Setelah berkultivasi Falun Dafa,
saya tahu bahwa saya harus menjadi "Toleran." Namun demikian,
pemahaman saya terhadap "Toleransi" sangat dangkal. Saya pikir
bahwa toleran itu hanyalah mengontrol apa yang saya katakan dan
tidak terlibat konflik dengan orang lain. Oleh karena itu saya
berperilaku dengan baik terhadap orang lain. Karena pikiran saya
tidak berubah, meskipun saya tidak mengatakan apa-apa, saya masih
menyalahkan orang lain dalam hati. Terlepas dari situasi yang saya
temui, saya selalu berpikir tentang kesalahan orang lain. Jadi
pikiran saya tidak bersih dan tidak tenang.
Baru-baru ini, beberapa praktisi mengatakan bahwa saya "cenderung
masuk ke jalan buntu." Saya terkejut setelah mendengar itu. Setelah
saya menenangkan diri, saya berpikir, "Kultivasi berbeda dari
masalah manusia biasa. Kita harus memahami prinsip-prinsip Fa
dengan benar. Saya membahas bagaimana memahami Fa dengan benar
bersama rekan-rekan praktisi; Mengapa mereka mengatakan bahwa saya
masuk ke jalan buntu?" Saya tidak bisa memahami hal itu dan meminta
bantuan Guru, "Guru, mereka berkata bahwa saya cenderung masuk ke
jalan buntu. Saya merasa tidak punya masalah seperti itu. Saya
harus menunjukkan jika ada rekan praktisi yang memiliki kekurangan.
Mengapa yang lain menunjuk ke arah saya bahwa saya masuk ke jalan
buntu? Apakah benar saya punya masalah seperti itu?"
Lalu saya buka buku Zhuan Falun. Pada pandangan pertama, kalimat,
"Ya, itu sudah pasti." tertangkap mata saya. Saya menutup buku itu
dan pikiran saya menjadi tenang. Karena Guru mengatakan bahwa saya
memiliki masalah itu. Maka saya pasti memilikinya. Namun, saya
masih tidak mengerti. Saya hanya merasa bahwa kultivasi saya tidak
mudah, bahwa saya terikat dengan banyak hal, bahwa saya tidak bisa
melepaskan semua keterikatan dengan cukup cepat, dan saya tidak
bisa bergaul baik dengan orang lain.
Hari berikutnya saya mengingat paragraf berikut dari Fa, “Di dalam
alam semesta, kami melihat jiwa manusia bukan berasal dari
masyarakat manusia biasa. Terciptanya jiwa manusia yang asli,
terjadi dalam ruang alam semesta ini. Karena di dalam alam semesta
ini ada banyak sekali materi yang beraneka ragam untuk menciptakan
jiwa, dari interaksi antarmateri ini dapat terbentuk jiwa; itu
berarti bahwa jiwa manusia yang paling dini juga berasal dari alam
semesta. Ruang alam semesta memang bersifat baik, yakni memiliki
karakter Zhen, Shan, Ren, dan ketika manusia dilahirkan memiliki
sifat yang sama dengan alam semesta. Tetapi ketika makhluk berjiwa
sudah tercipta banyak, maka berkembang pula suatu hubungan sosial
yang kolektif. Sebagian di antaranya mungkin bertambah sifat
egoisnya, tingkat mereka berangsur-angsur mulai merosot sehingga
tidak dapat bertahan pada tingkat itu, dan mereka harus jatuh ke
bawah. Tetapi pada tingkat lain tersebut, mereka kembali menjadi
tidak baik lagi, sehingga tidak dapat bertahan dan jatuh lagi lebih
lanjut, dan akhirnya jatuh ke dalam tingkat yang dihuni umat
manusia ini.” (“Ceramah Satu” Zhuan Falun)
Pada saat itu sebuah pertanyaan muncul dalam pikiran saya. Para
Dewa dan Buddha pada tingkat tinggi menikmati kebebasan penuh, dan
mereka dapat memiliki apa pun yang mereka inginkan. Mereka dapat
menciptakan alam semesta hanya dengan satu pikiran. Mereka pasti
tidak akan mengejar keuntungan dan kekayaan. Lalu keegoisan seperti
apa yang akan mereka kembangkan? Saya terus berpikir selama
beberapa waktu dan kemudian mempunyai pemahaman. Keegoisan yang
bangkit di masa awal dari para Dewa dan Buddha mungkin adalah
beberapa keterikatan pada diri sendiri. Artinya, pemikiran mereka
bahwa prinsip yang mereka lihat dengan jelas adalah yang absolut,
dan pemahaman yang lain pastilah salah. Dengan mentalitas terikat
pada diri sendiri, atau (dengan kata lain) sifat egois, kehidupan
itu akan menjadi tidak murni dan menjadi lebih berat. Dia kemudian
akan tidak sesuai dengan Fa pada tingkat tinggi tersebut, dan akan
turun tingkat. Semakin tingkatnya menjadi lebih rendah, kehidupan
itu akan menjadi lebih berat dan bahkan menjadi lebih terikat.
Ketika jatuh ke tingkat manusia biasa, keegoisan menjadi semakin
rumit dan tidak hanya keterikatan pada pemahaman diri sendiri.
Kehidupan menjadi terikat pada hampir segala sesuatu, seperti
ketenaran, keuntungan pribadi, sentimen, nafsu, amarah, dan
lain-lain. Bersama dengan keterikatan-keterikatan ini, kehidupan
juga mengembangkan kecemburuan, kebencian, mentalitas bersaing,
kefanatikan, mentalitas mengejar, ketakutan, dan lain-lain. Manusia
biasa hampir sepenuhnya terkubur dalam semua keterikatan
tersebut.
Sebagai seorang kultivator, harus mampu melenyapkan semua
keterikatan ini, membuang satu per satu. Kemudian baru dapat
kembali ke surga tempatnya berasal. Selama berkultivasi, saya
dengan jelas dapat mengenali keterikatan saya pada ketenaran dan
kepentingan pribadi, dan saya telah melakukan yang terbaik untuk
melenyapkannya. Namun, saya tidak bisa mengenali obsesi pada diri
sendiri dan tidak mau membuangnya. Setiap kali berurusan dengan
sesuatu, saya sering berpikir bahwa pasti pemahaman saya yang
benar, dan saya kesal jika orang lain memiliki pendapat yang
berbeda. Saya sering ingin membujuk orang lain dan membuat mereka
mengubah pendapatnya. Kadang-kadang, setelah saya melihat bahwa
orang lain tidak mau berubah, saya akan "sepakat" pada akhirnya.
Kemudian saya merasa bahwa saya telah melakukannya dengan baik dan
toleran, berpikir bahwa saya telah berkultivasi lebih baik daripada
orang lain karena saya mau mengalah. Dalam beberapa tahun terakhir,
Guru telah berulang kali menekankan pentingnya kerjasama antar
praktisi. Namun, saya tidak memberi perhatian yang cukup untuk
bekerjasama dengan baik, saya pikir yang penting adalah bagaimana
agar diri ini menyelesaikan sesuatu dengan baik. Saya tidak
menyadari bahwa bekerja sama dengan baik dengan para praktisi lain
juga adalah sebuah proses kultivasi dalam melepaskan diri dari
keterikatan, serta berjalan keluar dari keegoisan serta berjalan
keluar dari alam semesta lama.
Setelah menemukan keterikatan, saya melihat kembali apa yang saya
katakan dan lakukan, dan saya merasa malu. Saya selalu menghakimi
orang lain dan membuat tuntutan pada orang lain berdasarkan
pemahaman saya. Ketika orang lain tidak mau mendengarkan, saya
merasa khawatir. Meskipun tidak sampai terjadi konflik dengan orang
lain, saya merasa tidak nyaman dalam hati. Kadang-kadang saya
mengembangkan perasaan negatif, merasa depresi, dan merasa
kehilangan arah dalam berkultivasi. Sebenarnya, sudah waktunya bagi
saya untuk membuang keterikatan saya ini, Guru berkata,
“Perjalanan Xiulian berbeda
Semuanya berada di dalam Dafa
Tidak ada keterikatan terhadap segala hal
Jalan di bawah telapak kaki dengan sendirinya jadi lancar”
(“Tanpa Halangan,” Hong Yin II)
Setiap kultivator harus melewati jalurnya sendiri, dan mereka harus
mencapai pencerahan mereka sendiri di dalam Fa. Dafa sangat besar,
dan pemahaman saya hanyalah setetes air di tengah samudera.
Bagaimana saya bisa menilai orang lain berdasarkan pemahaman saya
sendiri? Sebagai sesama praktisi kita harus berbagi dan bertukar
pemahaman. Namun, berbagi dan bertukar pengalaman itu harus
dilakukan untuk mengkomunikasikan pemahaman kita dan sebagai sarana
untuk melihat ke dalam diri kita sendiri. Berbagi dan bertukar
tidak dilakukan untuk menuduh satu sama lain, dan tidak dilakukan
untuk menilai dan membuat tuntutan pada orang lain berdasarkan
pemahaman sendiri. Sebagai seorang praktisi Falun Dafa, seseorang
harus memiliki pikiran yang luas untuk menerima dan mentolerir
semua kehidupan dan semua makhluk, dan tentu saja termasuk juga
terhadap rekan-rekan praktisi.
Ketika terus berpikir tentang hal ini, saya memperoleh pemahaman
lebih lanjut mengenai menyangkal kekuatan lama secara total. Di
masa lalu, saya akan merasa khawatir jika saya melihat kekurangan
rekan-rekan praktisi. Dalam pikiran saya tersirat pemikiran, "Jika
Anda tidak berkultivasi dengan baik segera, kekuatan lama akan
menganiaya Anda!" Saya menilai rekan-rekan praktisi dengan
menggunakan pemahaman sendiri, dan saya menuntut agar rekan-rekan
praktisi memenuhi pemahaman saya sendiri. Apa perbedaan antara
pemikiran saya dan cara kekuatan lama terikat pada pengaturan
mereka? Jika pemikiran saya mengikuti prinsip-prinsip alam semesta
lama, maka bukankah artinya saya setuju dengan aturan kekuatan lama
tentang "menganiaya siapa pun yang tidak berkultivasi dengan baik"?
Untuk benar-benar menyangkal pengaturan kekuatan lama, seseorang
harus melangkah keluar dari "keegoisan" alam semesta lama,
melangkah keluar dari prinsip-prinsip alam semesta lama, dan
mencapai maha belas kasih dari kehidupan alam semesta baru melalui
kultivasi.
Guru berkata,
"... dengan kata lain berarti, jalan mana yang ingin anda lalui,
apa yang anda inginkan, apa yang hendak anda peroleh, tidak ada
siapa pun yang mencampuri kemauan anda, hanya boleh memberi nasihat
baik." ("Ceramah Tiga," Zhuan Falun)
Ini adalah prinsip alam semesta. Jangan mengganggu kehidupan orang
lain, berbelas kasihlah terhadap orang lain, perlakukan dan hadapi
semua dengan mentalitas yang murni dan baik, dan hormatilah
rekan-rekan praktisi dengan mentalitas yang murni dan baik.
Rekan-rekan praktisi memiliki jalan mereka sendiri untuk dilalui.
Apa yang bisa saya lakukan adalah mengingatkan mereka dengan
pikiran yang murni untuk memperkuat mereka dengan pikiran lurus dan
benar-benar menolak campur tangan kekuatan lama. Kita tidak
mengizinkan faktor jahat untuk mengganggu pengaturan Guru dan tidak
membiarkan faktor jahat untuk mengganggu kultivasi dari rekan-rekan
praktisi.
Sekarang, ketika saya berpikir kembali komentar rekan-rekan
praktisi tentang saya, bahwa saya cenderung "masuk ke jalan buntu,”
saya sepenuhnya setuju dengan mereka. Di masa lalu, benar bahwa
saya cenderung terikat pada pemahaman saya sendiri dan tidak bisa
keluar dari situ, dan saya tidak bisa maju dengan gigih dalam
berkultivasi. Penyebab utamanya adalah karena saya tidak bisa
melepaskan keterikatan terhadap ego. Saya menahan diri sampai hari
ini, sampai akhirnya saya memahami keterikatan saya. Saya
mengucapkan terima kasih atas petunjuk Guru yang belas kasih!
Chinese version click here
English version click here