(Minghui.org) Saya membaca ceramah Guru, “Ceramah Fa pada Konferensi Fa Peringatan 25 tahun Penyebaran Dafa,” dan artikel berbagai pemahaman praktisi. Saya menangis ketika mendengar bahwa Guru batuk-batuk saat konferensi Fa. Membuat saya sedih dan malu.
Beberapa tahun yang lalu, saya melihat foto Guru dengan banyak titik-titik merah. Saya harap saya bisa mengambil beberapa titik-titik merah itu. Begitu pikiran itu muncul, perasaan tertekan yang berlebihan mengguyur saya. Rasanya seperti ada sebuah batu besar beratnya berton-ton menekan tubuh dan dada saya. Tenaga yang aneh mencengkeram saya begitu ketat hingga saya tidak bisa bernafas. Saya merasakan sakit luar biasa dan saya tidak bisa bergerak.
Saya pikir saya akan meninggal, dan berteriak, “Guru tolong saya! Saya tidak tahan lagi!” Tekanan itu langsung hilang. Kejadian itu hanya berlangsung dua atau tiga detik, tetapi saya sudah melewati ujian hidup dan mati.
Setelah itu saya memiliki rasa takut, dan menyadari bahwa saya melebih-lebihkan kemampuan saya. Saya tidak bisa membayangkan apa yang telah Guru tanggung untuk praktisi dan semua makhluk hidup.
Seorang praktisi berbuat kesalahan dalam kultivasi tahun lalu. Ketika meditasi, saya melihat ia adalah seorang malaikat. Sayapnya menjadi hitam semua, meneteskan tinta hitam. Ia melihat ke sayapnya dengan sedih. Begitu ia menyesali, Guru memberikan sayap putih murni dan menanggung karmanya.
Guru berkata,
“Kalian telah melewati masa-masa yang paling sulit, di dalam satu keterikatan yang terakhir ini sungguh harus dapat dilepas. Penderitaan para praktisi saya mengetahui semua, sebenarnya saya lebih menyayangi anda dari pada anda menyayangi diri sendiri!” (“Menyingkirkan Keterikatan Terakhir” dari Petunjuk Penting Untuk Gigih Maju)
Walaupun beberapa dari kita tidak selalu rajin dalam beberapa tahun terakhir ini, Guru tetap melindungi kita, menyayangi kita, dan memberi petunjuk kepada kita. Saya tidak menghargai waktu dan semua yang telah Guru berikan. Saya malah terikat dengan kenyamanan, dan tersandung dalam jalur kultivasi. Saat saya menyadari ini, saya merasa malu. Saya merasa tidak berharga di hadapan Guru dan makhluk di dunia surga saya!
Segera setelah saya mengenali kesalahan saya, saya putuskan untuk berkultivasi dengan stabil, dan mengatur jadwal harian saya sesuai dengan itu. Saya menyadari bahwa semua perasaan, emosi, dan keinginan saya adalah hasil dari keegoisan, dan bukan diri saya yang sejati.
Ketika saya tidak mementingkan diri sendiri, saya tidak mengeluh, bertengkar, atau iri hati. Saya melihat kekuatan orang lain dan mendahulukan orang lain, hati saya murni dan saya hanya ingin menyelamatkan makhluk hidup.