Falun Dafa Minghui.org www.minghui.org CETAK

Jiang Zemin dan Kampanye Douzheng terhadap Falun Gong

5 Juli 2015 |   Oleh Yayasan Hukum HAM


(Minghui.org) Menurut beberapa resolusi yang disahkan oleh DPR AS, Falun Gong adalah "bentuk keyakinan dan latihan spiritual yang damai dan tanpa kekerasan dengan jutaan pengikut di Tiongkok dan tempat lain.” Belas kasih dan sepenuhnya bebas kekerasan merupakan dua prinsip dasar yang mendefinisikan agama.

A. Pendahuluan

Partai Komunis Tiongkok (selanjutnya disebut "Partai") didirikan pada tahun 1921 sebagai organisasi politik yang kemudian, dan tetap hingga sekarang, secara organisasi dan operasional terpisah dari negara Tiongkok. Pada tahun 1949, Republik Rakyat Tiongkok didirikan saat berakhirnya Perang Saudara  di Tiongkok. Partai mengambil peran politik utama di antara sembilan partai politik yang diakui di Tiongkok, namun tetap terpisah dari negara.

Setelah 1949, Partai menerapkan kebijakan secara berkala melancarkan "kampanye perbaikan," pembersihan, tindakan keras, atau kampanye "douzheng" (penindasan berdarah) terhadap musuh internal dan eksternal. Gerakan-gerakan ini dilakukan di luar kewenangan negara dan dalam prosesnya tidak dibatasi hukum atau segala bentuk dengar pendapat objektif maupun peraturan negara lainnya. Sebaliknya, mereka mengandalkan perintah Partai dan para pejabat untuk mengidentifikasi sasaran, melarang sasaran serta kegiatan mereka, melakukan kecaman melalui corong resmi Partai, kemudian menjadikan mereka subjek bagi penganiayaan berdarah baik melalui tindakan langsung oleh personel Partai atau melalui petugas negara jenjang rendah yang dipaksa berpartisipasi.

Kata "douzheng" telah menjadi istilah bagi praktek penganiayaan politik tertentu dengan akar ideologi, dan bagian dari budaya penganiayaan Komunis. Dalam konteks ini, para pengikut Partai, dalam rangka untuk mempersembahkan kesetiaan mereka kepada rezim, menunjukkan sikap bermusuhan mereka terhadap siapa pun yang ditargetkan oleh rezim, misalnya, para intelektual selama kampanye Anti-Kanan pada 1957 dan para "musuh kelas dari rezim" selama era Revolusi Kebudayaan, seperti profesor, mantan pemilik tanah, dan pengusaha, sementara orang-orang yang ditargetkan di-“ekspos” kepada sekelompok pengikut, dipermalukan, difitnah, ditakuti, dan dipaksa untuk mengakui tuduhan yang diajukan oleh salah seorang pengikut ataupun rezim. Selain pelecehan dan fitnahan di depan publik, orang-orang yang ditargetkan diserang melalui berbagai tindakan penganiayaan, biasanya melibatkan penjara ekstra-yudisial, pemukulan, penyiksaan, dan eksekusi. Sesungguhnya, ketika sebuah kelompok atau individu diidentifikasi sebagai sasaran "douzheng," implikasinya jelas: jalur di luar kerangka hukum akan ditempuh untuk menganiaya orang atau kelompok itu.

Pengidentifikasian sebuah kelompok sebagai sasaran yang tepat bagi douzheng dan penaklukan kelompok sasaran selalu mengikuti langkah-langkah dasar yang sama:

• Keputusan untuk menargetkan kelompok tertentu sebagai "musuh" atau "aliran sesat" selalu dibuat oleh Partai. Kampanye Anti-Kanan pada tahun 1957, menargetkan 550.000 "sayap kanan" (ini adalah angka resmi, perkiraan tidak resmi telah menempatkan angka pada kisaran dua juta), yang digagas oleh Partai. Selama Revolusi Kebudayaan, semua dokumen perintah diterbitkan atas nama Komite Sentral Partai.

• Menindaklanjuti keputusan, kelompok yang menjadi target diidentifikasi secara hati-hati dengan cap retorika sebagai musuh Partai maupun "Rakyat" dan sebagai bertentangan dengan ideologi Partai (berperan sebagai pembenaran).

• Dimulainya penindasan ditandai dan dilaksanakan melalui penggunaan bahasa Partai dan terutama kata kerja wajib "douzheng," didefinisikan dalam konteks ini sebagai "penganiayaan dan penyiksaan tanpa proses hukum” terhadap kelompok dimaksud.

• Istilah penganiayaan lainnya seperti "jiepi" (mengekspos dan mengkritik) serta "zhuanhua" (mengubah seseorang secara ideologi) juga adalah ungkapan yang biasa digunakan oleh Partai untuk mendiskriminasi kelompok-kelompok dan anggota mereka untuk “diperlakukan khusus.”

• Media utama di Tiongkok, seperti surat kabar Harian Rakyat dan siaran berita malam China Central Television ("CCTV"), dan jurnal ideologi Partai menyebarkan berita untuk memastikan bahwa kelompok yang dirujuk dikenal sebagai musuh Partai atau aliran sesat.

• Satuan keamanan khusus dan umum dimobilisasi - termasuk satuan khusus Partai (seperti petugas 610 yang digunakan Partai untuk menyiksa dan menindas Falun Gong) dan satuan polisi umum yang beroperasi di bawah naungan Partai - untuk mengidentifikasi, mengepung, secara semena-mena menahan, serta secara fisik dan mental menganiaya individu anggota “kelompok”. Tujuan idealnya adalah memaksa yang disebut “musuh” untuk meninggalkan identitas kelompok mereka, keyakinan mereka dan “bergabung” dengan Partai menyerang anggota lain dari kelompok yang ditargetkan, dengan menggunakan metode yang sama.

• Langkah terakhir ini adalah apa yang disebut sebagai "zhuanhua" atau "merubah paksa."  Individu yang menolak untuk "dirubah paksa" dikenakan kekerasan yang semakin ditingkatkan dan, dalam banyak kasus, berakhir dengan kematian.

Proses di atas tetap sama sejak (jika bukan sebelumnya) berdirinya Republik Rakyat Tiongkok: setiap kampanye douzheng yang dilakukan Partai adalah serangan terarah, terkoordinasi yang mengikuti langkah-langkah yang diuraikan di atas dan termasuk penganiayaan fisik dan mental, penahanan, penyiksaan anggota kelompok yang dijadikan sasaran.

Meskipun mekanisme hukum kadangkala dimanfaatkan, untuk secara retroaktif menambah kesan wewenang resmi “negara” atas penindasan berkelanjutan yang dijalankan Partai (baik melalui undang-undang terkait, penggunaan sidang peradilan, atau pernyataan yang diperoleh dari para pejabat pemerintah dengan peran ganda di Partai), ini hanya membentuk aspek kecil, tidak signifikan, dan dangkal, serta tidak relevan bagi kekerasan dan penindasan di luar jalur hukum yang disebutkan di atas.

Singkatnya: kampanye "douzheng" bukanlah "hukum." Pakar hukum H.L.A. Hart mendefinisikan hukum, setidaknya memerlukan adanya “perangkat aturan” yang konsisten dan “aturan pengakuan” sehingga membentuk hukum sah yang menetapkan kewajiban kepada para pejabat hukum untuk secara konsisten mengikat perilaku mereka sesuai dengan perangkat aturan. Dalam kasus penindasan tersebut, tidak ada konsistensi interpretasi, aplikasi, atau bahkan relevansi atas peraturan atau perintah tertentu – hanya secara ad hoc menetapkan sasaran para individu sesuai tingkat identifikasi mereka secara instiktif  terhadap sebuah kelompok yang dicap sebagai “musuh” dari Partai.

Terkait proses atau persidangan yang adil, semua yang sistem hukum Tiongkok berikan pada para individu yang ditargetkan sebagai musuh Partai adalah sebuah prosedur sandiwara untuk tampil di ruang sidang, di mana terdakwa tidak diizinkan untuk bersaksi atas namanya sendiri, mengajukan pembelaan tak bersalah, atau bahkan meminta seorang pengacara pilihannya sendiri. Setiap usaha untuk mengajukan pembelaan tak bersalah atau mengungkapkan segala bentuk perlakuan buruk akan mendatangkan derita penganiayaan intensif. Mereka yang menolak untuk bekerja sama akan disiksa (sebelum dan sesudah peradilan). Pengakuan yang diperoleh melalui penyiksaan diterima di pengadilan. Pada akhir proses sandiwara, terdakwa dikenakan penahanan sewenang-wenang, perlakukan yang tidak manusiawi dan merendahkan martabat, dirubah secara paksa, dan bentuk-bentuk penyiksaan lainnya, dan dalam beberapa kasus - dibunuh di luar hukum.

Hal serupa telah dikemukakan oleh berbagai pakar Tiongkok, akademisi, dan pengacara Tiongkok. Baru-baru ini, dalam edisi Desember 2014 dari Washington Post, pengacara HAM terkemuka Tiongkok, Teng Biao mengatakan hal ini:

Bagi Partai Komunis Tiongkok, "memerintah negara berdasarkan hukum" tidak berarti peraturan hukum seperti yang Anda dan saya pahami. . . . Peraturan hukum yang dibicarakan oleh partai adalah “Lenin ditambah Kaisar Qin Shi Huang” – kediktatoran modern dipadukan dengan “legalisme” Tiongkok pra-modern. Itu tidak lebih dari alat untuk mengontrol masyarakat lebih lanjut... Sebagai profesor hukum Universitas Hongkong, Fu Hualing telah menunjukkan, banyak proses di luar hukum – dan proses di luar luar hukum – berdiri di atas dan terpisah dari hukum. Ini termasuk shuanggui (sistem penahanan dan interogasi di luar hukum yang digunakan untuk menegakkan disiplin dalam partai), pembatasan media, tahanan rumah, polisi rahasia, “penjara hitam”, chengguan (satuan polisi para-militer yang bekerja dengan polisi di seluruh negeri untuk menegakkan aturan dan peraturan kota), memata-matai warga, melakukan penyiksaan, penculikan dan memantau internet.

Jadi, sementara "mungkin terlihat aneh untuk menahan seseorang terlebih dahulu, baru kemudian dicari alasan bagi penahanan... kenyataannya ini adalah pola yang telah tertanam [di Tiongkok],” menurut pakar Tiongkok terkemuka, Dr. Perry Link. “Dalam persidangan kelompok Maois ‘Empat Penjahat’ setelah Mao Zedong meninggal, dalam dakwaan Deng Xiaoping terhadap pakar astrofisika pembangkang Fang Lizhi pada tahun 1989... dan dalam banyak kasus lain, pertanyaan-pertanyaan ‘Hukum apa yang telah dilanggar?’ dan ‘Fakta apa yang menunjukkan bahwa itu telah dilanggar?’ diselidiki setelah perintah penahanan dikeluarkan...”

B. Douzheng terhadap Falun Gong

Tanpa alasan yang berdasar, pada Juni 1999, Partai menerbitkan dokumen Jiang Zemin yang menyerukan penerapan secara luas kampanye penganiayaan “douzheng” terhadap Falun Gong di Tiongkok, agar secara keras menindas para pengikutnya di seluruh Tiongkok.

Selain memberikan landasan bagi penindasan berdarah terhadap Falun Gong dengan mendefinisikan tujuannya sebagai douzheng dan pemusnahan pengikut Falun Gong, pidato Jiang Zemin pada Juni 1999 juga memberikan kewenangan internal Partai kepada Li Lanqing dan Luo Gan untuk membentuk “Tim Kepemimpinan untuk Menangani Falun Gong” (“Tim Kepemimpinan”), yang bertanggung jawab atas pengembangan strategi dan metode khusus untuk segera diterapkan. Tim Kepemimpinan kemudian membentuk “Kantor 610” yang bertanggung jawab bagi pelaksanaan praktis dari konspirasi Partai untuk memberlakukan penindasan berdarah dan penolakan hak-hak Falun Gong, terutama di Tiongkok.

Di antaranya, Kantor 610, bekerjasama penuh dengan Partai dan lainnya, memublikasikan pemberitahuan dan pedoman bagi para pengacara, kejaksaan, dan pengadilan untuk mendukung sikap tegas Partai terhadap para pengikut agama. Misalnya, Kantor 610 telah mengeluarkan pemberitahuan yang tipikal, berjudul, “Persyaratan Mengenai Pencegahan dan Pengendalian Keadaan Musuh.” Itu mengharuskan semua pengacara Falun Gong yang ditunjuk Partai dan lainnya mengajukan pembelaan “bersalah” pada awal dari peradilan Falun Gong, sehingga Hakim memberikan vonis “bersalah” pada kesimpulan sidang, dan Kantor 610 bertemu langsung dengan pejabat pengadilan seperti jaksa dan hakim sebelum sidang untuk memastikan bahwa mereka bersikap sangat keras terhadap para pengikut Falun Gong di ruang sidang.

Asosiasi Seluruh Pengacara Tiongkok (“ACLA”) juga telah mengeluarkan pemberitahuan dan pedoman untuk memastikan bahwa semua pengacara di Tiongkok mendukung agenda douzheng Partai terhadap para pengikut Falun Gong di Tiongkok. Sebagai contoh, pada 13 Februari 2001, pertemuan yang diadakan di Biro Kehakiman di kota Chongqing untuk menetapkan pedoman hukum bagi penanganan kasus-kasus Falun Gong, kantor-kantor ACLA dari kota setempat mendesak semua pengacara mengikuti kebijakan Partai terkait kasus Falun Gong, termasuk pedoman yang mensyaratkan bahwa semua pengacara “sepenuhnya mengakui pentingnya penganiayaan terhadap Falun Gong (kelompok agama dan pengikutnya).”

Organisasi-organisasi partai di seluruh negeri secara seragam mendukung dan menegaskan seruan Jiang Zemin untuk men-douzheng Falun Gong. Menurut catatan yang tersedia saat ini di situs Partai, komite Partai seluruh negeri mengadakan konferensi-konferensi, seminar, dan forum untuk mempelajari pengumuman Komite Sentral Partai yang berisi pidato-pidato Jiang Zemin yang menyerukan “douzheng” terhadap Falun Gong. Komite-komite ini secara tegas menyuarakan dukungan mereka, dan mengambil tindakan untuk mendorong kampanye douzheng.

Media utama di Tiongkok, seperti surat kabar Harian Rakyat dan siaran televisi berita malam China Central Television (“CCTV”), serta jurnal ideologi Partai, menyebarkan berita untuk memastikan bahwa Falun Gong akan di-douzheng karena dikenal sebagai musuh Partai (dan aliran sesat). Selain menyerukan douzheng terhadap Falun Gong, polemik mereka – meniru yang digunakan selama Holocaust untuk memastikan pemusnahan berdarah terhadap populasi Yahudi di Eropa – membandingkan para pengikut Falun Gong dengan virus, epidemi, kutu, parasit, setan, psikopat, dan musuh negara. Pada 2001, setelah peningkatan fokus global terhadap terorisme, orang-orang yang diidentifikasi sebagai Falun Gong diberi tambahan label sebagai “teroris”. Dalam sebuah insiden yang representatif, Asosiasi Anti Aliran Sesat Tiongkok, organisasi lain yang dijalankan oleh Partai dan terkait erat dengan penganiayaan terhadap Falun Gong, menerbitkan dan mengadopsi komentar-komentar yang secara eksplisit mengakui strategi untuk mendemonisasi Falun Gong
dalam upaya untuk membenarkan pemusnahan mereka (“Saya bilang bahwa kita pertama-tama mendefinisikannya sebagai teroris sehingga tindakan apa pun yang diperlukan dibenarkan”).

Pada saat yang sama, banyak pejabat Partai yang telah mendengar atau membaca pidato itu tidak hanya meneruskan perintah Jiang Zemin untuk menjadikan Falun Gong sebagai sasaran kampanye penindasan berdarah, tapi juga memainkan peran utama dalam memastikan bahwa Falun Gong menjadi target douzheng terbaru, melalui penggunaan douzheng dalam pidato-pidato mereka, dokumen kebijakan, dan/atau instruksi tertulis. Instruksi dan perintah mereka untuk menjadikan pengikut Falun Gong sasaran douzheng menjangkau pengadilan, kejaksaan, kamp kerja paksa, dan pusat-pusat penahanan, seperti yang dilakukan oleh media utama dan propaganda secara luas. Di bawah ini adalah ilustrasi dari peran beberapa pelaku utama kejahatan, bukan hanya meneruskan tapi juga memastikan penyebarluasan douzheng terhadap Falun Gong.

• Jiang Zemin, sebagai arsitek utama dan penggagas penindasan berdarah (douzheng) terhadap Falun Gong, mengisyaratkan dan memprakarsai kampanye melalui, antara lain, penggunaan bahasa Partai dan terutama kata kerja imperatif "douzheng" dalam pidato Juni 1999 kepada Politbiro.

• Li Lanqing, ketua pertama dari Tim Kepemimpinan untuk Penanganan Falun Gong, menggunakan bahasa penganiayaan yang sangat mirip, di samping status dan pengaruh ideologinya dalam menerapkan kampanye “douzheng” Jiang Zemin. Misalnya, pada bulan Februari 2001, di Pertemuan Penganugerahan Penghargaan Nasional, Li Lanqing memuji anggota keamanan Tiongkok karena menjadikan Falun Gong sebagai sasaran ”douzheng” dan merubah mereka secara ideologis melalui penyiksaan (zhuanhua); dan selanjutnya menginstruksi Partai (dan para pemimpin pemerintahan) dari setiap jenjang untuk terus melaksanakan kampanye ”douzheng” terhadap Falun Gong dalam rangka untuk memperkuat rasa percaya diri dan objektivitas Partai. Li menjadi ketua Tim Kepemimpinan dari Juni 1999 hingga November 2002, kemudian ia pensiun.

• Wang Maolin, yang pertama kali menjadi kepala Kantor 610, juga menggunakan bahasa penganiayaan yang sangat serupa, disamping status politik dan ideologinya sendiri serta memengaruhi untuk menerapkan kampanye “douzheng” Jiang Zemin terhadap Falun Gong. Maka, contohnya, dalam kata pengantarnya untuk buku berpengaruh karangan Partai tertulis, “Falun Gong dan Aliran Sesat,” Wang Maolin berargumentasi bahwa buku tersebut “menangkap makna penting dan mendesaknya douzheng terhadap Falun Gong.”

• Wen Shizheng, Sekretaris Partai Provinsi Liaoning dari Agustus 1997 hingga Desember 2004, secara serupa menggunakan status dan pengaruhnya untuk mengimplementasikan perintah Jiang Zemin men-“douzheng” Falun Gong. Pada bulan Juli 1999, ia menginstruksikan para pemimpin Partai lain untuk "mengikuti perintah Komite Sentral Partai Jiang untuk memusnahkan Falun Gong. . . di provinsi kita" melalui, antara lain, konversi ideologis melalui penyiksaan ("zhanhua")" dalam rangka untuk mengalahkan mereka. Sekali lagi pada bulan Oktober 1999, setelah Jiang Zemin menyesatkan surat kabar Prancis Le Figaro dan beberapa hari kemudian Harian Rakyat menerbitkan kebohongan-kebohongan Jiang Zemin, Wan Shizheng mendesak para pemimpin Partai Liaoning untuk mendorong kampanye "douzheng" berdasarkan fitnahan dan kebohongan Jiang Zemin.

• Ding Shifa, Sekretaris Komite Urusan Hukum dan Politik (PLAC) Komite Partai Provinsi Liaoning, memperkuat pernyataan Wan Shizheng melalui beberapa penggunaan  “douzheng” yang sama. Pada bulan Oktober 1999, ia mendesak rekan-rekan partainya di Liaoning agar “rajin berpartisipasi dalam ‘douzheng’ [anti Falun Gong] dengan antusiasme politik secara penuh dan untuk menang.” Sebelumnya pada bulan Juli 1999, ia memimpin anggota staf dari Departemen Organisasi Partai Liaoning, Departemen Propaganda, dan Biro Keamanan Publik ke kota Huludao dan menuntut Huludao secara ketat melaksanakan strategi pusat PKT (yang dikeluarkan oleh Sekretarisnya, Jiang Zemin) untuk menyukseskan “douzheng” terhadap Falun Gong.

• Zhang Xingxiang, saat menjadi Wakil Sekretaris Komite Partai Provinsi Liaoning, mendesak rekan-rekannya terutama di kota Huludao agar “siap-siap untuk ‘douzheng’ jangka panjang terhadap Falun Gong” yang ia kerap cap sebagai musuh Partai.

• Bo Xilai, mantan pejabat Partai yang sekarang diturunkan, dipenjara di penjara Oincheng atas kejahatan korupsi, penggelapan, dan penyalahgunaan kekuasaan. Sebagai Sekretaris Partai Provinsi Liaoning di kota Dalian dan dalam peran dan kapasitas Partai lainnya, Bo Xilai juga sama menggunakan bahasa penganiayaan yang sama di samping status politik dan ideologinya sendiri serta pengaruhnya untuk melaksanakan "douzheng" Jiang Zemin terhadap Falun Gong - di kota Dalian, Provinsi Liaoning, dan di tempat lain di Tiongkok. Misalnya, pada bulan Februari 2001, pada sesi keempat dari Kongres Rakyat Provinsi Liaoning ke-9, ia membahas dan berkata, “[Kita] mencapai sukses luar biasa dalam kampanye ’douzheng’ kita melawan ‘aliran sesat’ Falun Gong....”, “[Kita] akan... tak kenal ampun menyerang mereka [yang menolak untuk bertobat].”  Peran Bo Xilai dalam kampanye penganiayaan juga telah ditetapkan oleh para saksi ahli dalam kasus gugatan yang diajukan global terhadap dirinya atas perannya dalam penindasan secara lebih luas dan kampanye khusus untuk mengambil organ pengikut Falun Gong saat masih hidup untuk menunjang bisnis transplantasi organ yang menguntungkan di Tiongkok.

Seperti seorang mantan perwira Kantor 610 nyatakan di bawah sumpah, “rantai komando” di atas beroperasi serentak di seluruh wilayah Tiongkok. Demikian juga instruksi dan perintah "rantai komando" untuk menjadikan Falun Gong sebagai sasaran "douzheng" diteruskan ke keamanan Tiongkok, yang menjadikan Falun Gong sebagai sasaran konversi ideologis melalui penyiksaan (“zhuanhua”) dan pelanggaran mengerikan lainnya di pusat-pusat pendidikan kembali melalui kerja dan pusat penahanan lainnya di Tiongkok.

C. Kesimpulan

Seperti kampanye-kampanye sebelumnya yang terjadi sepanjang sejarah Partai, kampanye anti-Falun Gong juga sama dibingkai dan diterapkan dalam istilah-istilah yang sebagian besar di luar legalitas, misalnya, “sebagai penindasan berdarah” (douzheng) bukan sebagai kegiatan biasa dari sistem peradilan pidana. Dengan demikian, para agen Partai dan petugas keamanan tingkat rendah di bawah kendali mereka yang terlibat telah beroperasi dan terus beroperasi ultra vires, yaitu, di luar dan melewati batasan hukum atau peraturan pemerintah di atasnya. Seperti sasaran kampanye “douzheng” sebelumnya di Tiongkok, orang yang diidentifikasi sebagai Falun Gong, didemonisasi sebagai “musuh partai”, “elemen bermusuhan”, “anti kemanusiaan”, “anti-sosial”, serta citra tidak manusiawi lainnya untuk menghasut dan melegitimasi tindakan pelanggaran HAM rutin mereka.

Seperti dalam kampanye douzheng sebelumnya, agen Partai tanpa dasar hukum telah mengisolasi pengikut Falun Gong ke fasilitas-fasilitas penahanan termasuk fasilitas “psikiatri”, “rumah sakit” Keamanan Publik, “penjara hitam”, dan kamp-kamp “pendidikan ulang melalui kerja”, serta telah melakukan tindakan penyiksaan dan kerja paksa sebagai sarana untuk memaksa mereka melepas keyakinan spiritual mereka. Bagi mereka yang menolak untuk melepaskan keyakinan dan identitas spiritualnya, akan diberikan sanksi lebih keras termasuk penahanan tanpa batas waktu dan penyiksaan lebih parah serta pembunuhan di luar hukum.

Seperti dalam kampanye sebelumnya, Sekretaris Komite Sentral Partai, sejalan dengan eselon teras Partai, mengisyaratkan dan menerapkan kampanye "douzheng" terhadap Falun Gong melalui sebuah penganiayaan polemik dan terutama “douzheng” wajib yang diteruskan melalui “rantai komando” yang terorganisir baik. Demikian juga, Sekretaris Partai Jiang Zemin dan kaki tangannya menyuplai para pelaksana penganiayaan dengan arahan, instruksi, perintah, motivasi, dukungan, pembenaran, dan sejumlah materi-materi yang digunakan untuk membangun dukungan lebih lanjut. Tanggung jawab hukum Jiang Zemin akan dikupas secara rinci dalam bagian berikutnya dari analisa ini.

English version click here