(Minghui.org)
Saya ditangkap secara ilegal pada tahun 2005 karena memasang materi
klarifikasi fakta yang mengekspos penganiayaan Falun Gong di
tempat-tempat umum. Saya ditahan di sebuah pusat penahanan, di mana
saya disuruh untuk mengenakan rompi tahanan. Ketika saya menolak,
para penjaga dengan paksa memakaikan rompi itu melalui kepala dan
kemudian memborgol saya.
Ketika saya melakukan mogok
makan, mereka memborgol tangan saya ke belakang punggung dan juga
membelenggu kaki saya. Borgol dan belenggu tersebut kemudian
disatukan dan diikat ke tanah. Akibatnya, saya hanya bisa berlutut
dalam posisi tertekan. Saya dipaksa untuk tetap dalam posisi
seperti ini selama 24 jam sehari. Narapidana lain harus
mengumpulkan air seni dan tinja saya. Saya dicaci maki dan
dilecehkan oleh mereka. Sebuah selang dimasukkan untuk mencekok
saya, namun selang itu tidak dikeluarkan setelah makanannya habis.
Selang itu tetap berada di dalam perut saya menggeliat geliut,
menyebabkan rasa sakit yang amat sangat. Ketika selang itu akhirnya
dikeluarkan, selang itu terlihat sangat hitam.
Dikurung di Gudang
Saya kemudian dibawa ke Kamp Kerja Paksa Masanjia di Provinsi
Liaoning. Setiap praktisi di sana dipantau sepanjang waktu oleh dua
narapidana. Kami tidak diizinkan untuk berbicara satu sama lain dan
hanya diberi biskuit berjamur yang ada kotoran tikusnya sebagai
makanan. Kami harus bangun pukul 5 pagi dan dipaksa untuk bekerja
sampai pukul 10 malam. Jika kami tidak menyelesaikan pekerjaan
kami, kami harus membawanya ke dalam sel dan mengerjakannya. Wajah
saya ditampar oleh pemimpin tim Zhang Xiurong dan Xiang Kuili
karena tidak memenuhi tuntutan mereka. Sering saya dibawa ke kamar
kecil dan disuruh berdiri di tempat yang dingin untuk jangka waktu
yang lama.
Para penjaga berusaha untuk membuat saya mendengarkan siaran yang
memfitnah Falun Gong. Tapi ketika saya menolak, kepala tim Pei Feng
mengunci saya di gudang selama lima hari, dan saya diborgol pada
kursi besi. Saya tidak diizinkan untuk tidur dan harus mendengarkan
siaran yang diputar dengan suara keras yang memfitnah Falun Gong.
Praktisi dipenjarakan di sel yang sama dengan saya melakukan mogok
makan untuk memprotes perlakuan terhadap saya. Beberapa dari mereka
menjadi sangat lemah sehingga mereka roboh ke tanah. Kepala tim
takut keadaan akan menjadi lebih buruk, jadi saya diizinkan untuk
kembali ke sel.
Peragaan penyiksaan: Kursi
besi
Suatu kali, saya menolak untuk
membacakan peraturan kamp kerja paksa, kemudian penjaga Wang
Shuzhen menampar wajah saya dengan keras. Saat terjatuh, kepala
saya membentur botol termos, mengikis sepotong daging dari wajah
saya.
Diikat pada Kerangka Tempat Tidur
Saya sering disiksa oleh penjaga karena menolak untuk melakukan
kerja paksa. Suatu kali, seorang penjaga mendorong saya keluar dari
sel ke koridor. Lain waktu, penjaga Wang Shuzhen memerintahkan
tahanan untuk memborgol tangan saya ke kerangka tempat tidur
sedemikian rupa sehingga tubuh saya terjebak di bawah kerangka
logam tempat tidur. Saya tidak bisa berdiri ataupun berlutut. Itu
sangat menyakitkan.
Pada satu kesempatan , saya menolak untuk memfitnah Dafa dan
ditampar oleh penjaga Ma Jishan. Kepala Urusan Politik Ren Huaiping
kemudian memerintahkan tahanan-tahanan lain untuk memukuli
saya.
Pada kesempatan lain, praktisi datang bersama-sama untuk menentang
penganiayaan, menolak mengenakan seragam kamp kerja paksa. Kami
tidak diberi makan selama tiga hari dan terpaksa harus buang air
dalam ember yang ditempatkan di sel. Kepala tim takut untuk
memasuki ruangan karena bau dan dia mengenakan masker. Akhirnya,
kamp kerja paksa menyewa preman dari luar kamp untuk memukuli kami
secara brutal dan memaksa kami untuk memakai seragam lagi.
Penjaga Ren Hongzan dan Wang Shuzhen pernah memborgol saya pada
ujung kerangka logam tempat tidur. Wang kemudian mengikat kaki saya
menjadi satu dengan tali. Saya tidak bisa menggerakkan kaki, dan
punggung saya membungkuk 90 derajat. Saya menolak untuk patuh
padanya sehingga dia mencubit paha saya dengan sekuat tenaga dan
saya dipukuli dengan parah. Wang kemudian mengunci saya di kamar,
sementara saya masih terikat di tempat tidur.
Para praktisi yang ditahan di kamp kerja paksa memutuskan untuk
tidak melakukan kerja keras pada suatu kali. Wajah saya dipukul
dengan cangkir besar. Narapidana lain menendang kaki saya dengan
sangat keras. Akibatnya saya tidak bisa berdiri, dan selama lebih
dari sebulan setelah itu saya berjalan dengan menyeret kaki.
Praktisi lain dipukuli denganĀ begitu parah sehingga mereka
melanjutkan kerja keras lagi.
Seorang tahanan menendang dan memukuli saya. Darah mengalir keluar
dari sudut mulut dan lengan saya menjadi memar. Penjaga Ma Jishan
menampar wajah, menjambak rambut dan membanting kepala saya ke
dinding. Saya kemudian dipaksa tidur dengan kedua tangan diborgol
pada tempat tidur.
Cekok Paksa
Ketika saya melakukan mogok makan untuk memprotes penganiayaan,
kepala tim Zhang Xiurong dan sekelompok penjaga menekan keras
tangan saya, yang saat itu juga diborgol pada tempat tidur, dan
mendorong selang ke dalam hidung untuk mencekok saya setiap hari.
Saya merasakan sakit yang luar biasa. Setelah beberapa waktu,
hidung, mata dan wajah saya menjadi bengkak dan mereka tidak bisa
mendorong selang lebih dalam lagi. Jadi mereka memasukkan selang
langsung ke dalam mulut dan tenggorokan saya. Setelah dicekok
paksa, saya digantung dalam posisi miring, dan hanya diizinkan
untuk pergi ke toilet sekali dalam sehari.
Pada malam hari, saya harus tidur dengan kedua tangan diborgol pada
tempat tidur dan tetap diam dalam posisi seperti itu. Penjaga Ma
Jishan membuka semua jendela pada malam hari. Kamp itu terletak
daerah pedesaan dan banyak serangga terbang ke dalam sel sepanjang
malam.
Karena saya menolak untuk menghentikan mogok makan, penjaga Ma
Jishan memborgol tangan dan kaki saya ke ranjang kematian. Kemudian
tubuh saya diikat dengan tali. Belasan petugas mengelilingi saya
dan Ma Jishan membuka paksa mulut saya agar terbuka lebar dengan
alat penyiksaan yang disebut pembuka mulut. Alat ini terbuat dari
kawat baja tebal. Bila alat ini dibuka sampai ujung batasnya,
tenggorokan orang tersebut sepenuhnya tersumbat. Saya hampir
tercekik dan jantung saya berdegup cepat. Seorang dokter memeriksa
denyut nadi saya dan berkata: "Cepat, singkirkan alat pembuka
mulutnya, kita tidak bisa terus menggunakannya." Bibir banyak
praktisi robek akibat penyiksaan ini. Setelah alat tersebut
disingkirkan, mulut mereka akan berdarah dan untuk waktu yang lama
dan mereka akan sulit makan.
Peragaan penyiksaan: Ranjang
kematian
Saya mengalami masalah jantung
sebagai akibat dari penyiksaan fisik dan mental dalam waktu yang
panjang, sehingga mereka sementara berhenti menggunakan pembuka
mulut pada saya. Beberapa hari kemudian, mereka menggunakan pembuka
mulut lagi. Awalnya saya sedikit bertahan dengan segala kekuatan
dan menghentikannya untuk membuka mulut saya. Saya disiksa dengan
alat ini selama delapan jam setiap hari.
Ketika saya diikat ke ranjang kematian, radio ditaruh di atas
kepala saya, menyiarkan pesan-pesan yang memfitnah Falun Gong.
Semua jendela tertutup dengan koran sehingga tidak seorang pun bisa
melihat ke dalam. Mereka menyiksa saya menggunakan cara yang
berbeda-beda. Kadang-kadang mereka mengikat saya pada tempat tidur
dengan tali tebal. Ketika saya menolak untuk berada di tempat
tidur, empat pria kuat datang, mengangkat tangan dan kaki saya dan
melemparkan saya ke tempat tidur. Mereka mengambil pembuka mulut di
malam hari, sebelum mereka selesai bertugas. Saya hanya diizinkan
untuk tidur ketika sudah sangat larut malam, dan kedua tangan saya
diborgol pada tempat tidur. Pada lain waktu, saya tidak diizinkan
tidur dan ditinggalkan tergantung oleh borgol sampai subuh. Ketika
akhirnya saya dilepaskan dan dibiarkan berbaring di tempat tidur,
saya langsung disuruh segera bangun.
Ketika penjaga Ma Jishan melihat saya tetap melakukan mogok makan
selama lebih dari 20 hari dengan pembuka mulut pada mulut saya, dia
mencekok dengan semangkuk kecil bubur jagung selama empat jam di
pagi hari dan empat jam di sore hari. Dia mengatur pembuka mulut di
mulut saya sehingga ada lubang kecil dan saya makan sesendok bubur
jagung. Lalu dia mengatur alat untuk kapasitas maksimum, dan
meninggalkan saya sendirian di ruangan dengan radio dinyalakan.
Para penjaga kembali setelah beberapa saat dan mencekok saya
sesendok jagung lain. Setelah itu, mulut saya dipaksa dibuka lebar
dan saya disiksa seperti itu berulang kali. Empat jam berlalu di
pagi hari dan cekok terus berlangsung selama empat jam di sore
hari. Gigi saya menjadi longgar akibat terus menggigit pembuka
mulut dan kawat logam yang dipasangkan ke gusi saya.
Suatu hari, ketika tidak ada orang di ruangan, Ma Jishan membuka
pembuka mulut di mulut saya sampai maksimum. Saya berteriak sekeras
mungkin, dan ketika dia mendengar ada orang berjalan di atas, ia
segera pergi. Ketika tidak ada seorang di dalam ruangan, dia
mengatur alat pembuka mulut saya lagi. Mulut saya sudah mati rasa
saat itu. Ketika para penjaga melepas pembuka mulut di malam hari,
alat itu berlumuran darah. Empat gigi bawah saya sudah rontok.
Mereka memegang saya sehingga saya tidak bisa bergerak dan
mengambil gigi-gigi yang jatuh, karena mereka tidak ingin
meninggalkan bukti kejahatan mereka.
Keesokan harinya, saya dipaksa memakai pembuka mulut lagi. Kembali,
gigi saya rontok dan kawat logam menusuk ke gusi saya. Gusi dan
lidah saya bengkak dan mulai bernanah. Saya mengatakan kepada
penjaga bahwa saya akan membawa mereka ke pengadilan atas kejahatan
mereka terhadap saya. Penjaga Liu Yong menjawab: "Anda dapat
melakukan apapun yang Anda suka. Tak ada yang peduli jika Anda
kehilangan gigi, lima gigi atau bahkan sepuluh gigi. Itu adalah
normal."
Saya melihat seorang penjaga memukul wajah praktisi pada suatu
waktu, dan empat gigi atasnya tanggal. Seorang praktisi lain, yang
menderita kanker rahim sebelumnya, didorong ke tanah oleh para
penjaga. Mereka mengangkat bajunya sehingga perutnya yang telanjang
menyentuh tanah beton yang dingin dan kemudian mereka menendang dia
sesuka hati . Saat itu adalah musim dingin.
Wajah dua praktisi dipukul dengan menggunakan borgol. Mereka
kemudian dipukuli dengan wadah pakaian bambu. Ma Jishan menggantung
tangan seorang praktisi pada kerangka atas tempat tidur dan
mengikat satu kaki ke tempat tidur yang lebih rendah, biarkan satu
kaki berdiri di lantai.
Praktisi Yuan Shuzhe melakukan mogok makan selama tiga hari. Dia
menjadi tuli akibat dipukul oleh penjaga. Dia diborgol di hadapan
saya dan penjaga menampar keras wajahnya puluhan kali. Mereka
membuatnya menulis surat jaminan untuk melepaskan
keyakinannya.
Penjaga Wang Qi menikam punggung seorang praktisi yang berusia 58
tahun dengan menggunakan jarum panjang. Praktisi itu langsung jatuh
tak sadarkan diri ke lantai.
Saya diborgol ke tempat tidur paling bawah, tangan lainnya diborgol
ke tangga kecil menuju tempat tidur bagian atas. Akibatnya, tubuh
saya membungkuk 90 derajat. Saya tidak bisa mengangkat kepala dan
terus dihadapkan pada kata-kata yang memfitnah Guru, yang ditulis
pada papan tempat tidur bawah. Setelah beberapa saat, saya
merasakan sakit luar biasa dan seluruh tubuh saya berkeringat.
Penjaga Liu Yong kemudian menendang punggung saya untuk menambah
penderitaan saya.
Diberi Obat yang Tidak Diketahui Jenisnya
Sebelum saya dibebaskan, seorang narapidana diam-diam mengatakan
kepada saya bahwa narapidana lain bernama Gao Hua yang dihukum
karena kasus prostitusi telah memasukkan obat ke dalam makanan
sehari-hari saya. Saya sangat terkejut setelah mendengarnya. Saya
bertanya obat apa yang diberikan kepada saya. Dia mengatakan bahwa
dia tidak tahu. Kepala Tim Wang Shuzhen memerintahkan Gao Hua untuk
melakukan hal ini. Saya ingat bahwa setiap kali saya makan, kepala
tim Dai Yuhong akan berdiri di depan kami dan menyaksikan kami
makan. Dia juga bertanya, "Bagaimana makanan Anda?" Obat-obatan
yang mereka berikan telah membuat saya mudah lupa sampai hari
ini.
Tujuh tahun telah berlalu dan lengan saya masih bengkak karena
penyiksaan.
Chinese version click here
English
version click here