(Minghui.org)
Nama saya, I Nengah Kukuh berusia 66 tahun dan istri saya bernama
Ni Made Mardiani berusia 59 tahun
Tempat tinggal Desa Ulakan, Kecamatan Manggis, Kabupaten
Karangasem-Bali
Kami bergabung dengan Falun Dafa karena mendapat penjelasan dari
seorang praktisi yang bekerja di sebuah Kantor Pos, sekitar 2 tahun
yang lalu. Pada awalnya, saya disodorkan brosur dan informasi
tentang Falun Gong (Falun Dafa) di Kantor Pos. Saat itu saya sedang
mengambil uang pensiun. Setelah membaca brosur dan informasi
tersebut saya ingin mencoba latihan Falun Dafa.Saya minta dibelikan buku Zhuan
Falun, saya juga bercerita kepada praktisi tersebut tentang kondisi
kesehatan saya. Saya mengidap penyakit pikun yang sangat akut.
Kadang-kadang lupa dengan nama anak saya sendiri, menikah dengan
siapa dan di mana? Tidak terbayangkan oleh saya, benar-benar lupa.
Setelah dibelikan buku Zhuan Falun, saya menyimpannya di lemari
begitu saja dan tidak sempat membacanya. Saya benar-benar lupa
untuk membacanya. Hampir setiap bulan ke kantor pos, dan selalu
ditanya, “Apakah bapak sudah membaca bukunya?” Saya masih bingung
harus menjawab bagaimana, saya benar-benar lupa dan tidak mengingat
apa-apa tentang buku tersebut.
Kurang lebih 6 bulan berikutnya, tepatnya bulan September 2013,
kami menyelenggarakan upacara agama. Pada saat itu tamu-tamu yang
kami undang satu per satu saya tanya, “Anda siapa dan ada keperluan
apa ke sini? Sungguh ironi dan benar-benar tidak sadar pertanyaan
itu keluar dari mulut.
Pada tanggal 23 Oktober 2013, saya mengalami kecelakaan sepeda
motor. Ketika itu ada yang mengatakan bahwa saya hanya duduk di
atas sepeda motor (bukan mengendarainya) dan saya pulang tanpa
menaiki sepeda motor. Sesampainya di rumah saya bertanya kepada
keluarga di mana sepeda motor yang tadi saya kendarai?
Saya coba memeriksakan diri ke sebuah rumah sakit dan dirujuk ke
rumah sakit lain, dan dirujuk lagi ke rumah sakit lain. Kemudian
saya menjalani Scan MRI. Dan pada tanggal 22 November 2013,
hasilnya nihil artinya tidak ada gangguan kesehatan. Karena dokter
tidak menemukan masalah kesehatan saya, saya mencoba berobat ke
dukun. Dan dukun juga mengatakan tidak masalah apa-apa. Akhirnya
saya putuskan tidak pergi ke dokter dan ke dukun. Artinya menunggu
dengan pasrah.
Keadaan istri saya juga sangat parah. Dia sudah lama mengidap
penyakit asma dan sudah menjalani berbagai macam pengobatan, baik
rumah sakit, dukun dan pengobatan alternatif. Hasilnya juga sama
tidak sembuh. Akhirnya saya dan istri sama-sama pasrah menunggu
ajal menjemput.
Pada suatu hari di tengah malam, istri melihat saya tertidur pulas,
dan melihat saya masih bernapas. “ Oo…., masih hidup ternyata.“
Pada bulan Januari, saya berpesan kepada anak dan keponakan saya,
“Jika ayah meninggal dunia, jasadnya dibakar dan tidak usah
diaben.” Pada saat itu saya dan istri berpikir, siapa kira-kira
yang meninggal lebih dulu, saya atau istri saya?
Pada bulan Februari 2014, saya baru teringat buku Zhuan Falun yang
disimpan di lemari. Bukunya masih utuh dan terbungkus plastik.
Secepatnya saya menelepon praktisi tersebut dan disuruh segera
membacanya serta mengikuti latihan gerakan. Setelah mengikuti
kegiatan membaca dan latihan bersama, berangsur-angsur kesehatan
saya pulih kembali, dan setelah tiga bulan, istri saya juga ikut
berlatih. Kami berdua merasakan manfaat yang lebih baik dari hidup
kami.
Setelah 7 bulan istri berlatih Falun Dafa, terjadi pemurnian yang
luar biasa, sampai tidak sanggup lagi berdiri, makan hanya 3 sampai
4 sendok saja. Berat badannya hanya 30 kg dari awalnya 45 kg.
Penyakit asmanya kumat sangat parah, mulutnya berbau busuk,
dahaknya dalam ember berulat besar-besar dalam dua hari, dan tempat
dahak hancur seperti krupuk yang remuk. Namun dia tetap gigih
berlatih, tetap berusaha membaca buku Zhuan Falun, dan sehabis
membaca buku tersebut, buku itu didekap di dada, jika dia meninggal
maka meninggal bersama-sama dengan buku Zhuan Falun. Kondisi ini
berlangsung selama 3 minggu. Setelah sembuh, semangatnya semakin
gigih. Sampai sekarang kondisi istri saya sudah lebih baik,
Menceritakan Manfaat yang Diperoleh
Ketika saya semakin dalam memahami kehidupan sebagai praktisi,
pengalaman ini ingin saya bagikan kepada banyak orang. Mulailah
saya mengajak orang-orang yang saya kenal untuk berlatih Falun
Dafa. Saya berhasil mengajak teman- teman saya untuk berlatih Falun
Dafa atas dorongan rekan praktisi yang selalu setia mendampingi
saya di kala klarifikasi fakta dan berbagi pengalaman.
Namun dalam kegiatan di lapangan tentu tidak selalu berjalan dengan
mulus, ujian tetap selalu ada. Suatu ketika saya pernah ditantang
oleh seseorang untuk mengadu ilmu dengan saya. Namun saya
mengabaikannya.
Ada seorang praktisi yang sudah lama tidak berlatih. Dia dulu
pernah berlatih Falun Dafa di Denpasar. Karena jaraknya terlalu
jauh dan tidak ada orang atau keluarga yang mengantar, saya dan
istri mendatangi rumahnya untuk mengajaknya berlatih kembali.
Penyakit Pikun Akut Lenyap dan Membuka Tempat
Latihan
Setelah 2 tahun berlatih Falun Dafa, penyakit pikun akut
berangsur-angsur lenyap, dan koondisi tubuh saya semakin membaik,
begitupun dengan istri saya. Kami berdua semakin bersemangat untuk
berlatih baik di rumah maupun di tempat rekan-rekan praktisi.
Suatu hari, saat berlatih Gong di pantai, tepatnya di depan dermaga
milik Pertamina. Sebelum melakukan latihan, saya bertemu dengan
seseorang yang sedang berjemur bersama anaknya. Saya bertanya,
“Bapak dari mana dan siapa namanya?” Dia berasal dari desa dan
menyebutkan namanya. Mereka sudah mengenal saya dan ingatan saya
agak lupa. Saya sempat tanyakan mengenai kondisi anaknya, dimana
saya lihat kurang sehat. Ternyata anaknya menderita sakit sumsum
tulang belakang. Saya tawarkan brosur dan menceritakan tentang diri
saya kepada mereka.
Mungkin sudah jodoh dan takdir pertemuannya dengan Falun Dafa, dia
langsung tertarik dan minta dibelikan buku Zhuan Falun serta ikut
berlatih. Pada April 2015, saya mengundang teman saya itu berlatih
di rumah dan belajar Fa bersama. Akhirnya saya dan rekan-rekan
setempat berinisiatif membuka tempat latihan baru di daerah kami.
Sekarang ada 12 orang yang secara aktif berlatih. Atas dukungan
rekan-rekan praktisi yang memberikan semangat, kami mengadakan
latihan setiap hari Rabu dan Minggu, pada pukul 16.00 di
pantai.
Sekarang masih ada satu tugas yang belum kami realisasikan, yaitu
membuat lingkungan belajar Fa setempat. Kesulitan untuk belajar Fa
bersama masih menjadi kendala, karena kondisi rumah antar praktisi
yang sangat jauh. Saya dan istri ikut belajar Fa bersama di rumah
seorang praktisi, kurang lebih berjarak 10 km. Itu pun pulangnya
sangat malam, namun dengan dukungan rekan-rekan praktisi dan tekad
kuat, saya tetap akan berusaha mengadakan belajar Fa bersama di
daerah setempat.
Demikian yang bisa saya sampaikan, jika ada yang tidak tepat mohon
ditunjukkan.