(Minghui.org) Badai besar melanda Kota Tonghua, Provinsi Jilin pada sore hari, 5 Mei 2017. Hari itu turun hujan deras dan menimbulkan banjir, air menyapu rambu-rambu jalan, tong sampah, bahkan gubuk-gubuk kecil. Saya tidak mempersiapkan payung saat pulang dari rumah putri saya. Saya tiba dengan selamat, dan lucunya pakaian di dalam mantel saya tetap kering.
Saya dikenal sebagai Nenek Zhang. Saya berusia 85 tahun, berbadan pendek dan kurus, hanya setinggi 122 cm. Saya yakin dilindungi selama badai oleh Guru Dafa. Saya menceritakan kisah saya ini kepada putri saya dan dia menuliskannya untuk saya. Kami sangat berterima kasih kepada Guru atas keselamatan saya saat badai yang begitu kuat.
Kota Tonghua setelah terjadi badai besar tanggal 5 Mei 2017
Saya menjaga anak di rumah putri saya pada hari itu -- 5 Mei. Saya ingin pulang namun putri saya mengatakan itu bukan gagasan yang bagus, karena cuaca memburuk. Dia merasa saya tidak aman berada di luar. Tetapi saya sudah putuskan, dan bahkan tidak membawa payung yang ditawarkan oleh putri saya saat saya pulang ke rumah.
Tidak lama sebelum saya melihat awan gelap pada arah ke rumah saya. Dengan cepat datang angin dan mulai turun hujan. Angin menjadi sangat kuat dan hujan semakin deras. Payung tidak akan bisa menahan di bawah angin yang begitu kuat.
Angin meniup dan menjadi semakin kuat, meniup hingga barang-barang berterbangan di udara. Semua orang mencari perlindungan. Sepatu saya basah dan celana saya kuyup dari lutut ke bawah.
Saya tidak yakin apa yang harus dilakukan. Sangatlah sulit untuk kembali ke rumah putri saya lagi. Bisakah saya tiba sampai rumah? Setiap pilihan memberikan risiko yang berbahaya.
Putri saya menelepon saya ke ponsel saya. Dia berkata, “WeChat telah memposting video dan foto, memperlihatkan pohon-pohon berdiameter 30 cm disepanjang jalan tumbang ditiup angin kencang, dan rambu-rambu serta benda-benda lain berserakan di sepanjang jalan. Situasinya sangat berbahaya.”
Saya tidak ingin putri saya merasa cemas, dan membalas dengan berkata, “Saya memiliki uang untuk naik taksi. Tidak usah cemas.” Sebenarnya, saya tidak memiliki seperser pun saat itu. Setelah tutup telepon, putri saya telepon kembali, tetapi saya tidak angkat.
Saya mulai merasa dingin dan ketakutan, tetapi kemudian terpikir pada Falun Gong. Di dalam pikiran, saya mencari bantuan dari Guru, “Guru, saya diserang oleh angin badai yang besar. Mohon bantu saya agar bisa pulang ke rumah dengan selamat!”
Dengan pikiran semacam ini saya merasa lain — percaya diri. Angin badai tidak lagi membuat saya cemas. Saya tidak lagi merasa takut atau kedinginan. Saya bersama sekelompok orang bersembunyi dan memutuskan untuk pergi.
Saya mengenakan kaos hitam berbahan katun dengan atas berwarna ungu, dan celana hitam ketat. Hujan turun dengan sangat deras dan tak berhenti.
Saya melihat hanya dua orang yang berjalan di jalan. Mereka saling berpegangan sehingga tidak tertiup oleh angin. Mereka basah kuyup. Bahkan mobil-mobil yang terparkir goyang-goyang karena tertiup angin. Saya merasa kokoh. Angin tidak berefek apa-apa pada saya dan saya tidak merasakan tetesan kuat air hujan di wajah dan kepala saya.
Air di jalanan tinggi sampai mencapai bagian atas trotoar. Saat berjalan pulang ke rumah, putri saya, cucu , dan menantu saya terus-menerus menelepon saya. Menantu saya bahkan membawa mobil untuk mencari saya.
Biasanya membutuhkan 30 menit bagi saya untuk tiba di rumah, tetapi hari ini membutuhkan satu jam. Saat tiba di rumah dan saya mengganti pakaian basah saya. Sepatu saya penuh dengan air. Baju dan celana saya semua basah, tetapi saya sangat terkejut bahwa pakaian di dalam semuanya kering!
Saya telah melalui banyak badai hujan dan selalu basah kuyup di sekujur badan. Bahkan mengenakan mantel tetap tidak bisa terhindari dari basah kuyup dalam badai hujan semacam itu.
Saya melihat ke kaca. Wajah saya kering dan bahkan rambut saya hanya sedikit basah. Bagaimana ini bisa terjadi? Saya terkesan. Lalu saya menyadari bahwa Guru telah melindungi saya dari angin badai. Saya berkata, “Guru, terima kasih banyak. Bagaimana saya bisa mengungkapkan rasa syukur saya?” Saya pun berlutut.
Hari-hari telah berlalu, tetapi saya masih terpikir, dan merasa sungguh bersyukur.