(Minghui.org)
Menurut beberapa resolusi yang disahkan oleh DPR AS, Falun Gong
adalah "bentuk keyakinan dan latihan spiritual yang damai dan tanpa
kekerasan dengan jutaan pengikut di Tiongkok dan tempat lain.”
Belas kasih dan sepenuhnya bebas kekerasan merupakan dua prinsip
dasar yang mendefinisikan agama.
A.
Pendahuluan
Partai Komunis Tiongkok (selanjutnya disebut "Partai") didirikan
pada tahun 1921 sebagai organisasi politik yang kemudian, dan tetap
hingga sekarang, secara organisasi dan operasional terpisah dari
negara Tiongkok. Pada tahun 1949, Republik Rakyat Tiongkok
didirikan saat berakhirnya Perang Saudara di Tiongkok. Partai
mengambil peran politik utama di antara sembilan partai politik
yang diakui di Tiongkok, namun tetap terpisah dari negara.
Setelah 1949, Partai menerapkan kebijakan secara berkala
melancarkan "kampanye perbaikan," pembersihan, tindakan keras, atau
kampanye "douzheng" (penindasan berdarah) terhadap musuh internal
dan eksternal. Gerakan-gerakan ini dilakukan di luar kewenangan
negara dan dalam prosesnya tidak dibatasi hukum atau segala bentuk
dengar pendapat objektif maupun peraturan negara lainnya.
Sebaliknya, mereka mengandalkan perintah Partai dan para pejabat
untuk mengidentifikasi sasaran, melarang sasaran serta kegiatan
mereka, melakukan kecaman melalui corong resmi Partai, kemudian
menjadikan mereka subjek bagi penganiayaan berdarah baik melalui
tindakan langsung oleh personel Partai atau melalui petugas negara
jenjang rendah yang dipaksa berpartisipasi.
Kata "douzheng" telah menjadi istilah bagi praktek penganiayaan
politik tertentu dengan akar ideologi, dan bagian dari budaya
penganiayaan Komunis. Dalam konteks ini, para pengikut Partai,
dalam rangka untuk mempersembahkan kesetiaan mereka kepada rezim,
menunjukkan sikap bermusuhan mereka terhadap siapa pun yang
ditargetkan oleh rezim, misalnya, para intelektual selama kampanye
Anti-Kanan pada 1957 dan para "musuh kelas dari rezim" selama era
Revolusi Kebudayaan, seperti profesor, mantan pemilik tanah, dan
pengusaha, sementara orang-orang yang ditargetkan di-“ekspos”
kepada sekelompok pengikut, dipermalukan, difitnah, ditakuti, dan
dipaksa untuk mengakui tuduhan yang diajukan oleh salah seorang
pengikut ataupun rezim. Selain pelecehan dan fitnahan di depan
publik, orang-orang yang ditargetkan diserang melalui berbagai
tindakan penganiayaan, biasanya melibatkan penjara ekstra-yudisial,
pemukulan, penyiksaan, dan eksekusi. Sesungguhnya, ketika sebuah
kelompok atau individu diidentifikasi sebagai sasaran "douzheng,"
implikasinya jelas: jalur di luar kerangka hukum akan ditempuh
untuk menganiaya orang atau kelompok itu.
Pengidentifikasian sebuah kelompok sebagai sasaran yang tepat bagi
douzheng dan penaklukan kelompok sasaran selalu mengikuti
langkah-langkah dasar yang sama:
• Keputusan
untuk menargetkan kelompok tertentu sebagai "musuh" atau "aliran
sesat" selalu dibuat oleh Partai. Kampanye Anti-Kanan pada tahun
1957, menargetkan 550.000 "sayap kanan" (ini adalah angka resmi,
perkiraan tidak resmi telah menempatkan angka pada kisaran dua
juta), yang digagas oleh Partai. Selama Revolusi Kebudayaan, semua
dokumen perintah diterbitkan atas nama Komite Sentral Partai.
• Menindaklanjuti keputusan, kelompok yang menjadi target
diidentifikasi secara hati-hati dengan cap retorika sebagai musuh
Partai maupun "Rakyat" dan sebagai bertentangan dengan ideologi
Partai (berperan sebagai pembenaran).
• Dimulainya penindasan ditandai dan dilaksanakan melalui
penggunaan bahasa Partai dan terutama kata kerja wajib "douzheng,"
didefinisikan dalam konteks ini sebagai "penganiayaan dan
penyiksaan tanpa proses hukum” terhadap kelompok dimaksud.
• Istilah penganiayaan lainnya seperti "jiepi" (mengekspos dan
mengkritik) serta "zhuanhua" (mengubah seseorang secara ideologi)
juga adalah ungkapan yang biasa digunakan oleh Partai untuk
mendiskriminasi kelompok-kelompok dan anggota mereka untuk
“diperlakukan khusus.”
• Media utama di Tiongkok, seperti surat kabar Harian Rakyat dan
siaran berita malam China Central Television ("CCTV"), dan jurnal
ideologi Partai menyebarkan berita untuk memastikan bahwa kelompok
yang dirujuk dikenal sebagai musuh Partai atau aliran sesat.
• Satuan keamanan khusus dan umum dimobilisasi - termasuk satuan
khusus Partai (seperti petugas 610 yang digunakan Partai untuk
menyiksa dan menindas Falun Gong) dan satuan polisi umum yang
beroperasi di bawah naungan Partai - untuk mengidentifikasi,
mengepung, secara semena-mena menahan, serta secara fisik dan
mental menganiaya individu anggota “kelompok”. Tujuan idealnya
adalah memaksa yang disebut “musuh” untuk meninggalkan identitas
kelompok mereka, keyakinan mereka dan “bergabung” dengan Partai
menyerang anggota lain dari kelompok yang ditargetkan, dengan
menggunakan metode yang sama.
• Langkah terakhir ini adalah apa yang disebut sebagai "zhuanhua"
atau "merubah paksa." Individu yang menolak untuk "dirubah
paksa" dikenakan kekerasan yang semakin ditingkatkan dan, dalam
banyak kasus, berakhir dengan kematian.
Proses di atas tetap sama sejak
(jika bukan sebelumnya) berdirinya Republik Rakyat Tiongkok: setiap
kampanye douzheng yang dilakukan Partai adalah serangan terarah,
terkoordinasi yang mengikuti langkah-langkah yang diuraikan di atas
dan termasuk penganiayaan fisik dan mental, penahanan, penyiksaan
anggota kelompok yang dijadikan sasaran.
Meskipun mekanisme hukum kadangkala dimanfaatkan, untuk secara
retroaktif menambah kesan wewenang resmi “negara” atas penindasan
berkelanjutan yang dijalankan Partai (baik melalui undang-undang
terkait, penggunaan sidang peradilan, atau pernyataan yang
diperoleh dari para pejabat pemerintah dengan peran ganda di
Partai), ini hanya membentuk aspek kecil, tidak signifikan, dan
dangkal, serta tidak relevan bagi kekerasan dan penindasan di luar
jalur hukum yang disebutkan di atas.
Singkatnya: kampanye "douzheng" bukanlah "hukum." Pakar hukum
H.L.A. Hart mendefinisikan hukum, setidaknya memerlukan adanya
“perangkat aturan” yang konsisten dan “aturan pengakuan” sehingga
membentuk hukum sah yang menetapkan kewajiban kepada para pejabat
hukum untuk secara konsisten mengikat perilaku mereka sesuai dengan
perangkat aturan. Dalam kasus penindasan tersebut, tidak ada
konsistensi interpretasi, aplikasi, atau bahkan relevansi atas
peraturan atau perintah tertentu – hanya secara ad hoc menetapkan
sasaran para individu sesuai tingkat identifikasi mereka secara
instiktif terhadap sebuah kelompok yang dicap sebagai “musuh”
dari Partai.
Terkait proses atau persidangan yang adil, semua yang sistem hukum
Tiongkok berikan pada para individu yang ditargetkan sebagai musuh
Partai adalah sebuah prosedur sandiwara untuk tampil di ruang
sidang, di mana terdakwa tidak diizinkan untuk bersaksi atas
namanya sendiri, mengajukan pembelaan tak bersalah, atau bahkan
meminta seorang pengacara pilihannya sendiri. Setiap usaha untuk
mengajukan pembelaan tak bersalah atau mengungkapkan segala bentuk
perlakuan buruk akan mendatangkan derita penganiayaan intensif.
Mereka yang menolak untuk bekerja sama akan disiksa (sebelum dan
sesudah peradilan). Pengakuan yang diperoleh melalui penyiksaan
diterima di pengadilan. Pada akhir proses sandiwara, terdakwa
dikenakan penahanan sewenang-wenang, perlakukan yang tidak
manusiawi dan merendahkan martabat, dirubah secara paksa, dan
bentuk-bentuk penyiksaan lainnya, dan dalam beberapa kasus -
dibunuh di luar hukum.
Hal serupa telah dikemukakan oleh berbagai pakar Tiongkok,
akademisi, dan pengacara Tiongkok. Baru-baru ini, dalam edisi
Desember 2014 dari Washington Post, pengacara HAM terkemuka
Tiongkok, Teng Biao mengatakan hal ini:
Bagi Partai Komunis Tiongkok, "memerintah negara berdasarkan hukum"
tidak berarti peraturan hukum seperti yang Anda dan saya pahami. .
. . Peraturan hukum yang dibicarakan oleh partai adalah “Lenin
ditambah Kaisar Qin Shi Huang” – kediktatoran modern dipadukan
dengan “legalisme” Tiongkok pra-modern. Itu tidak lebih dari alat
untuk mengontrol masyarakat lebih lanjut... Sebagai profesor hukum
Universitas Hongkong, Fu Hualing telah menunjukkan, banyak proses
di luar hukum – dan proses di luar luar hukum – berdiri di atas dan
terpisah dari hukum. Ini termasuk shuanggui (sistem penahanan dan
interogasi di luar hukum yang digunakan untuk menegakkan disiplin
dalam partai), pembatasan media, tahanan rumah, polisi rahasia,
“penjara hitam”, chengguan (satuan polisi para-militer yang bekerja
dengan polisi di seluruh negeri untuk menegakkan aturan dan
peraturan kota), memata-matai warga, melakukan penyiksaan,
penculikan dan memantau internet.
Jadi, sementara "mungkin terlihat aneh untuk menahan seseorang
terlebih dahulu, baru kemudian dicari alasan bagi penahanan...
kenyataannya ini adalah pola yang telah tertanam [di Tiongkok],”
menurut pakar Tiongkok terkemuka, Dr. Perry Link. “Dalam
persidangan kelompok Maois ‘Empat Penjahat’ setelah Mao Zedong
meninggal, dalam dakwaan Deng Xiaoping terhadap pakar astrofisika
pembangkang Fang Lizhi pada tahun 1989... dan dalam banyak kasus
lain, pertanyaan-pertanyaan ‘Hukum apa yang telah dilanggar?’ dan
‘Fakta apa yang menunjukkan bahwa itu telah dilanggar?’ diselidiki
setelah perintah penahanan dikeluarkan...”
B. Douzheng terhadap Falun Gong
Tanpa alasan yang berdasar, pada Juni 1999, Partai menerbitkan
dokumen Jiang Zemin yang menyerukan penerapan secara luas kampanye
penganiayaan “douzheng” terhadap Falun Gong di Tiongkok, agar
secara keras menindas para pengikutnya di seluruh Tiongkok.
Selain memberikan landasan bagi penindasan berdarah terhadap Falun
Gong dengan mendefinisikan tujuannya sebagai douzheng dan
pemusnahan pengikut Falun Gong, pidato Jiang Zemin pada Juni 1999
juga memberikan kewenangan internal Partai kepada Li Lanqing dan
Luo Gan untuk membentuk “Tim Kepemimpinan untuk Menangani Falun
Gong” (“Tim Kepemimpinan”), yang bertanggung jawab atas
pengembangan strategi dan metode khusus untuk segera diterapkan.
Tim Kepemimpinan kemudian membentuk “Kantor 610” yang bertanggung
jawab bagi pelaksanaan praktis dari konspirasi Partai untuk
memberlakukan penindasan berdarah dan penolakan hak-hak Falun Gong,
terutama di Tiongkok.
Di antaranya, Kantor 610, bekerjasama penuh dengan Partai dan
lainnya, memublikasikan pemberitahuan dan pedoman bagi para
pengacara, kejaksaan, dan pengadilan untuk mendukung sikap tegas
Partai terhadap para pengikut agama. Misalnya, Kantor 610 telah
mengeluarkan pemberitahuan yang tipikal, berjudul, “Persyaratan
Mengenai Pencegahan dan Pengendalian Keadaan Musuh.” Itu
mengharuskan semua pengacara Falun Gong yang ditunjuk Partai dan
lainnya mengajukan pembelaan “bersalah” pada awal dari peradilan
Falun Gong, sehingga Hakim memberikan vonis “bersalah” pada
kesimpulan sidang, dan Kantor 610 bertemu langsung dengan pejabat
pengadilan seperti jaksa dan hakim sebelum sidang untuk memastikan
bahwa mereka bersikap sangat keras terhadap para pengikut Falun
Gong di ruang sidang.
Asosiasi Seluruh Pengacara Tiongkok (“ACLA”) juga telah
mengeluarkan pemberitahuan dan pedoman untuk memastikan bahwa semua
pengacara di Tiongkok mendukung agenda douzheng Partai terhadap
para pengikut Falun Gong di Tiongkok. Sebagai contoh, pada 13
Februari 2001, pertemuan yang diadakan di Biro Kehakiman di kota
Chongqing untuk menetapkan pedoman hukum bagi penanganan
kasus-kasus Falun Gong, kantor-kantor ACLA dari kota setempat
mendesak semua pengacara mengikuti kebijakan Partai terkait kasus
Falun Gong, termasuk pedoman yang mensyaratkan bahwa semua
pengacara “sepenuhnya mengakui pentingnya penganiayaan terhadap
Falun Gong (kelompok agama dan pengikutnya).”
Organisasi-organisasi partai di seluruh negeri secara seragam
mendukung dan menegaskan seruan Jiang Zemin untuk men-douzheng
Falun Gong. Menurut catatan yang tersedia saat ini di situs Partai,
komite Partai seluruh negeri mengadakan konferensi-konferensi,
seminar, dan forum untuk mempelajari pengumuman Komite Sentral
Partai yang berisi pidato-pidato Jiang Zemin yang menyerukan
“douzheng” terhadap Falun Gong. Komite-komite ini secara tegas
menyuarakan dukungan mereka, dan mengambil tindakan untuk mendorong
kampanye douzheng.
Media utama di Tiongkok, seperti surat kabar Harian Rakyat dan
siaran televisi berita malam China Central Television (“CCTV”),
serta jurnal ideologi Partai, menyebarkan berita untuk memastikan
bahwa Falun Gong akan di-douzheng karena dikenal sebagai musuh
Partai (dan aliran sesat). Selain menyerukan douzheng terhadap
Falun Gong, polemik mereka – meniru yang digunakan selama Holocaust
untuk memastikan pemusnahan berdarah terhadap populasi Yahudi di
Eropa – membandingkan para pengikut Falun Gong dengan virus,
epidemi, kutu, parasit, setan, psikopat, dan musuh negara. Pada
2001, setelah peningkatan fokus global terhadap terorisme,
orang-orang yang diidentifikasi sebagai Falun Gong diberi tambahan
label sebagai “teroris”. Dalam sebuah insiden yang representatif,
Asosiasi Anti Aliran Sesat Tiongkok, organisasi lain yang
dijalankan oleh Partai dan terkait erat dengan penganiayaan
terhadap Falun Gong, menerbitkan dan mengadopsi komentar-komentar
yang secara eksplisit mengakui strategi untuk mendemonisasi Falun
Gong
dalam upaya untuk membenarkan pemusnahan mereka (“Saya bilang bahwa
kita pertama-tama mendefinisikannya sebagai teroris sehingga
tindakan apa pun yang diperlukan dibenarkan”).
Pada saat yang sama, banyak pejabat Partai yang telah mendengar
atau membaca pidato itu tidak hanya meneruskan perintah Jiang Zemin
untuk menjadikan Falun Gong sebagai sasaran kampanye penindasan
berdarah, tapi juga memainkan peran utama dalam memastikan bahwa
Falun Gong menjadi target douzheng terbaru, melalui penggunaan
douzheng dalam pidato-pidato mereka, dokumen kebijakan, dan/atau
instruksi tertulis. Instruksi dan perintah mereka untuk menjadikan
pengikut Falun Gong sasaran douzheng menjangkau pengadilan,
kejaksaan, kamp kerja paksa, dan pusat-pusat penahanan, seperti
yang dilakukan oleh media utama dan propaganda secara luas. Di
bawah ini adalah ilustrasi dari peran beberapa pelaku utama
kejahatan, bukan hanya meneruskan tapi juga memastikan
penyebarluasan douzheng terhadap Falun Gong.
• Jiang
Zemin, sebagai arsitek utama dan penggagas penindasan berdarah
(douzheng) terhadap Falun Gong, mengisyaratkan dan memprakarsai
kampanye melalui, antara lain, penggunaan bahasa Partai dan
terutama kata kerja imperatif "douzheng" dalam pidato Juni 1999
kepada Politbiro.
• Li Lanqing, ketua pertama dari Tim Kepemimpinan untuk Penanganan
Falun Gong, menggunakan bahasa penganiayaan yang sangat mirip, di
samping status dan pengaruh ideologinya dalam menerapkan kampanye
“douzheng” Jiang Zemin. Misalnya, pada bulan Februari 2001, di
Pertemuan Penganugerahan Penghargaan Nasional, Li Lanqing memuji
anggota keamanan Tiongkok karena menjadikan Falun Gong sebagai
sasaran ”douzheng” dan merubah mereka secara ideologis melalui
penyiksaan (zhuanhua); dan selanjutnya menginstruksi Partai (dan
para pemimpin pemerintahan) dari setiap jenjang untuk terus
melaksanakan kampanye ”douzheng” terhadap Falun Gong dalam rangka
untuk memperkuat rasa percaya diri dan objektivitas Partai. Li
menjadi ketua Tim Kepemimpinan dari Juni 1999 hingga November 2002,
kemudian ia pensiun.
• Wang Maolin, yang pertama kali menjadi kepala Kantor 610, juga
menggunakan bahasa penganiayaan yang sangat serupa, disamping
status politik dan ideologinya sendiri serta memengaruhi untuk
menerapkan kampanye “douzheng” Jiang Zemin terhadap Falun Gong.
Maka, contohnya, dalam kata pengantarnya untuk buku berpengaruh
karangan Partai tertulis, “Falun Gong dan Aliran Sesat,” Wang
Maolin berargumentasi bahwa buku tersebut “menangkap makna penting
dan mendesaknya douzheng terhadap Falun Gong.”
• Wen Shizheng, Sekretaris Partai Provinsi Liaoning dari Agustus
1997 hingga Desember 2004, secara serupa menggunakan status dan
pengaruhnya untuk mengimplementasikan perintah Jiang Zemin
men-“douzheng” Falun Gong. Pada bulan Juli 1999, ia
menginstruksikan para pemimpin Partai lain untuk "mengikuti
perintah Komite Sentral Partai Jiang untuk memusnahkan Falun Gong.
. . di provinsi kita" melalui, antara lain, konversi ideologis
melalui penyiksaan ("zhanhua")" dalam rangka untuk mengalahkan
mereka. Sekali lagi pada bulan Oktober 1999, setelah Jiang Zemin
menyesatkan surat kabar Prancis Le Figaro dan beberapa hari
kemudian Harian Rakyat menerbitkan kebohongan-kebohongan Jiang
Zemin, Wan Shizheng mendesak para pemimpin Partai Liaoning untuk
mendorong kampanye "douzheng" berdasarkan fitnahan dan kebohongan
Jiang Zemin.
• Ding Shifa, Sekretaris Komite Urusan Hukum dan Politik (PLAC)
Komite Partai Provinsi Liaoning, memperkuat pernyataan Wan Shizheng
melalui beberapa penggunaan “douzheng” yang sama. Pada bulan
Oktober 1999, ia mendesak rekan-rekan partainya di Liaoning agar
“rajin berpartisipasi dalam ‘douzheng’ [anti Falun Gong] dengan
antusiasme politik secara penuh dan untuk menang.” Sebelumnya pada
bulan Juli 1999, ia memimpin anggota staf dari Departemen
Organisasi Partai Liaoning, Departemen Propaganda, dan Biro
Keamanan Publik ke kota Huludao dan menuntut Huludao secara ketat
melaksanakan strategi pusat PKT (yang dikeluarkan oleh
Sekretarisnya, Jiang Zemin) untuk menyukseskan “douzheng” terhadap
Falun Gong.
• Zhang Xingxiang, saat menjadi Wakil Sekretaris Komite Partai
Provinsi Liaoning, mendesak rekan-rekannya terutama di kota Huludao
agar “siap-siap untuk ‘douzheng’ jangka panjang terhadap Falun
Gong” yang ia kerap cap sebagai musuh Partai.
• Bo Xilai, mantan pejabat Partai yang sekarang diturunkan,
dipenjara di penjara Oincheng atas kejahatan korupsi, penggelapan,
dan penyalahgunaan kekuasaan. Sebagai Sekretaris Partai Provinsi
Liaoning di kota Dalian dan dalam peran dan kapasitas Partai
lainnya, Bo Xilai juga sama menggunakan bahasa penganiayaan yang
sama di samping status politik dan ideologinya sendiri serta
pengaruhnya untuk melaksanakan "douzheng" Jiang Zemin terhadap
Falun Gong - di kota Dalian, Provinsi Liaoning, dan di tempat lain
di Tiongkok. Misalnya, pada bulan Februari 2001, pada sesi keempat
dari Kongres Rakyat Provinsi Liaoning ke-9, ia membahas dan
berkata, “[Kita] mencapai sukses luar biasa dalam kampanye
’douzheng’ kita melawan ‘aliran sesat’ Falun Gong....”, “[Kita]
akan... tak kenal ampun menyerang mereka [yang menolak untuk
bertobat].” Peran Bo Xilai dalam kampanye penganiayaan juga
telah ditetapkan oleh para saksi ahli dalam kasus gugatan yang
diajukan global terhadap dirinya atas perannya dalam penindasan
secara lebih luas dan kampanye khusus untuk mengambil organ
pengikut Falun Gong saat masih hidup untuk menunjang bisnis
transplantasi organ yang menguntungkan di Tiongkok.
Seperti seorang mantan perwira
Kantor 610 nyatakan di bawah sumpah, “rantai komando” di atas
beroperasi serentak di seluruh wilayah Tiongkok. Demikian juga
instruksi dan perintah "rantai komando" untuk menjadikan Falun Gong
sebagai sasaran "douzheng" diteruskan ke keamanan Tiongkok, yang
menjadikan Falun Gong sebagai sasaran konversi ideologis melalui
penyiksaan (“zhuanhua”) dan pelanggaran mengerikan lainnya di
pusat-pusat pendidikan kembali melalui kerja dan pusat penahanan
lainnya di Tiongkok.
C. Kesimpulan
Seperti kampanye-kampanye sebelumnya yang terjadi sepanjang sejarah
Partai, kampanye anti-Falun Gong juga sama dibingkai dan diterapkan
dalam istilah-istilah yang sebagian besar di luar legalitas,
misalnya, “sebagai penindasan berdarah” (douzheng) bukan sebagai
kegiatan biasa dari sistem peradilan pidana. Dengan demikian, para
agen Partai dan petugas keamanan tingkat rendah di bawah kendali
mereka yang terlibat telah beroperasi dan terus beroperasi ultra
vires, yaitu, di luar dan melewati batasan hukum atau peraturan
pemerintah di atasnya. Seperti sasaran kampanye “douzheng”
sebelumnya di Tiongkok, orang yang diidentifikasi sebagai Falun
Gong, didemonisasi sebagai “musuh partai”, “elemen bermusuhan”,
“anti kemanusiaan”, “anti-sosial”, serta citra tidak manusiawi
lainnya untuk menghasut dan melegitimasi tindakan pelanggaran HAM
rutin mereka.
Seperti dalam kampanye douzheng sebelumnya, agen Partai tanpa dasar
hukum telah mengisolasi pengikut Falun Gong ke fasilitas-fasilitas
penahanan termasuk fasilitas “psikiatri”, “rumah sakit” Keamanan
Publik, “penjara hitam”, dan kamp-kamp “pendidikan ulang melalui
kerja”, serta telah melakukan tindakan penyiksaan dan kerja paksa
sebagai sarana untuk memaksa mereka melepas keyakinan spiritual
mereka. Bagi mereka yang menolak untuk melepaskan keyakinan dan
identitas spiritualnya, akan diberikan sanksi lebih keras termasuk
penahanan tanpa batas waktu dan penyiksaan lebih parah serta
pembunuhan di luar hukum.
Seperti dalam kampanye sebelumnya, Sekretaris Komite Sentral
Partai, sejalan dengan eselon teras Partai, mengisyaratkan dan
menerapkan kampanye "douzheng" terhadap Falun Gong melalui sebuah
penganiayaan polemik dan terutama “douzheng” wajib yang diteruskan
melalui “rantai komando” yang terorganisir baik. Demikian juga,
Sekretaris Partai Jiang Zemin dan kaki tangannya menyuplai para
pelaksana penganiayaan dengan arahan, instruksi, perintah,
motivasi, dukungan, pembenaran, dan sejumlah materi-materi yang
digunakan untuk membangun dukungan lebih lanjut. Tanggung jawab
hukum Jiang Zemin akan dikupas secara rinci dalam bagian berikutnya
dari analisa ini.
English
version click here