(Minghui.org)
Saudara-saudariku para praktisi yang kukasihi.
Saya bisa hadir di sini saat ini dalam keadaan sehat semata-mata
karena adanya takdir pertemuan antara anda dan saya berkat Falun
Dafa, itulah yang saya yakini.
Nama lengkap saya Prayitno Adinugroho Ignasius Maria, biasa disapa
dengan pak Prayit, atau pak Sabar di kalangan tertentu. Saya lahir
di Yogyakarta 21-6-1936, sekarang berdomisili di Yogyakarta. Saya
adalah pensiunan PNS dengan tugas terakhir sebagai dosen bahasa
Inggris di Universitas Negeri Yogyakarta hingga akhir Juni 2001
pada usia 65 tahun.
Setelah itu saya aktif mengajar
sebagai dosen kontrak di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
sampai dengan 31 Juli 2012. Istri saya meninggal pada 7 – 1 – 2007
tanpa meninggalkan keturunan seorang pun. Namun, kami dianugerahi
sejumlah anak asuh dan anak angkat yang kini tersebar di berbagai
tempat. Hingga kini saya ditemani oleh ‘mbak Tri’, pembantu
perempuan yang sudah 36 tahun menjadi bagian hidup keluarga saya.
Dia juga menjadi Praktisi Falun Dafa.
Gangguan Kesehatan Sejak Balita
Semenjak Balita saya amat rentan terhadap aneka gangguan kesehatan
raga maupun jiwa. Oleh sebab itu, berulang kali saya mengalami
rawat jalan hingga tak terhitung jumlahnya. Rawat inap 14 kali,
yang berat tiga kali. Pertama, di Rumah Sakit Jiwa Pusat Kramat
Magelang, tahun 1962 selama 35 hari. Kedua, di Sydney Australia
dengan diagnosa kanker usus tahun 1980. Ketiga, di JIH Yogyakarta
tahun 2009, kritis di ICU selama 6 hari, dan setelah kondisi
memungkinkan operasi prostat, dan dilanjutkan dirawat di ruang
perawatan biasa hingga akhir November 2009. Di saat kritis itu,
saya mengalami kesembuhan dengan cara yang sungguh sangat
mengagumkan. Namun, 2,5 tahun kemudian tepatnya Maret 2011, saya
mengalami rawat inap lagi selama delapan hari di RS Panti Rapih
Yogyakarta. Sejak saat itu, secara drastis merosotlah kesehatan
saya.
Namun demikian, sebagai seorang beriman, saya tetap memilih
berusaha untuk bertahan hidup dengan pelbagai cara yang bisa saya
lakukan. Saya tetap setia melakukan kewajiban saya sebagai dosen
Universitas Sanata Dharma dengan sebaik-baiknya.
Pada bulan Agustus 2011, seorang teman baru membantu saya mengatasi
gangguan ‘Astma Bronchial’ yang sudah menjadi ‘sahabat setia’ saya
sejak balita dan pada saat itu mengunjungi diri saya. Teman
tersebut dan seorang teman baru yang lain, mengajak saya melakukan
terapi di kolam renang. Dia mengundang saya bergabung dengan
komunitas Happy Embung, komunitas tersebut terdiri atas penyandang
akibat struk, lansia dan pemerhati kesehatan di Yogyakarta.
Setiap kamis pagi mereka jalan-jalan santai dan gembira di tepian
embung Tambakboyo, danau kecil genangan bendung sungai tak jauh
dari tempat tinggal saya, seraya menikmati segarnya udara pagi di
alam nan indah. Dengan gembira undangan itu saya terima. Seiring
berjalannya waktu, kesehatan saya membaik secara
berangsur-angsur.
Inilah Yang Sungguh Saya Perlukan Saat Ini, Jiwa dan Raga
Sehat Seluruhnya.
Selanjutnya, tanggal 8 Oktober 2011 datanglah seorang teman
menawarkan undangan workshop beserta brosur Falun Dafa. Begitu
membaca brosur tersebut, pada halaman pertama, hati saya langsung
tertarik. Saya katakan dengan tegas, “Inilah yang sungguh saya
perlukan saat ini, jiwa dan raga sehat seluruhnya”. Minggu tanggal
9 Oktober saya bersama tiga orang teman menghadiri pengenalan Falun
Dafa. Dengan antusias, saya ikuti acara demi acara sampai selesai.
Kesan mendalam dalam hati saya adalah bahwa Falun Dafa sungguh baik
untuk diri saya. Kemudian pada hari Selasa 11 Oktober 2011,
mulailah saya berlatih lima perangkat gerakan dan meditasi, di
rumah saya bersama mbak Tri serta dua pasang suami istri yang
adalah teman-teman saya, di dampingi oleh seorang praktisi Falun
Dafa di Yogyakarta yang adalah adik dari salah seorang teman
tersebut. Sudah lebih dari 1 tahun saya ber-enam menjadi
praktisi Xiulian Falun Dafa.
Perubahan Fisik dan Mental
Tidak sedikit pengalaman sehari-hari yang menarik untuk saya
bagikan selama saya menjalani kultivasi jiwa dan raga sebagai
praktisi Xiulian Falun Dafa selama ini. Namun, secara singkat bisa
saya katakan bahwa saya telah mengalami perubahan signifikan dalam
segi fisik, mental, emosional, spiritual maupun sosial. Dengan
tegas saya nyatakan bahwa saya hari ini bukanlah saya setahun yang
lalu.
Secara jelas bisa saya sampaikan, bahwa saya lebih percaya diri,
lebih gembira, lebih bersikap positif. Tahun yang lalu, saya mudah
murung, sedih, kurang percaya diri. Saya takut akan ini, khawatir
tentang itu, mudah cemas serta gelisah... ujung-ujungnya stres.
Pada kadar tertentu, saya memerlukan bantuan profesional seperti
psikiater atau psikolog. Namun dalam kurun waktu sejak Agustus
2011, hingga saat ini, secara berangsur-angsur telah berubahlah
saya.
Beberapa bulan yang lalu, saya ikut kegiatan Falun Dafa di
Sidoarjo, Jatim, kemudian Jakarta, disusul kegiatan di Semarang dan
Pemalang, Jawa Tengah. Dalam mengikuti kegiatan Falun Dafa di luar
Yogya itu, ternyata apa yang semula saya takutkan tidak ada satu
pun yang terjadi. Gangguan-gangguan buang air besar, diare, buang
air kecil, sakit pinggang, pusing, sesak nafas, loyo karena
kelelahan, perut mual dan sebagainya, tidak ada yang terjadi.
Obat-obatan yang saya bawa dari rumah, tetap utuh tak tersentuh
sampai kembali di rumah lagi, kecuali obat semprot yang perlu saya
gunakan. Akhirnya, saya berani memutuskan untuk ikut kegiatan Falun
Dafa di Bali. Kini, saya sungguh bahagia bahwa dengan kondisi
kesehatan seperti ini, sebagai saudara-saudari seperguruan dengan
Master Li Hongzhi selaku guru Tunggal.
Pengalaman Paling mengesankan
Yang paling mengesankan adalah, pengalaman saya di Jakarta, di
depan gedung Kedubes RRC. Semula saya ragu-ragu, apakah orang lemah
di usia senja seperti saya ini mampu ikut kegiatan Falun Dafa itu.
Sungguh di luar dugaan saya, ternyata saya kuat berdiri selama
empat jam dari pukul 08.00 sampai pukul 12.00. Saya memegang foto
seorang praktisi Pria bernama Li Hongyin, dalam suasana khidmat,
meditatif diiringi musik yang begitu menyentuh hati dimainkan oleh
Marching Band berseragam biru dan Genderang Pinggang berbaju kuning
bergantian. Dalam batin saya berbicara dengan saudara Li Hongyin,
yang meninggal karena dianiaya oleh Partai Komunis China. Tanpa
saya sadari basahlah kedua mata saya karena cucuran air mata. Mulai
dari tengkuk ke seluruh tubuh terasa merinding. Pada pukul 15.00
sampai 17.00 acara yang sama saya ikuti di bundaran HI
Jakarta.
Hari Minggu pagi pawai dari Monas, saya membawa spanduk bersama
teman praktisi dari Temanggung. Saya berusaha membatinkan
kata-kata, Sejati – Baik – Sabar yang tertera pada spanduk yang
saya bawa. Setiap kali menatap mata penonton di pinggiran jalan,
saya tersenyum kepadanya, saya merasa bahagia bisa tersenyum kepada
orang yang tidak saya kenal. Dia pun membalas senyuman saya dengan
wajah ceria. Ketika meninggalkan Jakarta menuju rumah anak saya di
Bekasi, tubuh saya tidak loyo, melainkan masih segar. Sungguh,
pengalaman yang luar biasa. Saya percaya bahwa dalam kebersamaan
saya dengan para praktisi, saya berada dalam medan energi yang
meskipun tidak kasat mata dalam dimensi fisik, sungguh eksis
dalam dimensi lain yang dampaknya bisa dirasakan karena satunya
cipta, rasa, karsa semua yang hadir.
Memahami dan Menerapkan Zhuan Falun
Dalam hal pengolahan jiwa, saya berusaha memahami prinsip-prinsip
yang terkandung dalam buku Falun Gong dan Zhuan Falun. Saya coba
terapkan dalam hidup saya sehari-hari. Ternyata memang mudah untuk
diomongkan, namun betapa sulit untuk dijalani. Meskipun demikian
dengan kesungguhan hati dalam berlatih, tidak sia-sia lah usaha
saya. Mesti sedikit, toh ada peningkatan kesadaran, kesabaran dan
sebagainya.
Dalam interaksi saya dengan orang lain, betapa sering hati saya
bergejolak dengan aneka perasaan seperti jengkel, merasa tidak
dihargai, disepelekan, tidak diorangkan, kecewa karena orang tidak
berterima kasih ketika saya berbuat sesuatu kebaikan kepadanya, iri
hati dan sebagainya. Kadang-kadang, mulut pun bereaksi bahkan lepas
kontrol. Namun, berangsur-angsur, saya mampu mengendalikan diri,
setelah mundur selangkah, saya mencari ke dalam, terbukalah
kesadaran saya. Saya secara berangsur-angsur makin mengenal diri
saya dan aneka kepentingan serta perasaan yang sudah sejak lama
tersimpan dan melekat dalam batin saya, seperti kesombongan,
kedengkian, kemarahan, kemalasan, kemesuman, dan sebagainya. Secara
berangsur-angsur perasaan itu semakin hambar, ringan tak mencekam
lagi, meskipun masih ada dalam memori. Misalnya, ingatan akan
almarhum istri tercinta saya masih ada, namun rasa kehilangan yang
mencekam semakin hambar, saya merasa bebas dari keterikatan pada
memori.
Pernah di suatu malam, pukul 01.00 saya terbangun mau kencing.
Tiba-tiba muncul dalam benak saya, sosok seorang perempuan yang
sudah saya kenal yang menarik untuk diperhatikan. Sejenak saya
menikmati pemandangan itu. Namun, sekonyong-konyong timbulah
kesadaran, “Saya adalah seorang praktisi Falun Dafa. Ini adalah
godaan...Karena tujuanku yang utama adalah kesempurnaan, kembali ke
jati diri”. Kesadaran itu membuat perasaan erotis mereda, hambar
dan lenyap begitu saja. Pengalaman itu tidak cuma satu kali,
melainkan beberapa kali terjadi. Kadang-kadang lenyapnya perasaan
menyenangkan disusul oleh dorongan untuk membaca buku Zhuan Falun
atau tidur lagi.
Demikianlah sekelumit pengalaman saya yang bisa saya bagikan saat
ini, sekilas tentang pengalaman menjadi hidup baru dengan Falun
Dafa di usia senja saya.
Saya ucapkan terima kasih kepada Shifu Li Hongzhi, semua praktisi,
khususnya praktisi Yogya yang begitu gigih tekun, sabar dan setia
pada komitmen pribadinya mendampingi saya dalam mengolah jiwa dan
raga saya. Shifu Li berkata:
“Hati merupakan jalan untuk sukses berkultivasi, Jadikan
penderitaan sebagai perahu untuk mengarungi Dafa nan tak
bertepi.”
Sebagai penutup, ijinkanlah saya menyampaikan sebuah syair lagu
sederhana sebagai berikut,
‘Falun Dafa....Falun Dafa...Bermacam-macam kita hadir di sini,
tetapi kita satu. Di Falun Dafa tidak ada yang putih tidak ada yang
hitam. Kita bersaudara di Falun Dafa satu tujuan...Untuk kembali ke
jati diri kita semua.
Falun Dafa...Falun Dafa...*’
Akhir kata marilah dengan tegas kita ucapkan, Falun Dafa Sungguh
Baik