(Minghui.org)
Pada 6 Februari 2012, Wang Lijun, wakil walikota Chongqing,
melarikan diri ke konsulat AS di Chengdu dan mengungkapkan rincian
pembunuhan serta upaya menutup-nutupi pembunuhan pengusaha Inggris
Neil Heywood, yang terkait dengan Bo Xilai. Insiden ini menjatuhkan
dia dan atasannya, Bo Xilai, mantan Sekretaris Komite Partai
Komunis China Chongqing dan anggota Politbiro China saat itu, yang
telah menangkapi beberapa sekutu dekat dan rekan Wang Lijun sebelum
kejadian.
Wang Lijun adalah kepala
Departemen Kepolisian Chongqing sebelumnya. Dia diduga memiliki
bukti terhadap Bo, yang memimpin penganiayaan sangat brutal
terhadap Falun Gong dan dituduh mengambil organ praktisi Falun Gong
hidup-hidup yang ditahan karena keyakinannya.
Setelah insiden Wang Lijun, praktisi Falun Gong di New York dan
Washington DC bergegas mengadakan petisi untuk mendesak Pemerintah
AS memublikasikan semua bukti yang diungkapkan Wang Lijun tentang
Bo Xilai, serta semua bukti yang berkaitan dengan kejahatan
pengambilan organ rezim komunis China terhadap praktisi Falun Gong
yang tidak bersalah.
Para praktisi di Kota New York sangat sibuk dibandingkan dengan
yang lain, jadi kami tidak memiliki tenaga yang cukup untuk menjaga
sebuah meja petisi di jalan-jalan. Setiap praktisi akan menemukan
waktunya sendiri untuk mengumpulkan tanda tangan. Manhattan
merupakan jantung Kota New York, jadi saya memutuskan untuk pergi
ke Manhattan.
Saya benar-benar tidak mengerti pada awalnya. Ada banyak orang di
jalanan, tapi mereka semua tampak sibuk dan berjalan cepat melewati
saya. Bagaimana saya mendekati mereka? Saya berpikir bagaimana
praktisi Falun Gong lainnya membuat pameran terbuka beberapa tahun
lalu di jalan-jalan Manhattan untuk memeragakan penyiksaan para
praktisi Falun Gong yang dipenjara di China sejak tahun 1999.
Sementara banyak orang berhenti dan menyatakan simpati, lebih
banyak bersikap dingin dan acuh tak acuh. Saya merasa tertekan
memikirkan hal itu. Pengalaman tersebut telah meninggalkan saya
kesan bahwa orang-orang di New York dingin dan egois. Tapi
saya segera mengingatkan diri sendiri bahwa saya tidak sedang
meminta orang agar membantu seperti dalam kasus pengumpulan amal
manusia biasa. Saya tengah menyelamatkan orang-orang dan memberikan
mereka kesempatan penyelamatan. Saya berkata pada diri sendiri
bahwa saya harus membantu Guru dalam pelurusan Fa dan menyelamatkan
orang-orang di dunia.
Ada empat orang berpakaian rapi mengobrol dekat saya. Saya
mendekati mereka, "Maaf, maukah Anda menandatangani petisi untuk
membantu menghentikan pengambilan organ praktisi Falun Gong di
China?"
Mereka hanya menatap saya.
Saya menambahkan, "Dengan hanya menandatangani petisi, Anda akan
menyelamatkan banyak nyawa. Anda silakan membaca petisinya."
Saya menatap mereka sambil memancarkan pikiran lurus dalam hati.
Salah satu dari mereka mengambil petisi. Dia membaca ringkasan dan
berseru, "Ya ampun! Sulit dibayangkan!" Dia menandatangani petisi
dan mengisi nama dan alamatnya. Dia kemudian meneruskan petisi
kepada teman-temannya, semuanya turut menandatangani.
"Ternyata tidak sulit," saya berkata pada diri sendiri. "Saya bisa
melakukannya dan harus melakukannya."
Berikutnya saya melihat tiga orang lain tengah mengobrol bersama.
Saya mendekati mereka dengan kalimat pembuka yang sama. Seorang
wanita mengatakan dia tidak tertarik. Sebuah kepedihan akan
penolakan tiba-tiba memukul saya, tapi saya ingat kata-kata Guru.
Saya harus bertahan. Saya berpaling pada teman-temannya. "Apakah
Anda ingin menandatangani petisi?" Seorang pria menatap dan
berkata, "Saya akan senang melakukannya." Mereka berdua
menandatangani petisi.
Saya telah memahami bahwa sepanjang saya tetap tabah, penolakan
seseorang tidak akan memengaruhi keputusan orang lain.
Sebelum saya sadari, saya telah mengumpulkan tanda tangan dari
puluhan orang. Beberapa orang menandatangani dan lainnya tidak.
Saya menumbuhkan dalam pikiran bahwa saya akan membuat semua orang
yang saya temui tahu tentang kasus ini karena saya tulus ingin
menyelamatkan semua orang. Apakah seseorang memutuskan untuk
menandatangani petisi atau tidak - sepenuhnya terserah kepada
setiap individu.
Hari berikutnya saya mengumpulkan tanda tangan di sebuah stasiun
kereta bawah tanah saat orang-orang sedang menunggu kereta mereka
tiba. Saya mendekati orang dari satu ujung sampai ke peron yang
lain, tetapi kereta tidak datang. Keterlambatan kereta memberi
semua orang kesempatan untuk mengetahui maksud kami.
Saya mendekati pasangan di stasiun kereta bawah tanah. Istrinya
menepis tak sabar. "Kami tidak tertarik," katanya. Biasanya Anda
mengira suaminya akan menolak juga. Tapi saya tidak membiarkan dia
menghalangi saya. Saya tahu dia tidak mewakili pendapat suaminya
pada persoalan ini. Saya mendekati suaminya dan memberikan formulir
petisi. "Saya benar-benar ingin menyelamatkan Anda," saya berpikir
dalam hati. Ternyata ia menandatangani petisi setelah ia membaca
formulir. Saat ia mengisi nama dan alamatnya, saya mengatakan
kepadanya tentang kejahatan rezim China. Istrinya juga
mendengarkan. Ketika ia selesai menandatangani, istrinya berkata,
"Saya pikir saya juga harus menandatanganinya." Saya tersenyum
padanya.
Beruntung saya tidak berpikir buruk tentangnya ketika pada awalnya
dia menolak untuk menandatangani.
Pada hari ketiga, saya sedang berbicara dengan seorang pria Afrika
Amerika dekat Union Square ketika seorang Afrika Amerika lain
berteriak dari seberang jalan. "Apakah Anda mengumpulkan tanda
tangan untuk Falun Gong?" "Ya." Dia berjalan cepat ke arah saya.
Dia tampak seperti telah berlari. "Saya suka menandatangani untuk
Falun Gong. Untuk apa kali ini?" Tampaknya ia pernah dihampiri oleh
praktisi Falun Gong sebelumnya. Setelah saya menjelaskan tujuan
kami, dia segera berkata, "Ya! Saya pasti akan menandatangani!" Dia
mengambil petisi dari saya dan menandatangani. Tetapi pria yang
saya telah ajak berbicara ragu-ragu. Pelari mengatakan kepada saya,
"Jangan khawatir. Dia adalah teman saya. Saya akan meminta dia
menandatanganinya." Dia memeluk temannya dan berkata, "Teman, ini
penting. Kamu harus menandatangani." Pria itu tersenyum ke pelari,
tapi ia tidak menandatangani. Pelari kemudian meninggikan suaranya,
"Hei! Maukah kamu menandatangani? Jika kamu tidak menandatangani,
kamu bukan lagi teman saya." Pria itu tertawa. Dia berkata, "Aku
akan menandatangani. Aku hanya berpikir alamat mana yang harus
digunakan." Saya menyarankan agar ia menggunakan alamat kerjanya.
Dia segera menandatangani petisi dan mengisi nama dan alamat
kantornya.
Saya juga bertemu dengan seorang wanita dari New Jersey di Union
Square. Setelah saya bercerita tentang tujuan kami, dia berseru,
"Oh! Bagaimana ini bisa terjadi? Saya akan menandatangani petisi."
Setelah saya meninggalkan dia, dia mengejar dan menghentikan saya.
"Maukah anda menunggu sebentar? Anak saya dan pacarnya ada di sana.
Saya akan membawa Anda kepada mereka. Mereka harus menandatangani
petisi juga." Dia mengatakan kepada putranya, "Ini adalah masalah
yang sangat penting. Saya pikir kamu berdua harus menandatangani
petisi." Ketika anak dan pacarnya membaca petisi, mereka berdua
berseru. "Oh! Ini mengerikan! Sulit dibayangkan!" Mereka berdua
menandatangani petisi.
Saya sangat tersentuh oleh orang-orang baik yang telah saya temui.
Ada dua mahasiswa duduk di Union Square. Salah satu dari mereka
mengatakan, "Saya harus memikirkannya." Tapi yang lain mengambil
petisi dan segera menandatangani. Dia kemudian bertanya pada
temannya, "Mengapa kamu harus memikirkannya dulu? Ini adalah hal
yang benar untuk dilakukan." Temannya berkata, "Ini nama saya.
Tentu saja saya harus memikirkannya sebelum saya tandatangan."
Temannya tampak kesal. "Terus? Apakah kamu ada masalah menggunakan
namamu untuk tujuan yang benar?" Saya segera menenangkan. "Tidak
apa-apa. Saya akan menunggu." Saya terus memancarkan pikiran lurus
saat ia mempertimbangkan. Setelah sekitar satu menit, ia berkata,
"Saya akan menandatangani petisi." Temannya sangat senang sehingga
ia sungguh-sungguh bertepuk tangan!
Saya sangat tersentuh oleh anak muda yang tidak hanya
menandatangani petisi, tapi bertepuk tangan untuk temannya yang
telah membuat keputusan yang tepat. Saya telah bekerja tanpa lelah
dan mengalami cuaca yang kurang bersahabat ketika kami mengadakan
peragaan penyiksaan di Manhattan beberapa tahun lalu. Saya pernah
membenci orang-orang yang tak peduli pada kasus kami, tapi saya
sekarang merasa sangat terdorong oleh kebaikan dan semangat lurus
anak muda ini.
Saya juga menemukan bahwa kekuatan lama tidak lagi memiliki tingkat
kekuatan yang sama untuk memanipulasi orang. Tampaknya sisi yang
baik dan telah mengerti dari orang-orang telah terbangun. Bahkan,
saya merasa saya memiliki sedikit konsep negatif terhadap
orang-orang. Dulu saya pikir orang di Manhattan tak peduli dengan
tujuan kami karena mereka egois. Orang-orang tidak terlalu menerima
karena saya sudah memiliki prasangka. Sekarang saya memiliki
sedikit opini negatif terhadap orang lain, saya bisa merasakan
perbedaan bagaimana orang-orang menanggapi saya. Tubuh saya tidak
lagi terasa berat dan medan energi saya terasa bersih.
Ada delapan remaja Afrika Amerika tengah duduk-duduk di Union
Square. Cara mereka berpakaian membuat mereka terlihat menakutkan
dan sulit didekati, tapi saya memutuskan untuk tidak berprasangka.
Saya mendekati mereka dan menjelaskan tujuan kami. Seorang remaja
mengejek, "Aku orang hitam." Teman-temannya tertawa. Maksudnya
adalah dia tidak peduli karena dia bukan orang China. Saya
bersabar. Saya tersenyum dan menatap matanya. "Apakah Anda tahu
sesuatu? Saya sama seperti anda." Mereka berhenti tertawa.
"Saya sama seperti Anda. Saya tidak bisa memilih warna kulit saya,
tapi itu tidak penting. Yang penting adalah hati kita. Bukankah
begitu? Jangan meremehkan kekuatan tanda tangan Anda pada petisi
ini. Itu mungkin akan menyelamatkan banyak nyawa." Saya benar-benar
berbicara dari lubuk hati saya.
Seolah-olah dunia berhenti sejenak. Tak satu pun dari mereka
berbicara. Dia mengambil petisi dan memandang saya sekilas. Saya
melihat matanya memerah dan ia hampir menangis. Beberapa temannya
bereaksi dengan cara yang sama. Mereka semua menandatangani petisi.
Salah satu dari mereka bertanya apakah ia bisa menandatangani atas
nama pacarnya. Saya menyarankan agar pacarnya memahami terlebih
dahulu tentang petisi. "Dia ada di sini juga. Saya akan membawanya
ke sini." Dia segera kembali dengan pacarnya dan dua perempuan muda
lainnya. Mereka semua menandatangani petisi.
Seorang anak Afrika Amerika berusia sekitar 12 tahun mendekati saya
dan bertanya apa yang sedang saya lakukan. Dia meminta untuk
menandatangani petisi. Saya tidak yakin apakah baik baginya untuk
menandatangani tanpa orangtuanya, tapi dia menarik petisi ke arah
dirinya. "Anda harus lebih membungkuk agar saya bisa tandatangani."
Saya memutuskan harus menghormati keputusannya hendak mendukung
kami meskipun usianya masih muda.
Selanjutnya dia bertanya, "Bisakah Anda tinggal di sini sebentar?
Saya akan mencari adik saya untuk menandatangani." Dia segera
kembali dengan anak laki-laki berumur sekitar tujuh. Saya bertanya
pada adiknya, "Apakah adik tahu petisi ini untuk apa?" Dia berkata,
"Ya. Kakak saya telah bercerita tentang hal itu." "Apakah adik
yakin ingin menandatangani?" Dia mengangguk. "Saya yakin." Dia
berusaha sangat keras untuk "menandatangani" namanya, tapi masih
tampak seperti coretan. Kakaknya melihat tandatangannya dan
mencoretnya. Anak itu memprotes. Dia meraih lengan kakaknya dan
berteriak, "Ini adalah tanda tangan saya! Jangan coret." Kakaknya
berkata, "Tulisan tanganmu mengerikan. Tak seorang pun akan
memahaminya. Saya akan membuatnya terlihat lebih baik." Anak kecil
itu menatap saya, tidak tahu apa yang harus dilakukan. Saya menepuk
dia dan berkata, "Jangan khawatir. Kami tahu itu adik yang memilih
untuk menandatangani. Adik telah membuat pilihan yang sangat baik."
Dia tersenyum gembira. Saya sangat tersentuh bahwa anak-anak ini
meminta menandatangani petisi tanpa arahan orangtua.
Pada hari keempat, saya mengumpulkan tanda tangan dekat
Perpustakaan Umum New York di 42nd Street. Ada meja di luar ruangan
dan kursi di taman belakang perpustakaan. Ada banyak orang tengah
menikmati istirahat makan siang di sana. Kebanyakan dari mereka
berpakaian rapi. Saya bisa mengatakan mereka adalah para eksekutif
baik dalam sektor publik maupun swasta. Makan siang adalah
kesempatan yang sempurna bagi saya untuk mendekati mereka, tapi
hati saya mulai berdebar ketika saya hendak mendekati mereka. Saya
merasa kecil saat bertemu orang-orang penting. Tapi saya berkata
pada diri sendiri untuk mengatasi rasa takut karena itu adalah
bentuk gangguan.
Pada saat yang tepat seorang pria Afrika Amerika dalam pakaian
necis berjalan ke saya dan menyapa saya dengan antusias.
"Saya hanya ingin menyapa. Saya sangat senang melihat Anda." Saya
menjelaskan kepadanya untuk apa petisi itu dan ia segera
menandatangani. "Ini tidak akan lama. Bertahanlah," katanya sebelum
berpisah.
Saya mendekati setiap meja di taman. Banyak orang telah mendengar
tentang Falun Gong dan penganiayaan rezim China terhadap Falun
Gong, tetapi mereka tidak banyak tahu tentang kebobrokan rezim
China.
Saya mendekati dua orang pria di sebuah meja. Salah satunya adalah
seorang pengusaha dan yang lain adalah temannya. Pengusaha skeptis.
"Apakah mereka (Partai Komunis China) benar-benar melakukan ini
(pengambilan organ)? Bukankah China tengah meningkat maju sebagai
sebuah bangsa?" Temannya menjelaskan, "Ia tengah berencana
melakukan bisnis dengan China." Saya langsung merasa terdorong
untuk menceritakan lebih banyak tentang China.
"Berapa banyak uang yang Anda pikir Anda akan peroleh dari rezim
yang mengambil organ dari orang yang masih hidup?"
Dia tampak terkejut.
"Setelah Anda memberikan uang Anda kepada Partai Komunis China,
apakah Anda pikir dia masih akan mendengarkan Anda?" Dia bertukar
pandang dengan temannya.
Saya melanjutkan, "Apakah Anda pikir Partai Komunis China akan
memberi tahu Anda bagaimana menggunakan uang Anda? Untuk melindungi
investasi Anda, Anda hanya bisa mengikuti apa yang Partai Komunis
minta dari Anda? Hukum tidak memiliki kekuatan di China. Apakah
Anda pikir Partai Komunis China akan mengatakan yang
sebenarnya?"
"Jangan biarkan uang Anda menangis. Saya percaya dia lebih suka
tinggal di rumah dengan Anda daripada dengan Partai Komunis China."
Mereka berdua tertawa.
Pengusaha menerima formulir petisi, tapi dia ragu-ragu untuk
menandatangani.
Saya berkata, "Menandatangani petisi mungkin tampak sangat mudah,
tetapi suatu hari Anda akan merasa beruntung telah membuat
keputusan yang tepat." Mereka tertawa lagi. Pengusaha mengatakan
sambil menandatangani, "Saya sudah merasa beruntung." Temannya juga
menandatangani. "Bagaimana saya boleh kehilangan sesuatu yang
membuat saya beruntung?"
Ketika saya hendak pergi, pengusaha berkata, "Terima kasih! Terima
kasih untuk semua yang Anda telah katakan kepada saya!"
Membutuhkan banyak teknik untuk mengklarifikasi fakta kepada para
elit. Jangan membuat mereka merasa bodoh, dan jangan membuat mereka
merasa Anda sedang "menggurui," "bercerita," atau "berkhotbah" pada
mereka. Cobalah mengajak mereka untuk berpikir. Temukan cara untuk
menarik dan melibatkan mereka. Pikirkan perspektif yang unik bagi
setiap pendengar. Lebih penting lagi, berpikirlah dengan
cepat.
Saya sering harus memikirkan pokok pembicaraan dalam hitungan
detik. Ini adalah latihan otak yang melelahkan. Saya menemukan diri
saya mampu berpikir dan merespon sangat cepat ketika saya
mengumpulkan tanda tangan. Saya bisa memikirkan beberapa poin
pembicaraan dari sudut berbeda dan memilih yang terbaik untuk
pendengar meskipun saya sering mendapati diri saya berkeringat
setelah berbicara hanya dengan satu orang.
Seorang pengacara di taman mengatakan ia tahu tentang penganiayaan
rezim China terhadap Falun Gong. Tapi dia mempertanyakan, "Apakah
Anda benar-benar berpikir (petisi) dapat merubah keadaan?"
Saya menjawab, "Ini seperti gugatan hukum. Butuh waktu, tapi pasti
akan berakhir dengan hasil yang baik. Anda hanya harus bekerja
keras untuk hal itu, kan?" Dia tampak seolah-olah bisa
mengaitkannya. Dia mengangguk, "Benar juga."
Setelah dia menandatangani petisi, dia meminta link web untuk
petisi dan mengatakan ia akan meminta teman-temannya menandatangani
petisi juga.
Ada dua pria dalam stelan jas bisnis yang mahal di taman. Saya
langsung tahu mereka adalah orang-orang penting dilihat dari cara
mereka tampil. Mereka tengah melihat dokumen-dokumen di atas meja
saat saya berbicara.
"Apakah Anda benar-benar berpikir kami akan menandatangani? Kami
sedang sibuk sekarang."
"Saya pikir Anda akan menandatangani," jawab saya.
"Mengapa Anda berpikir begitu?"
"Dua alasan. Pertama-tama, Anda tinggal di Amerika Serikat. Partai
Komunis China tidak akan dapat menjebloskan Anda dalam kamp kerja
paksa jika Anda menandatangani. Kedua, Anda harus ingat film
'Schindler’s List'. Pada akhir film, Schindler menyesal tidak
menjual pin emasnya untuk menyelamatkan lebih banyak orang Yahudi
dari kematian. Anda bahkan tidak perlu menjual apa pun. Anda hanya
perlu untuk menandatangani petisi ini untuk menyelamatkan banyak
kehidupan."
Mereka berdua tampak terkejut. Mereka berdua menandatangani petisi
tanpa komentar lagi.
Ada enam orang tengah mengobrol di meja lain. Salah satu dari
mereka bertanya, "Apa yang akan kami peroleh jika kami
menandatangani petisi?" Saya menjawab, "Anda akan menyelamatkan
banyak nyawa. Nama Anda akan diingat oleh anak cucu. Ini adalah
karunia yang tidak bisa dibeli dengan uang." Mereka semua
menandatangani petisi dengan senang hati.
Ada dua perempuan tengah berbicara di telepon ketika saya mendekati
meja mereka. "Kami tidak punya waktu," kata mereka. Saya mendekati
meja di dekatnya sehingga mereka bisa turut mendengar saya. Ketika
mereka selesai menelepon, mereka meminta saya untuk kembali dan
menandatangani petisi. Mereka juga meminta website petisi agar
karyawan mereka dapat menandatanganinya juga.
Meskipun saya mencurahkan segenap hati saya, tidak semua orang akan
menandatangani.
Seorang pengusaha mengatakan ia tidak akan menandatangani petisi
karena ia takut Partai Komunis China akan memberinya kesulitan.
Orang-orang yang baru saja menandatangani petisi tampak kesal
padanya. Dia melihat tatapan mereka dan merasa tidak nyaman. Saya
menatapnya penuh harap. Di masa lalu, saya akan pergi dan berpikir
negatif, "Tidak ada yang bisa saya lakukan jika Anda tidak ingin
diselamatkan." Tapi sekarang saya berpikir beda. Dia masih memiliki
kesempatan asalkan penganiayaan belum berakhir. Seharusnya saya
tidak menganggapnya sebagai sudah berakhir.
Saya berkata kepadanya dengan tulus hati, "Anda tidak akan
kehilangan apa pun dengan menandatangani petisi. Anda bahkan
mungkin mendapat keberuntungan. Mungkin Anda perlu waktu untuk
memikirkannya. Barangkali, lain waktu. Saya harap Anda akan
menandatangani saat berikutnya."
Dia terlihat agak tersentuh oleh keramahan saya. "Lain kali saya
akan melakukannya," ujarnya.
Ada seorang dokter Yahudi di taman. Dia berkata, "Saya tahu semua
tentang hal ini. Saya pasti akan menandatanganinya!" Saya juga
memberinya website petisi dan memintanya untuk menyebarkan ke
teman-teman sejawatnya. Dia berjanji akan melakukan.
1.200 orang menandatangani petisi dalam empat hari. Saya
menghabiskan hanya sekitar dua jam setiap hari. Ada lebih banyak
kisah tentang orang-orang yang kelihatannya tidak akan tanda tangan
tetapi akhirnya menandatangani petisi.
Saya sangat tersentuh oleh perjumpaan saya dengan semua orang yang
memiliki semangat lurus. Saya merasa malu karena sebelumnya telah
berpikir negatif terhadap orang-orang di Manhattan. Pengalaman
telah mengilhami saya untuk lebih gigih dalam kultivasi karena kita
adalah harapan bagi keselamatan mereka. Saya akhirnya memahami
betapa pentingnya bagi kita untuk melepaskan semua pikiran negatif
dan prasangka. Kita hanya akan dapat menyelamatkan orang-orang
ketika kita berpikir tanpa pamrih dan sepenuhnya untuk keselamatan
mereka.
Ini mengakhiri sharing pemahaman sederhana saya terkait aspek ini.
Mohon tunjukkan yang salah.
Chinese version click here
English
version click here