(Minghui.org)
Editor Minghui yang terhormat:
Salam! Saya tahu bahwa banyak praktisi Dafa mengikuti kisah Chen
Guangcheng dengan cermat. Namun, cerita yang benar-benar layak
mendapat perhatian semua orang sebenarnya adalah kisah mereka
sendiri.
Dengan hormat,
Haishi (nama pena), seorang China perantauan di AS
*******
Baru-baru ini, saya melihat nama Chen Guangcheng berkali-kali. Di
Internet, hampir seluruh dunia prihatin dengan masa depan pengacara
hak asasi manusia yang buta ini. Cukup banyak orang Tionghoa yang
lurus dan baik serta media Barat, politisi, organisasi keagamaan
dan hak asasi manusia mengikuti beritanya dengan cermat. Bahkan
dunia bisnis memperhatikan, meski hanya untuk mengamati tren
politik yang bisa mempengaruhi bisnis. Ketika saya melihat hati
nurani masyarakat dunia, saya senang. Sebagai seorang
China-Amerika, saya ingin berbagi pemahaman dan perspektif saya
dengan website Minghui.
Alasan Inkonsistensi
Setelah melarikan diri dari tahanan rumah dan pergi ke Kedutaan
Besar AS, keinginan awal Chen tampaknya tidak konsisten.
Menggunakan ungkapan "tidak konsisten," saya tidak bermaksud
menghina. Pada awalnya, berdasarkan informasi yang dilaporkan oleh
media, serta dari pemerintah AS dan PKC, Chen tidak ingin
meninggalkan China. Sekarang kita telah memperoleh kabar bahwa ia
berharap untuk meninggalkan China bersama keluarganya.
Hal ini masuk akal.
Situasi Chen dan pelanggaran hak asasi manusia yang ia alami
menempatkan hidupnya dalam bahaya. Berdasarkan fakta tersebut, AS
memberi tawaran untuk memfasilitasi Chen melanjutkan pendidikan ke
jenjang lebih tinggi di Amerika Serikat. Ini adalah solusi praktis.
Amerika adalah masyarakat manusia normal. Amerika menekankan ide
kebebasan.
Siapa Chen Guangcheng? Ia dilahirkan di desa Dongshigu, Kabupaten
Yinan, Provinsi Shandong. Meskipun ia dan istri mengunjungi Amerika
untuk waktu yang singkat pada bulan Juli dan Agustus 2003, ada
beberapa perbedaan dalam hal budaya dan gagasan selama interaksi
langsung pertama antara Chen dan Pemerintah AS. Ceritanya,
baru-baru ini, Chen pergi ke Kedubes AS dan kemudian berangkat ke
sebuah rumah sakit di Beijing. Kami tidak tahu detail sebenarnya.
Apa yang media laporkan adalah bahwa Chen, secara pribadi, menerima
saran dan pengaturan dari pemerintah AS. Dia melakukannya
berdasarkan atas kemauannya sendiri.
Chen adalah seorang tuna netra yang melarikan diri dari bahaya.
Sebagai seorang Ayah, ia perlu mempertimbangkan istri dan putrinya.
Menurut laporan media, putri Chen telah berada di bawah tahanan
rumah sejak ia lahir pada bulan Juli 2005. Orang-orang bisa
membayangkan bagaimana ia telah menghabiskan tujuh tahun
kehidupannya. Sangat mudah untuk memahami posisi Chen yang ingin
tetap tinggal di China. Orang China menghargai gaya patriotisme dan
semangat melayani China seumur hidup. Ini adalah bagian dari budaya
China. Semua orang China bisa memahami keinginan semacam ini, dan
ada banyak contoh seperti itu dalam sejarah.
Ketika Chen khawatir terhadap istri dan anaknya, sisi manusianya
menjadi kelemahannya. Rezim PKC kemudian menggunakan istri Chen
sebagai sandera untuk mengancam Chen.
Pada 203 SM, ketika negara Chu (楚) dan Han (汉) saling berseteru,
Xiang Yu (项羽) meletakkan ayah Liu Bang (刘邦) pada talenan dan
mengancam Liu bahwa jika ia tidak menyerah, Xiang akan merebus
ayahnya hidup-hidup. Tanpa diduga, Liu menjawab: "Sesuai petunjuk
Raja Huai II dari Negara Chu, kita telah menjadi saudara angkat.
Ayahku kemudian menjadi ayahmu. Jika kamu bersikeras merebusnya
hidup-hidup, tolong bagikan semangkuk supnya untukku!" Xiang
kemudian menghentikan ancamannya.
Namun, sejarah adalah sejarah. China yang sekarang berbeda dari
China kuno. Bukankah pengacara hak asasi manusia Gao Zhisheng juga
diancam oleh PKC dengan menggunakan keluarganya? Banyak hal telah
berubah. Saya pribadi menyukai kalimat program New Tang Dynasty
Television (NTD) "Rakyat Pemberani, Negeri Berjiwa.“ “Lima ribu
tahun sejarah China begitu menakjubkan. Ia telah melahirkan begitu
banyak orang-orang baik dengan cita-cita luhur. Suksesi mereka
menjaga dan mempertahankan semangat China. Kesetiaan dan sikap
lurus mereka adalah jiwa China kuno. Ini masih berlangsung hingga
hari ini." Namun, saya pikir bahwa semangat China tidak lagi murni.
Terlebih lagi dengan adanya "Dinasti Merah" (PKC) yang telah
memainkan peran negatif mutlak dalam drama sejarah.
Karena setan merah dari barat mencuri dan mengekang seluruh China,
China tidak memiliki kedamaian dalam 60 tahun terakhir. Sejarah
telah sampai hingga babak sekarang ini. Orang-orang perlu
membedakan yang baik dan yang jahat, yang benar dan yang salah,
yang lurus dan sesat dan membuat pilihan mereka.
Adapun Chen, dari apa yang saya baca, ia telah memperoleh bantuan
dari AS. Lalu ia meninggalkan Kedubes AS dan pergi ke rumah sakit.
Perlu keberanian yang luar biasa baginya untuk melarikan diri dari
tahanan rumah dan lari demi hidupnya. Menimbang saran dan pendapat
yang berbeda, Chen berharap untuk meninggalkan China bersama
keluarganya. Ini masuk akal berdasarkan sifat alami manusia. Dia
bukan politisi, bukan mahasiswa korban Pembantaian Tiananmen, bukan
pemohon yang rumahnya dirobohkan secara paksa, bukan juga orang
agama yang dianiaya. Dia adalah orang buta yang telah belajar hukum
dan membantu orang untuk melindungi hak-hak mereka. Sebagai akibat
dari menentang ketidakadilan, kampung halamannya diobrak-abrik.
Putrinya tidak pernah memiliki masa kecil yang normal sejak dia
lahir tujuh tahun yang lalu. Dia tidak pernah menikmati teman
bermain atau pergi ke sekolah atau lingkungan hidup yang paling
dasar untuk seorang anak.
Kami peduli pada Chen karena keluarganya adalah orang biasa sama
seperti kita. Kisahnya mencerminkan nasib yang kebanyakan orang
China hadapi. Oleh karena itu, kita tidak bisa berpura-pura bahwa
kita tidak melihatnya. Lalu, apakah kita cuma meninggalkan Chen
sendiri memerangi rezim berandal? Apakah kita percaya bahwa
seseorang bisa menjadi seorang pahlawan, menentang penganiayaan
partai politik berandal?
Haruskah kita menaruh harapan kita pada Amerika Serikat?
Kepentingan AS dan konsep hak asasi manusia, hak dan kebebasan
beragama, kebebasan berkumpul dan kebebasan berpendapat adalah
prioritas yang paling kecil bagi orang China saat ini. Perbedaan
bahasa, budaya, wilayah, hati manusia, kepentingan dan berbagai
faktor lainnya adalah sangat sulit untuk ditangani dan
diseimbangkan oleh AS. Oleh karena itu, dalam menangani masalah
diplomatik pelik ini, AS meminta kerjasama dan konsensus masyarakat
internasional. Di sisi lain, kita seharusnya tidak memiliki ilusi
tentang PKC!
Kisah Chen Guangcheng yang terkuak ini lebih dari masalah pribadi
yang semua orang pantau dengan cermat. Adapun untuk Chen sendiri,
tidak ada yang perlu ditakuti jika ia dapat teguh pada jalan yang
benar!
Saya ingat bahwa selama parade sebelum 4 Juni 1989, seorang
profesor tua memegang spanduk dan berkata, "Saya telah berlutut
terlalu lama. Saya akan bangkit dan berjalan." Perasaan ini sangat
umum bagi orang China. Selama beberapa generasi, kita telah hidup
di lingkungan dengan sensor informasi, kekerasan budaya dan
pengendalian pikiran. Tidaklah realistis mengharapkan Chen untuk
bertindak seperti orang yang dibesarkan pada lingkungan normal.
Oleh karena itu, ia harus menyeimbangkan semua elemen dan
menganalisis situasi dengan jelas dan rasional serta mengungkapkan
niat dan posisinya.
Patriotisme Chen harus dipuji. Di sisi lain, pengorbanan sia-sia
tidaklah dianjurkan, lebih-lebih menjadi korban dari kepentingan
dua negara. Mari kita doakan agar dia tetap sehat dengan pikiran
murni dan membantu dia dan anggota keluarganya dengan kebaikan dan
keadilan.
Bersambung ke
Bagian 2
Chinese
version click here
English
version click here