(Minghui.org)
Salam hormat kepada Shifu! Salam kepada rekan-rekan praktisi!
Nama saya Sumiarta, praktisi asal Bali yang memperoleh Fa pada
2003. Berikut saya hendak berbagi pengalaman dalam mengklarifikasi
fakta Falun Dafa.
Pengalaman
Aneh
Suatu hari di awal bulan Juli saya dengan seorang teman pergi ke
gerai ponsel. Sampai di lokasi, satpam dengan ramah membukakan
pintu. Lalu memberikan nomor antrean B-53. Kami duduk dan mendengar
yang dipanggil nomor antrean 30-an. Saya berpikir, ”Wah..bakalan
lama sementara saya masih ada pekerjaan lain.”
Setelah beberapa menit duduk seorang sales counter mendekati dan
bertanya, “Ada yang bisa dibantu?” Saya menjawab, “Mau beli ponsel
mbak.” Lalu perempuan ini mempersilahkan saya duduk di depan
counternya. Kejadian ini bagi saya aneh karena saya mendahului
banyak nomor antrean yang lebih kecil. Biasanya pengunjung
dipanggil nomor antreannya dengan pengeras suara otomatis, namun
saya tidak. Sempat berpikir, ”Kok diperlakukan spesial ya?”
Singkat cerita transaksi sudah selesai. Lalu giliran saya yang
mengambil alih pembicaraan. Saya sodorkan brosur Falun Dafa dan
bertanya, “Apakah mbak sudah tahu Falun Dafa?” Dia menjawab,
“Belum.” Lalu saya jelaskan apa itu Falun Dafa. Saya melihat mimik
wajahnya menampakkan suatu kegembiraan dan mengatakan mau berlatih
sekaligus mau mengajak temannya. Dia minta nomor hp saya. Dia
berterima kasih atas infonya. Lalu saya pamit.
Sampai di pintu luar bertemu lagi dengan satpam yang tadi dan
langsung saya memberi brosur dengan penjelasan singkat. Sampai di
tempat parkir bertemu dengan tukang parkir yang telah membantu
mengatur motor, juga saya berikan selembar brosur.
Dari peristiwa ini saya menyadari bahwa makhluk hidup terlepas apa
profesinya sedang menunggu kita praktisi Dafa. Saya teringat kata
Shifu dalam Ceramah Fa kepada Praktisi Australia,
“..orang-orang yang sempat berkomunikasi dengan anda, semuanya mempunyai jodoh dengan anda, jiwa mereka, masa depan mereka, mereka dapat memiliki masa depan atau tidak, dapat diselamatkan atau tidak, semua itu mengharapkan kalian, ..”
Saya baru menyadari kenapa sales
tadi menemui saya dan membantu saya sementara masih banyak nomor
antrean yang lebih kecil belum dipanggil. Saya pahami sisi dia yang
mengerti sedang menantikan fakta kebenaran Falun Dafa. Ia tidak mau
melewatkannya.
Setelah lewat beberapa hari sales tadi sms saya, ia bilang
brosurnya hilang dan menanyakan tempat latihan yang ada di
Denpasar.
Di mana saja kita akan bertemu dengan orang yang berjodoh di setiap
aktivitas kita sehari-hari. Tidak mesti di tempat latihan Gong
saja. Saya teringat akan kata Shifu dalam ceramah Fa di Atlanta
2003,
“Ada lagi, orang yang kalian temui secara kebetulan, orang yang ditemui dalam kehidupan maupun pekerjaan, semua harus anda berikan klarifikasi fakta. Sekalipun ketika berpapasan dalam kehidupan manusia yang tergesa-gesa, di mana tidak keburu berucap sepatah kata, anda juga harus meninggalkan belas kasih kepada orang lain, jangan kehilangan mereka yang patut diselamatkan, lebih-lebih jangan kehilangan mereka yang punya takdir pertemuan. Sebenarnya banyak pengikut Dafa saat mengklarifikasi fakta berkata, saya sekarang sedang mengklarifikasi fakta, seolah-olah sekarang adalah mengklarifikasi fakta, biasanya anda bukan mengklarifikasi fakta. Penyelamatan semua makhluk menjelujur dalam setiap hal di dalam kehidupan anda sekarang ini, jika anda semua dapat memahami dan mengenali dengan jelas akan pentingnya hal ini, saya kira itu mungkin akan menyelamatkan lebih banyak makhluk hidup.”
Terkadang di saat pikiran saya
kurang lurus, walau sudah di depan mata tidak juga berucap sepatah
kata, sehingga kesempatan terlewatkan dan menyesal kemudian.
setelah mencari ke dalam menemukan disaat melakukan aktivitas
sehari-hari saya selalu fokus pada kepentingan pribadi sebagai hal
nomor satu, bukan penyelamatan makhluk hidup. Sehingga kesempatan
mereka yang bersinggungan dengan saya lewat begitu saja.
Kalau hati untuk membeli ponsel saya letakkan pada nomor satu
mungkin saya tidak akan menyodorkan brosur ke beberapa makhluk
hidup yang saya temui di gerai tersebut. Kejahatan akan menghalangi
karena saya tidak memiliki pikiran lurus yang kuat.
Menyelamatkan makhluk hidup adalah nomor satu, membeli ponsel
adalah jalan agar saya bertemu dengan makhluk hidup yang
berjodoh.
Klarifikasi Petisi DAFOH
Sejak bulan Juli, para praktisi Falun Dafa di seluruh pelosok
Indonesia kembali mengumpulkan petisi DAFOH, organisasi para dokter
yang menentang praktek-praktek pengambilan organ paksa dari
rekan-rekan praktisi kami di daratan China. Guru dalam ceramah di
Great New York Mei 2013 mengatakan, “Ini adalah kejahatan yang
paling besar di atas planet bumi ini, ini adalah kejahatan yang
ditanggung dan dihadapi oleh pengikut Dafa dalam penganiayaan ini.”
Karenanya kami semua merasa terpanggil untuk berkontribusi
menghentikan kejahatan ini.
Sabtu sore di awal Agustus saya klarifikasi fakta di tempat wisata
terkenal. Awalnya muncul perasaan malas terasa kaki berat untuk
melangkah. Akhirnya teringat saat hari sebelumnya saya batal ke
lokasi tersebut.
Saat itu semua perlengkapan klarifikasi fakta sudah disiapkan,
beberapa menit akan jalan ada telepon dari teman praktisi diminta
mengambil formulir petisi DAFOH yang baru dicetak untuk dibagikan
ke teman-teman pada malam harinya. Setelah mengambil formulir saya
bimbang dalam hati apakah jadi ke lokasi atau pulang mengingat
waktu sudah sore. Di tengah kebimbangan saya memutuskan untuk
pulang saja, berpikir bahwa sampai di sana sudah telat. Setelah di
rumah baru menyesal menyadari itu konsep manusia biasa dan
kurangnya pikiran lurus sehingga kejahatan berhasil menghalangi
saya. Saya sadari tidak ada kata terlambat kalau demi membantu
Shifu menyelamatkan makhluk hidup.
Belajar dari kejadian tersebut, Sabtu sore saya berusaha terobos
perasaan malas. Begitu melintasi pekarangan rumah, perasaan sudah
ringan tidak seberat saat mau berangkat.
Sampai di lokasi pengunjung lumayan ramai. Saya mulai mendekati
beberapa dari mereka, jelaskan apa itu Falun Dafa dan perampasan
organ yang tengah terjadi di China. Banyak dari mereka yang
menandatangani petisi.
Namun ada seorang wisatawan dari Bangladesh tidak mau tandatangan
padahal temannya sudah menandatangani petisi. Temannya berkata pada
dia, “Saya sudah tandatangan.” Namun dia tetap menolak. Saya
berpikir ini pasti ada yang salah pada diri saya. Saya membuka
pembicaraan, “Teman anda sudah menandatangani petisi, apakah anda
juga berkenan tandatangan?” Belakangan saya pikir ini kata
pembukaan yang kurang tepat, karena saya belum menjelaskan, apa itu
Falun Dafa, mengapa ditindas di China, mengapa organ mereka
dirampas. Klarifikasi saya belum mampu mengetuk hatinya.
Dari pengalaman ini saya memperbaiki cara saya klarifikasi, saya
ungkap kejahatan PKC, ceritakan praktek pengambilan organ, begitu
melihat klarifikasi fakta menyentuh hatinya baru saya sodorkan
formulir petisi.
Terkadang saya punya mentalitas mengejar jumlah tandatangan,
sehingga berdampak tidak baik. Mereka merasa saya memaksa agar
tandatangan. Akhirnya saya menyadari bahwa kita bukan mengedepankan
kwantitas namun kwalitas klarifikasi kita, para makhluk harus
memahami fakta kebenaran. Saya pahami tandatangan petisi adalah
penutup pembicaraan, bukan di awal pembicaraan. Begitu mereka paham
pasti mereka akan tandatangan.
Ada yang bertanya, “Untuk apa saya harus mencantumkan alamat
email?” Ia merasa khawatir membubuhkan alamat email. Awalnya saya
bingung mau menjawab apa. Lalu Shifu membantu saya sehingga mata
saya tertuju pada kata-kata yang ada di bawah kolom petisi. Lalu
saya tunjukkan ke mereka untuk membaca sendiri lalu ia berkata, “Ok
saya mengerti.” Dari kejadian ini saya pahami kita harus memahami
isi dari pengantar petisi sehingga kita bisa menjawab pertanyaan
mereka.
Satu pengalaman yang membuat perasaan kurang nyaman yaitu di saat
sepasang
pengunjung dari Prancis tandatangan petisi, saya minta ijin untuk
mengambil foto, namun mereka menatap saya dengan wajah yang serius,
"Untuk apa anda mengambil foto?" Saya minta maaf bilang untuk
dokumentasi, ia tetap dengan wajah serius
memandangi saya. Lalu saya mengurungkan niat untuk ambil foto. Saya
cepat mencari ke dalam, saya punya keterikatan akan foto
dokumentasi. Setelah menyadarinya, keadaan berubah bahkan ia minta
diajari perangkat gerakan, lalu saya ajak ia ikut latihan perangkat
satu.
Pada pertengahan waktu saya mendekati wisatawan Asia, setelah
bertanya ia dari
Korea Selatan. Setelah tandatangan ia berkata, “Saya berharap bias
membantu.” Saya jawab, “Bapak juga bisa beri tahu semua
teman-teman Bapak untuk tandatangan petisi secara online.” Lalu ia
minta linknya. Begitu sampai di rumah baru saya melihat di kolom
profesi bahwa ia adalah staf UNESCO Korea.
Setelah selesai memancarkan pikiran lurus pukul 18.10 kami
siap-siap untuk pulang. Namun saya melihat masih ada wisatawan,
lalu saya mendekatinya - ia dari Prancis, sambil berjalan, saya
klarifikasi menuju ke topik pengambilan organ, dengan senang hati
ia tandatangan dan berkata, “Prancis adalah negara yang menjunjung
HAM.” Disaat tergesa mau pulang, Shifu masih memberi
kesempatan.
Dari sekian orang yang saya klarifikasi, banyak juga yang
mengatakan sudah pernah tandatangan petisi di negaranya dan
mengutuk kejahatan PKC.
Klarifikasi Petisi DAFOH ke VIP
Suatu pagi di akhir Agustus saya bersama dengan teman
menindaklanjuti seorang pengacara di salah satu kampus di Denpasar
karena ia juga berprofesi sebagai dosen. Yang membuat janji adalah
praktisi A, karena A sedang kerja maka kami berdua yang ke
sana.
Sampai di kampus rasanya saya masih ingat lokasi Fakultas Hukum
karena pernah membawa DVD David Matas, namun untuk memastikan saya
bertanya ke seorang mahasiswi. Setelah ditunjukkan kami langsung ke
lokasi. Karena sudah membuat janji saya maunya langsung ke lantai
III, namun rekan saya B berusaha menelponnya dulu. Saya naik tangga
sendiri dan mengajak B untuk ikut naik ke lantai III, namun B tetap
mencoba menghubungi bapak pengacara sehingga saya turun lagi dari
tangga menunggu B selesai menelpon.
Dalam telpon saya mendengar bapak yang mau kami temui tidak
bersedia bertemu dengan alasan ada rapat. B berujar, “Kami sudah
ada di bawah mau bertemu bapak hanya 5 menit.” Namun tetap saja
bapak pengacara tidak mau bertemu dan menyuruh titip materi di pos
satpam.
Kami menuju ke pos satpam, selang beberapa menit orang yang diutus
mengambil materi datang dan kami memberinya formulir VIP serta
nomor kontak.
Dari kejadian ini saya pahami, kejahatan menghalangi kami bertemu
dengan bapak pengacara karena kurangnya pikiran lurus, kami berdua
tidak bekerja sama dalam satu tubuh. Ini celah kebocoran saya. Saat
B menelpon pengacara saya tidak sepenuhnya mendukung, pikiran saya
sudah di lantai III.
Ini pelajaran berharga bagi saya, saya pahami apa pun yang terjadi
kita harus cepat menyelaraskan diri lepas keterikatan sehingga bisa
lebur menjadi satu tubuh kesatuan, tidak membiarkan kejahatan
memanfaatkan celah.
Setelah itu B menelpon kenalannya yang memiliki kakak seorang
anggota DPRD, buat janji untuk ketemu. Setelah B bilang mau ketemu
anggota Dewan saya putuskan untuk ikut dia dan membatalkan janji
saya karena urusan penyelamatan ini lebih penting.
Sampai di lokasi, beliau sedang ada tamu dan kami sabar menunggu.
Setelah selesai beliau keluar dengan tamunya mau berangkat makan
siang. Satpam memberi tahu beliau bahwa kami telah menunggu. Karena
bapak anggota Dewan kenal baik dengan B sehingga suasana
pembicaraan sangat akrab. Mengingat beliau sangat tergesa-gesa kami
bermaksud hanya meninggalkan formulir VIP untuk dipelajari dulu.
Namun pikiran berubah disaat beliau mempersilahkan kami ke
ruangannya dan meminta tamunya berangkat terlebih dulu ke
restoran.
Dalam ruangan kami jelaskan maksud dan tujuan kami menemui beliau,
beliau membaca latar belakang petisi lalu berkata, “Ok, saya
tandatangan sekarang saja.” B membantu beliau mengisi formulir.
Sebuah kehidupan lagi telah menentukan posisi.
Pemahaman Fa saya terbatas mohon dengan belas kasih tunjukkan kalau
ada yang kurang tepat. Heshi!