(Minghui.org)
Suatu hari ketika saya akan menjamu beberapa orang tamu di rumah,
saya pergi dengan sepeda untuk membeli roti. Dalam perjalanan ke
toko roti, saya melihat ada seorang pria terbaring di tengah jalan.
Ada genangan darah di dekat kepalanya, dan tampaknya sudah agak
lama dia terbaring di sana. Di dekatnya tergeletak sebuah sepeda
motor.
Banyak kendaraan dan orang
berlalu-lalang di jalan, semuanya dengan hati-hati menghindarinya.
Bahkan saya perhatikan orang-orang yang berada di gedung-gedung di
dekatnya hanya mengintipnya saja, tak seorang pun yang datang
menolong. Juga ada orang di kedua tepi jalan, tetapi semuanya
mengabaikannya.
Sekilas saya teringat sesuatu yang terjadi 25 tahun silam, sebelum
saya berlatih Falun Dafa. Sampai hari ini peristiwa itu selalu
menghantui. Waktu itu saya belum lama menikah. Suatu hari ketika
sedang dalam perjalanan pulang, saya melihat seorang pria duduk di
sisi jalan, tampaknya sangat menderita. Sepedanya rebah
disebelahnya. Saya merasa tertarik, dan berpikir mungkin dia
memerlukan pertolongan untuk dapat berdidri.
Saya ragu-ragu, waktu itu saya memikirkan reputasi saya, — tidak
selayaknya seorang wanita menyentuh seorang pria asing di jalan.
Saya hanya berpikir jika dia memang membutuhkan bantuan, dia
seharusnya meminta kepada saya. Saya masih berharap mudah-mudahan
ada seorang pria lain yang lewat dan memberi pertolongan pada pria
itu. Jadi saya tidak berbuat apa-apa, saya tidak memberi
pertolongan pada sesama makhluk hidup yang jelas-jelas membutuhkan
bantuan.
Mengenali Egois Saya
Setelah saya mulai berlatih Falun Dafa, baru saya mengerti watak
itu adalah egois. Guru mengajari kita para pengikut Falun Dafa di
Ceramah Fa pada Konferensi Fa Australia:
“Dalam segala
hal anda harus memikirkan orang lain, memikirkan orang lain
terlebih dahulu, kemudian baru memikirkan diri sendiri. Saya justru
ingin anda berkultivasi mencapai jenis kesempurnaan yang
mendahulukan orang lain daripada diri sendiri dengan Fa yang lurus
dan kesadaran lurus, ini adalah sedang menyingkirkan sifat
ego.”
Saya adalah pengikut Guru, jadi
harus bertindak sesuai dengan ajaran Guru. Saya seharusnya
memikirkan orang lebih dulu dan melakukan sebisa-bisanya untuk
menolong dia. Dengan cepat saya mendekatinya dan memerhatikan kedua
matanya tertutup, dan tidak ada tanda-tanda kesadaran. Saya periksa
apakah dia bernapas, ternyata masih ada napas yang lemah. Saya
tekan titik renzhong (titik akupunktur di bibir bawah hidung yang
dapat mengembalikan kesadaran) untuk mencoba membangunkan dia.
Tetap saja dia tidak bereaksi.
Lalu dalam hati saya memohon kepada Guru: “Guru, mohon selamatkan
dia!” Saya mulai melafalkan: “Falun Dafa baik! Sejati-Baik-Sabar
baik!” Segera dia menarik napas, dan sedikit bergerak. “Terima
kasih Guru.” Saya berdiri, berteriak kepada sekelompok orang yang
menyaksikan dari jauh, “Dia masih hidup, saya perlu bantuan.”
Seseorang berteriak; “Telepon 110!”
Saya ambil telepon saya dan menelpon ke 110. Saya ditanyai detail
kejadian itu. Saya hanya menjelaskan yang saya ketahui, dan itu
tidak banyak. Mereka juga menanyakan apakah ada kendaraan lain yang
mungkin penyebab kejadian itu. Saya katakan bahwa tak ada seorang
pun di sana, dan tak ada seorang pun yang melihat untuk menolong
orang ini. Mereka mengatakan saya harus menghubungi 120 lebih dulu,
dan untuk sementara mereka belum akan datang ke tempat
kejadian.
Dengan segera saya menelpon 120. Sekarang ada beberapa orang datang
bergerombol menyaksikan. Diantaranya ada seorang pria tetangga
saya. Dia mengenali orang yang terluka itu dan menghubungi
keluarganya. Dia mengatakan anak menantu korban sedang menuju ke
sini. Dari 120 menanyakan apakah keluarganya sudah diberi tahu.
Saya jawab sudah, dan anak menantu korban itu pasti segera
datang.
Tetangga saya mengambil penutup sadel sepeda motor mencoba untuk
menghentikan pendarahan di kepala korban. Saya katakan itu bukan
ide yang baik, alas tempat duduk itu kotor dan dapat menimbulkan
infeksi; ambulance segera akan datang dan akan merawat pendarahan
itu. Sekarang gerombolan orang itu melihat lebih dekat. Saya
ditarik ke samping oleh seorang kerabat yang mempunyai toko dekat
kejadian. Dia menanyakan apakah saya mengenal korban, dan saya
jawab tidak.
Dia ingin tahu mengapa saya bersusah payah menolong seseorang yang
tidak saya ketahui dan menyarankan agar saya meninggalkan tempat
ini. Dia katakan sebaiknya saya memperhatikan urusan saya sendiri
dan tidak akan timbul kekhawatiran disalahkan dalam kecelakaan ini.
Saya katakan kepadanya, “Apakah kamu lupa? Saya seorang praktisi
Falun Dafa. Saya tidak dapat diam saja dan tidak berbuat apa-apa
ketika ada sesorang memerlukan. Jangan mengkhawatirkan saya.”
Saya kembali ke sisi orang yang terluka itu dan menunggu kedatangan
ambulan.
Sekarang orang yang terluka itu sadar dan mulai menggeliat. Bekas
teman sekelas saya di SMP dulu bekerja di rumah sakit, dan saya
berharap dia berada di ambulan itu. Ambulan itu datang, dan benar
juga, salah seorang petugas medis itu adalah teman lama saya. Dia
mulai menangani orang terluka itu dan memasang intra venous. Mereka
memasukkannya ke dalam ambulan dan meminta seorang keluarganya
mengikuti. Saya katakan bahwa keluarganya belum datang, tetapi saya
dapat pergi dengan mereka bila diperlukan.
Kemudian teman itu mengenali saya lalu menanyakan apakah saya tahu
tentang orang yang terluka itu. Ketika saya jawab tidak tahu, dia
sepertinya bengong penuh pertanyaan. Sekali lagi saya jelaskan
bahwa saya adalah praktisi Falun Dafa, dan bagaimana mungkin saya
tidak memberikan pertolongan kepada seseorang yang butuh
pertolongan seperti itu. Tepat pada saat itu anak menantu orang itu
datang. Tentu saja pertama kali yang dia tanyakan apa yang yang
terjadi dan siapa yang menabrak mertuanya.
Tidak Terikat pada Penghargaan karena Menyelamatkan sebuah
Kehidupan
Dengan cepat kami jelaskan apa yang kami ketahui lalu menyuruhnya
masuk ambulan. Dia menanyakan seberapa berat luka mertuanya.
Tetangga saya mengatakan kepadanya bagaimana dia telah
menyelamatkannya. Anak itu menyatakan terima kasihnya. Sambil
memasuki ambulan dia mengatakan nanti akan membalas kebaikan itu.
Tetangga saya menerima terima kasih itu tanpa ragu-ragu sebagai
seorang penyelamat.
Orang yang saya tolong itu sekarang dalam perjalanan ke rumah
sakit, dan rasanya saya harus meninggalkan tempat itu. Masih ada
tamu yang menunggu di rumah dan saya memerlukan roti untuk makan
siang kami.
Saya menuju ke toko roti langganan saya. Kedua suami isteri pemilik
toko itu telah mengetahui tentang Falun Dafa dan telah mundur dari
Partai Komunis Tiongkok (PKT) dan organisasi afiliasinya. Tokonya
kecil namun selalu ramai, dan penjualannya bagus. Ketika saya
masuk, tokonya dipenuhi orang yang sedang makan siang sambil
membicarakan peristiwa tadi.
Pemilik itu menanyakan apakah saya mengetahui sesuatu yang baru
saja terjadi. Saya katakan kepadanya dengan jelas apa yang terjadi
sebenarnya. Saya merasa terkejut dan senang karena dia tersentuh
dengan cerita saya. Dia mengatakan tak banyak lagi orang seperti
saya: Seseorang yang menyelamatkan orang asing, tanpa menerima
penghargaan untuk tindakannya yang baik itu. Katanya: “Saya traktir
roti ini, hari ini gratis.”
Saya juga tersentuh dengan perasaan dia yang kuat tentang keadilan,
lalu saya katakan kepadanya, “Guru kami mengatakan bahwa kami harus
menjadi orang baik tak peduli dimana pun berada. Setiap praktisi
Falun Dafa akan berperilaku sama. Propaganda di TV tentang praktisi
Falun Dafa itu bohong.” Lalu saya memaksa akan membayar dia, sambil
berkata: “Anda menjalankan bisnis, dan bekerja keras. Sedangkan
saya melakukan sesuatu yang seharusnya saya lakukan. Saya
menghargai kebaikan anda, tetapi kedermawanan anda terlalu
banyak.”
Karena saya memaksa, dia mengembalikan dua yuan sambil mengucap,
”Saya hanya mengambil harga pokok. Inilah cara saya mengatakan
terima kasih atas usaha anda.” Bagaimana saya harus menolak? Dengan
tulus saya mengucapkan terima kasih kepadanya.
Ketika saya meninggalkan toko roti itu, banyak pelanggan yang
menganggukkan kepala kepada saya sambil tersenyum. Saya bangga
bahwa saya adalah pengikut Guru.
Chinese version click here
English
version click here