Saya ditahan di Kamp Kerja Paksa
Wanita Beijing pada tahun 2001 selama 18 bulan. Sekitar 1000
tahanan dipenjara di sana, dan kebanyakan dari mereka adalah
praktisi Falun Gong yang menjalani hukuman satu sampai tiga tahun.
Dari delapan bagian di kamp kerja paksa, hanya satu bagian dari
mereka yang menahan non-praktisi. Tahanan ini sering diperintahkan
untuk memantau dan memukuli praktisi di tujuh bagian lainnya. Kamp
ini juga memiliki unit "intensif," terdiri dari 20 kamar single,
dimana praktisi disiksa secara brutal. Jendela kamar ini selalu
ditutup dengan tirai atau selimut di siang hari, dan seseorang bisa
mendengar teriakan yang datang dari dalam.
Petugas mengatur jam kerja di kamp kerja paksa, seringkali dari
pukul 05:00-23:00 dan kadang-kadang sampai pukul 02:00 pada
pagi berikutnya. Praktisi hanya diperbolehkan untuk makan selama 10
menit dan sekitar 5 menit untuk membersihkan diri mereka di pagi
dan sore hari. Penggunaan toilet hanya diizinkan dua kali sehari,
sekali pada pagi hari dan yang lainnya pada sore hari. Tidak ada
yang menerima bayaran untuk pekerjaan mereka. Ketika saya
ditangkap, para petugas menyita semua uang saya, yang banyaknya
sekitar 2000 yuan, dan mereka tidak mengizinkan saya untuk
menghubungi keluarga saya selama enam bulan. Saya tidak punya
pakaian lain sebagai pakaian ganti.
Saya harus makan, bekerja, dan tidur di sel yang sama di mana saya
ditahan. Tanggung jawab utama saya adalah untuk mengemas sumpit dan
sate makanan ikan. Kami pertama-tama harus melap kantong kertas
yang digunakan untuk mengemas setiap pasang sumpit. Kami
menggunakan kain, yang juga digunakan untuk membersihkan kamar,
lorong-lorong dan toilet, untuk membasahi kantong. Sumpit biasanya
menumpuk di lantai, dan ketika kami mendapat terlalu banyak sumpit,
kami menggulungnya di tempat tidur dan menyimpannya di papan tempat
tidur. Kami tidak pernah memiliki kesempatan untuk mencuci tangan
kami, bahkan setelah kami ke kamar kecil. Pecandu obat yang
memantau kami kadang-kadang menggunakan sumpit untuk membersihkan
gigi atau membersihkan jempol kaki mereka. Setiap pasang sumpit
tersebut dikemas seperti biasa. Kantong kertas dan wadah lainnya
yang dipakai untuk mengemas semuanya berlabel "sumpit tersanitasi."
Beberapa sumpit mewah dibuat dengan kayu berkualitas tinggi
menggunakan proses manufaktur yang lebih halus. Mereka dimasukkan
ke dalam kertas khusus atau kantong plastik yang berlabel nama
hotel atau restoran tertentu. Namun, mereka juga menumpuk di
lantai, digunakan untuk membersihkan gigi dan membersihkan jari
kaki, dan dikemas dengan tangan kotor.
Kami biasanya memiliki kuota harian untuk mengemas sekitar 8.000
pasang sumpit, dan sulit untuk menyelesaikan sebegitu banyak. Jika
kami tidak selesai pada akhir jam kerja normal, kami harus bekerja
lebih lama. Untuk menyelesaikan makanan kami lebih cepat dan terus
bekerja, kami makan di tempat kami bekerja dan kemudian meletakkan
mangkuk di lantai sebelah kami. Pekerjaan yang sangat berat membuat
tangan kami melepuh, berdarah dan menjadi kapalan. Setelah bekerja
sepanjang hari, kami sering kali mengalami kesulitan untuk
meluruskan punggung kami.
Menusuk makanan ikan bahkan lebih menguras tenaga. Kami menggunakan
kail pancing untuk ini, yang berwarna merah gelap dan tidak lebih
besar dari ujung sumpit. Tusukan berukuran satu setengah sentimeter
panjangnya. Kami pertama-tama mengambil cincin karet kecil dengan
beberapa gunting, menempatkan mereka di sekitar kail pancing, dan
menghubungkan cincin ke tongkat. Kami harus menyelesaikan 4 kg
makanan ikan halus atau 5 kg makanan ikan biasa sehari. Ketika
tangan kami cidera, kami harus menutup tangan kami yang terluka,
yang terasa sangat sakit, dan kemudian terus bekerja.
Bekerja dengan makanan ikan sangat tidak sehat dan makanan memiliki
bau yang tajam. Karena makanan ikan dan cincin karet sangat kecil
ukurannya, kami sering kali harus memegang mereka dekat mata untuk
mengerjakannya. Jadi debu masuk ke mata, hidung dan sering
menyebabkan ruam pada kulit kami, yang bahkan menjadi lebih parah
di musim panas. Tangan kami sering bengkak ketika kami memotong dan
mempersiapkan cincin karet. Kami menderita rasa sakit yang amat
sangat, dan beberapa dari tangan para praktisi menjadi
keriput.
Banyak dari kami yang bekerja di kamp tidak bisa berdiri tegak dan
mengalami kesulitan berjalan. Kelelahan fisik dan mental sangat
ekstrim. Banyak dari kami berusia antara 50 sampai 70 tahun, namun
kami masih dipaksa untuk melakukan kerja berat. Ketika salah satu
praktisi yang berumur 61 tahun tiba di sel kami, seluruh wajahnya
tampak ungu. Kami bisa melihat memarnya, hidungnya bengkak, dan dia
hampir tidak bisa membuka matanya. Dia menderita pembekuan darah di
rambutnya dan noda darah di sepatu dan pakaian. Dia telah dipukuli
dua minggu sebelumnya. Punggungnya sakit, dia mengalami kesulitan
berjalan dan membalik badan ketika tidur. Meskipun kondisinya
demikian, dia dipaksa untuk melakukan kerja paksa saat tiba di sel
kami. Kami tidak diizinkan untuk berbicara satu sama lain. Jika
kami lakukan, kami dipukuli dan disetrum dengan tongkat
listrik.
Di Pusat Transisi dan Bagian penjara di mana saya ditempatkan, kami
juga harus memproduksi sweater, sarung tangan wol, dan topi wol.
Kami memiliki persyaratan yang ketat pada berapa banyak jahitan
yang harus kami lakukan per inci. Siapapun yang melakukan kesalahan
harus mengulanginya. Kami juga menjahit manik-manik berwarna-warni
dan benda-benda mengkilap untuk sweater atau rok, yang kemudian
diekspor ke luar negeri. Pekerjaan lain termasuk menanam sayuran,
membuat ornamen, melipat kertas, dan produk kemasan sanitasi untuk
perempuan. Setiap Bagian mempunyai pekerjaan yang berbeda untuk
dilakukan, dan kami tidak boleh tidur sampai pekerjaan kami
diselesaikan.
Chinese version click here
English
version click here