhluk yang kita harus selamatkan, memenuhi misi dan tanggung jawab kita, dan secara teguh mengultivasi diri dengan baik – barulah kita dapat balik ke rumah bersama Guru.


Chinese version click here
English version click here