(Minghui.org) Setelah mengenal Falun Dafa pada tahun 1997 saat mengenyam pendidikan di sebuah universitas, saya segera menjadi seorang praktisi. Saya saat itu berumur 20 tahun. Sebelum berlatih, meski saya memperoleh prestasi tertinggi di antara teman-teman, saya tidak merasa gembira. Saya merasa bahwa hidup adalah hampa dan tidak ada artinya. Namun setelah mulai berkultivasi, saya menemukan arti baru dalam hidup, kedamaian serta kepuasan batin.
Universitas saya terletak di Kota Changchun, di sana ada banyak praktisi. Lingkungan kultivasi yang kuat ini mendorong saya untuk belajar Fa dan melakukan latihan Gong setiap hari. Maka dalam jangka dua tahun pertama, saya memperoleh fundamen kuat dalam kultivasi. Oleh karena itu, saya tidak pernah merasa terintimidasi oleh penganiayaan kejahatan. Saya terus menjalankan kultivasi saya selama lebih dari 20 tahun terakhir.
Latar Belakang Kultivasi Saya
Selama 20 tahun belakangan ini, tantangan dan kesulitan terbesar saya adalah mempertahankan kegigihan saya dalam kultivasi. Pada masa awal penganiayaan, banyak praktisi Changchun dipenjara secara ilegal dan mengalami penganiayaan brutal di pusat tahanan. Namun semua orang tetap sangat teguh, dan selama kurun waktu tersebut, saya mendengar banyak kisah yang menyentuh hati hingga sering membuat saya terharu.
Pada tahun-tahun awal penganiayaan, saya dikeluarkan dari universitas, ditahan secara ilegal di kamp kerja, dan mengalami penganiayaan, namun tak satu pun dari hal ini mampu mengguncang tekad saya untuk berkultivasi. Namun seiring berlalunya waktu, saat hidup di tengah masyarakat yang kompleks ini, saya menemukan keteguhan tersebut perlahan terkikis. Untungnya pada tahun-tahun tersebut, satu per satu anggota keluarga saya telah menjadi praktisi Dafa. Dengan begitu kami memiliki lingkungan untuk saling berbagi dan membandingkan satu dengan yang lain dalam belajar Fa dan kultivasi, hal ini membantu memperkuat tekad saya.
Saya ingin membagi beberapa pemahaman saya selama berkultivasi Falun Dafa.
Saya dianiaya selama lebih dari dua tahun di kamp kerja paksa dan mengalami siksaan tak manusiawi di sana. Sementara saat saya sedang bergairah untuk berkultivasi, saya tidak tahu caranya mencari ke dalam. Saya berpikir bahwa dengan menjalani penderitaan adalah cara untuk meningkat. Terkadang saya menjumlahkan “buah status kultivasi,” yang pada dasarnya menghitung seberapa banyak saya dianiaya dan bagaimana saya melepaskan keterikatan pada ketakutan beberapa kali. Sebaliknya, saya tidak membuat kemajuan lain, yang membuat saya merasa putus asa. Selanjutnya, saya menyadari bahwa diri saya masih memiliki keterikatan fundamen yang belum disadari dan masih belum benar-benar berkultivasi. Hanya sekedar bertahan dari penganiayaan kekuatan lama tidak mengubah sifat sejati seseorang. Dengan begitu, selama dua tahun dalam kamp kerja, saya tidak membuat kemajuan.
Saya dibebaskan dua tahun kemudian. Anggota keluarga saya saat itu masih belum menjadi praktisi, namun mereka bersimpati atas penderitaan saya dan tidak lagi meminta saya berhenti berlatih. Ketika pertama kali pulang, saya ingin menggunakan waktu untuk berlatih Gong, demi menembus waktu yang hilang. Namun saat tekad saya kuat, tubuh saya terasa lemas ketika melakukan latihan. Saya hampir tidak dapat terjaga, dan tidak mampu bermeditasi lebih lama selama beberapa menit. Saya sangat kecewa dan putus asa untuk tetap terbangun. Secara kebetulan, saat sedang bersandar ke dinding untuk beristirahat, tiba-tiba saya merasakan suatu aliran energi yang sangat kuat mengalir ke seluruh tubuh saya dari tingkat mikroskopis. Keterikatan saya pada rasa cemas langsung lenyap. Saya menyadari bahwa kultivasi tidak perlu niat dengan paksaan, dan seseorang tidak dapat didorong maju secara paksa.
Keterikatan dari keinginan saya yang disengaja nampaknya sangat “lurus” dan nyaris tak terdeteksi. Keterikatan itu tidak mudah dikenali seperti keterikatan pada nafsu, rasa takut, atau mentalitas pamer. Karena tidak ketara, saya salah mengartikan ini sebagai keterikatan yang menyangkut kegigihan, dan sering membuat saya merasa gelisah. Keterikatan ini membuat mental saya lelah dan cenderung ekstrem. Saya kurang berhati-hati dalam kegiatan keseharian dan pekerjaan saya, dan selalu ingin menghindari masyarakat manusia biasa. Meski tidak melakukan banyak kegiatan dalam pelurusan-Fa, saya mudah dianiaya dan tidak mengukur segala sesuatunya menurut prinsip Dafa. Semua yang saya gunakan adalah keterikatan manusia untuk menanggung penderitaan yang tidak perlu.
Menyadari Keterikatan akan Pengejaran
Pada tahun-tahun berikutnya, saya secara bertahap memperoleh kembali rasionalitas dan keteguhan. Saya bisa memilah antara pikiran dan perasaan; serta memahami bahwa melakukan tugas tidak sama dengan kultivasi. Seorang praktisi sejati tidak akan mengejar sejumlah pekerjaan demi nama; tetapi sebaliknya akan sungguh-sungguh meningkatkan diri dari dalam diri mereka. Saya menyadari bahwa diri saya masih memiliki keterikatan terhadap pengejaran dalam kultivasi. Di balik kegigihan saya terdapat motif yang egois--sebagai contoh, saya tahu bahwa saya dapat memperoleh keagungan De dan memperoleh kesempurnaan dengan belajar Fa dan menahan penderitaan, maka mereka menjadi tujuan hidup saya. Dengan demikian, beberapa tindakan saya nampak ekstrem dan kurang belas kasih.
Setelah mengenali keterikatan ini, kondisi kultivasi saya berubah. Ketika saya membaca Zhuan Falun, saya dapat memahami prinsip Fa lebih banyak, dan menemukan bahwa saya meningkat setiap hari. Di masa lalu, saya sering merasakan bahwa kultivasi itu melelahkan dan menimbulkan kekhawatiran. Kini saya lebih tenang, hanya sedikit pikiran tentang pengejaran. Tidak ada yang perlu dikejar dalam Dafa--hanya membaca Fa tanpa motif apa pun baru dapat melihat prinsip sejati.
Satu per satu, anggota keluarga saya turut berkultivasi. Saya yakin ini mungkin berhubungan dengan saya yang memantapkan kondisi kultivasi saya--saya memiliki pekerjaan tetap dan tidak lagi dianiaya. Bahkan meski saya tidak berupaya khusus untuk mendorong mereka latihan, tanpa saya sadari, mereka menjadi praktisi dan melakukan dengan sangat baik. Ayah saya contohnya, selalu mengklarifikasi fakta setiap hari. Ia membantu lebih dari 20 ribu orang untuk mengundurkan diri dari Partai Komunis Tiongkok dan organisasi afiliasinya, dan ia telah membagikan puluhan ribu materi klarifikasi-fakta.
Tetap Gigih Maju
Karena kami berkultivasi dalam keseharian, dan penganiayaan berlangsung dalam waktu panjang, saya menyadari tiga pemahaman yang membantu saya berjalan di jalur kultivasi saya dengan baik: Pertama, kita harus mengikuti kelompok belajar Fa dan memiliki lingkungan kultivasi yang baik agar dapat terus gigih maju. Jika tidak, kita akan mengendur atau tertinggal. Kedua, kita harus berkultivasi secara sungguh-sungguh dan tidak menjadi ekstrem; kita bisa melakukan dengan baik dalam segala aspek, termasuk di tempat kerja maupun di rumah. Ketiga, kita tidak boleh bersikap muluk dalam melakukan setiap hal--kita harus efektif dalam pelurusan Fa, jadi kita harus bersikap tenang dan bertindak dengan aman. Kita seharusnya tidak berkomunikasi dengan praktisi lain untuk hal yang tidak penting, dan juga melenyapkan keterikatan emosional kita terhadap rekan praktisi.
Selama bertahun-tahun saya telah menemui banyak praktisi yang sangat gigih maju dan teguh. Beberapa praktisi hanya memiliki sedikit rasa takut dan melakukan hal secara terbuka dan bermartabat. Namun di antara para praktisi, beberapa ada yang ditangkap oleh aparat dan dianiaya secara brutal. Kenyataan ini menimbulkan pertanyaan serius dalam diri saya: Mengapa para praktisi ini, yang begitu saya kagumi, mengalami masalah? Mengapa mereka harus kehilangan begitu banyak? Berbagai pelajaran mengajarkan saya pentingnya untuk bertindak aman. Dengan situasi terkini di daratan Tiongkok, kita tidak boleh terbawa arus di masyarakat dan menarik perhatian, melainkan melakukan kegiatan kita dengan tenang. Praktisi bukan teman atau kerabat. Kecuali situasinya luar biasa, jangan terlalu sering berkomunikasi atau memberikan respon. Kita di sini hanya untuk membantu Guru dalam pelurusan Fa.
Saya bekerja sebagai seorang desainer. Setelah menemukan keterikatan pada pengejaran, saya berhenti mengatur hidup saya seperti seorang biksu. Saya mulai berhubungan dengan masyarakat dan mencurahkan upaya ke pekerjaan saya. Ini tidak seperti di masa lalu ketika hati saya hanya terfokus pada “kultivasi” dan melakukan pekerjaan dengan setengah hati, dengan demikian hanya mengacaukan karier dan menimbulkan opini buruk tentang diri saya. Karena saya bekerja keras dalam pekerjaan, selama lebih dari sepuluh tahun bekerja, saya diangkat menjadi senior desainer dan menjadi publik figur. Penghasilan saya membaik, dan saya dihormati. Ketika saya berbicara pada pelanggan tentang Falun Dafa, saya melakukannya dengan sangat baik sebagai wujud keteguhan, dan ini membuat pelanggan saya bereaksi positif. Hal ini sangat membantu dalam mengklarifikasi fakta.
Saya telah menikah beberapa tahun lalu, dan istri saya juga seorang praktisi. Kami memiliki seorang anak yang hampir berusia tiga tahun. Pernikahan kami tidak mempengaruhi kultivasi--sebaliknya istri saya kini memiliki lingkungan kultivasi yang baik, yang tidak ia miliki sebelum ia menikah. Dia mengalami banyak peningkatan dan sudah mengetahui cara berkultivasi.
Tahun ini, saat sedang melakukan perangkat kelima, saya melihat pemandangan megah dari pencapaian kesempurnaan para pengikut Dafa. Ada kereta surgawi, diiringi musik dan prajurit surgawi -- sungguh agung dan sakral. Saya naik ke sebuah panggung, di sana saya melihat tingkat-tingkat tak terhitung yang silang menyilang dengan dunia saya. Semuanya sangat indah dan gemilang. Saya berpikir pada diri sendiri: Tidak peduli seberapa banyak praktisi berkorban dalam penganiayaan ini, dibandingkan dengan apa yang kita dapatkan setelah kesempurnaan, pengorbanan tersebut tidak ada artinya. Melihat semua ini, hati saya lansung tenang dipenuhi oleh rasa syukur yang tak terhingga kepada Pencipta kita.
Dua puluh tahun bukanlah waktu yang lama. Hidup itu singkat, dan Dafa sulit didapatkan. Kita hanya memiliki satu kesempatan sejarah untuk meluruskan Fa, maka kita harus menemukan kembali perasaan seperti saat pertama kali kita berkultivasi dan menghargai waktu. Terima kasih, Guru!