Pameran dua hari tersebut menampilkan rangkaian foto yang merefleksikan perjalanan Falun Dafa, mulai diperkenalkan oleh Master Li Hongzhi pada 1992 di Tiongkok, keajaiban latihan kultivasi jiwa raga ini, dan penindasan kejam yang terjadi sejak 1999 serta bagaimana praktisi melalui berbagai upaya damai dan rasional, mengklarifikasi fakta ke masyarakat luas dan menentang penganiayaan yang dipaksakan oleh pemimpin Partai Komunis Tiongkok saat itu, Jiang Zemin.
(Minghui.org) Pada 18-19 Juni 2015, praktisi Falun Dafa Jakarta mengadakan pameran foto “The Journey of Falun Dafa” dan pemutaran serta diskusi film dokumenter ‘Tears and Blood Behind Made in China’ di Kampus Universitas Kristen Indonesia, Jakarta Timur.
Pembukaan pameran
Akibat kebijakan genosidanya, kini Jiang Zemin telah dituntut di
lebih dari 20 negara dan sejak 1 Mei 2015, telah mengalir lebih
dari 4000 gugatan hukum dari praktisi Falun Dafa di Tiongkok,
melalui Kejaksaan Agung maupun Mahkamah Agung Tiongkok kepada
mantan tirani itu.
Pada 18 Juni, pameran secara resmi dibuka oleh Dekan Fakultas Ilmu
Sosial dan Politik, Dr. Witarsa Tambunan, M.Si dan ketua Himpunan
Falun Dafa Indonesia, Ir. Gatot Machali, dilanjutkan dengan melihat
foto-foto yang ditampilkan.
Melihat foto pameran
Pameran tersebut dimaksud untuk
membangkitkan kesadaran akan adanya penindasan terhadap Falun Dafa
di Tiongkok, disamping menjelaskan fakta sesungguhnya tentang Falun
Dafa. Karena semenjak 1999, media Tiongkok yang dikendalikan Partai
Komunis Tiongkok, tiada hentinya melontarkan fitnahan demi fitnahan
kepada Falun Dafa, pendirinya maupun para praktisinya, sesuai
dengan tiga kebijakan Jiang Zemin terkait Falun Dafa: “Cemarkan
reputasinya, bangkrutkan secara finansial dan hancurkan secara
fisik.” Banyak kalangan yang tidak mendapat akses akan fakta
sesungguhnya (melalui blokade internet, pengendalian media yang
ketat di Tiongkok) bahkan percaya pada kebohongan-kebohongan
tersebut.
Tuduhan-tuduhan tak berdasar tersebut yang direkayasa oleh rejim
komunis Tiongkok, satu demi persatu dapat diklarifikasi dan
faktanya: Falun Dafa bahkan semakin berkembang di masyarakat
internasional. Dan satu hal yang paling mendasar adalah: tidak ada
‘alasan’ apa pun yang dapat membenarkan penyiksaan, pembunuhan dan
genosida. Hak untuk hidup dan memiliki keyakinan spiritual adalah
hal yang paling dasar dan Falun Dafa dengan prinsip dasarnya
“Sejati-Baik-Sabar” terbukti baik dan bermanfaat bagi praktisi
maupun lingkungan sekitarnya. Sementara paham ateisme yang
dipaksakan oleh rejim komunis Tiongkok, serta penerapan kebijakan
genosida Jiang Zemin yang membuta merupakan paham sesat yang
sesungguhnya, yang akan mencelakakan para pelakunya sendiri.
Mencoba latihan Falun Dafa
Banyak dosen dan mahasiswa setelah melihat pameran, dapat memahami fakta kebenaran dan menyatakan dukungan moril mereka bagi Falun Dafa. Bagi kejahatan, hal yang paling menakutkan dan memalukan adalah bila kejahatan mereka diungkap.
Kolom komentar
Beberapa pengunjung menuliskan
komentarnya sebagai berikut:
“Semoga mata dunia terbuka dengan keberadaan Falun Gong dan mampu
mendorong pemerintah China menegakkan HAM. Semua manusia berhak
hidup di bumi.”
“Foto-foto sangat inspiratif sekaligus sangat menyentuh hati… Lord
Jesus, help them!”
“Stop kekerasan dan penindasan terhadap Falun Dafa, pemerintah
China tegakkan HAM!”
“Stop penyalahgunaan jabatan atau kekuasaan dengan menindas
orang…”
“Selamatkan Falun Dafa demi perdamaian dunia”
“Support Falun Dafa”
“Maju terus berjuang bersama (untuk) kebenaran!”
“God Bless You, Falun Gong”
Dan banyak lagi ungkapan dukungan lainnya dari para
pengunjung.
***
Pada 19 Juni, selain pameran foto, juga digelar pemutaran film “Tears and Blood Behind Made in China”. Film dokumenter singkat tersebut merupakan salah satu dari dua film pemenang penghargaan “Best Films” saat Festival Film Internasional untuk kategori dokumenter di Jakarta November tahun lalu.
Pemutaran film “Tears and Blood Behind Made in China”
Film tersebut berawal dari pesan
SOS dari praktisi Falun Dafa yang ditahan di Kamp Kerja Paksa
Masanjia Tiongkok – menempuh ribuan mil ke Amerika Serikat, tidak
dalam botol menyeberangi lautan, tetapi disisipkan dalam kemasan
produk hiasan Helloween, yang akhirnya ditemukan oleh konsumennya,
seorang ibu rumah tangga di Oregon, Amerika dan sempat menjadi
berita utama saat itu.
Kutipan pesannya:
“… mohon berbaik hati teruskan kembali surat ini ke organisasi HAM
dunia. Ribuan orang di sini yang berada di bawah penganiayaan
pemerintah Partai Komunis Tiongkok akan berterima kasih dan
mengingat Anda selama-lamanya.”
Diskusi bebas yang dihadiri saksi korban penganiayaan asal
Tiongkok, perwakilan dari praktisi Falun Dafa Jakarta, dua dosen
narasumber, serta dimoderasikan oleh dekan FISIPOL, membahas
seputar produk-produk murah asal Tiongkok, yang ternyata ada yang
diproduksi di kamp-kamp kerja paksa.
Selama pameran foto berlangsung, banyak mahasiswa dan dosen yang
secara spontan mencoba perangkat latihan Falun Gong serta
berdiskusi dengan para praktisi. Beberapa mahasiswa menyatakan akan
mendalami penganiayaan Falun Dafa di Tiongkok.