(Minghui.org) Pada tanggal 19 Juli 2018, praktisi Falun Gong dari Amerika bagian timur menggelar nyala lilin malam di depan Monumen Washington, dalam rangka mengenang para praktisi Falun Gong yang meninggal karena penganiayaan oleh rezim komunis Tiongkok (PKT). Praktisi terus berupaya menghentikan penganiayaan yang telah berlangsung selama 19 tahun.
Nyala lilin di depan Monumen Washington pada malam hari, tanggal 19 Juli 2018.
Nyala lilin malam di depan Monumen Washington.
Cakrawala dipenuhi oleh cahaya temaram senja saat matahari terbenam pada pukul delapan malam, praktisi Falun Gong sedang duduk hening di depan Monumen Washington, sambil memegang sejumlah foto praktisi Falun Gong yang meninggal akibat penganiayaan PKT.
Diiringi musik sendu, praktisi menyalakan lilin untuk mengekspresikan perasaan kabung dan rasa hormat kepada mereka. Di garis paling depan, sebuah spanduk menyampaikan tuntutan yang tak berubah selama 19 tahun terakhir yaitu untuk menghentikan penganiayaan Falun Gong.
Pemandangan damai dan khidmat ini menarik perhatian sejumlah pengunjung yang sedang berjalan kaki, untuk berhenti dan mendengarkan penjelasan praktisi tentang penganiayaan yang belum pernah terjadi dalam sejarah, yang telah mereka alami sendiri.
Setidaknya ada 4.236 praktisi Falun Gong yang saat ini tercatat sebagai korban yang meninggal akibat siksaan rezim komunis Tiongkok sejak penganiayaan dimulai pada tanggal 20 Juli 1999. Karena adanya blokade informasi dari PKT, angka korban sebenarnya kemungkinan jauh lebih tinggi.
Profesor dari Universitas Ilmu Politik dan Hukum Tiongkok : Mengikuti Sejati-Baik-Sabar
You Zhaohe dan Wang Lurui memegang lilin selama acara berlangsung. You merupakan seorang profesor di bidang filsafat di Sekolah Humaniora di Universitas Ilmu Politik dan Hukum Tiongkok, sekaligus penasihat doktoral.
Istrinya Wang Lurui, merupakan mantan staf administrasi di Departemen Pensiunan Karyawan dari Rumah Sakit Tiantan Beijing. Mereka masih mengingat dengan jelas tekanan berat pada keluarga mereka ketika penganiayaan dimulai pada tanggal 20 Juli 1999.
Praktisi You berkata, “Partai Komunis Tiongkok menindas Falun Gong. Sedangkan kami merasa tidak ada yang salah berlatih Falun Gong. Kami berdua mengajak anak kami ke Lapangan Tiananmen untuk menunjukkan spanduk Falun Gong. Saya ditahan dan diskors dari mengajar.
“Kemudian, pihak universitas berniat memasukkan saya ke pusat pencucian otak. Saya harus meninggalkan rumah untuk menghindari penganiayaan. Anak saya masih kecil, dan orang tua saya telah berusia 70 dan 80 tahun. Saya terpaksa hidup tanpa tempat tinggal. Suasana hati saya sangat berat dan keluarga berada di bawah tekanan luar biasa saat itu.”
Istrinya ditangkap, ditahan dan dipenjarakan selama lebih dari sepuluh kali karena keteguhannya berlatih Falun Gong.
Praktisi You berkata, “Tidak peduli penganiayaan apa yang kami hadapi dan kesulitan macam apa yang kami alami, kami akan selalu mengikuti Sejati-Baik-Sabar, karena saya merasa tidak ada yang salah dengan menjadi orang baik.”
Menyalakan Lilin untuk Mengekspresikan Perasaan Kabung
Chunrong Wang memegang lilin untuk mengenang praktisi Sun Lianxia, yang berada dalam potret di depannya.
Praktisi Chunrong Wang meneteskan air mata saat sedang memegang lilin. Di depannya ada foto dari praktisi Sun Lianxia. Wang berkata bahwa ia mengunjungi Sun saat ia berada dalam kondisi kritis akibat siksaan oleh para penjaga di kamp kerja paksa. Sun dipenuhi dengan luka memar dan goresan di sekujur tubuhnya.
Praktisi Sun adalah seorang dokter di Dalian Provinsi Lioaning, Tiongkok. Sebelum belajar Falun Gong, dia menderita sejumlah penyakit, namun sembuh setelah mulai berkultivasi. Mereka yang mengenal Sun memujinya sebagai dokter yang hebat.
Sun ditangkap pada Musim Gugur tahun 2000, saat sedang menuju Beijing untuk meningkatkan kesadaran terhadap penganiayaan PKT. Setelah dipenjara di Kamp Kerja Paksa Dalian, dia memprotes penahanannya dengan melakukan mogok makan. Dia disiksa hingga meninggal pada tanggal 16 Januari 2001. Penjaga kamp tidak menghentikan penyiksaannya bahkan dua jam sebelum kematiannya.
Xinyang Xu mengenang ayahnya Xu Dawei.
Praktisi Lihua Chi dan putrinya Xinyang Xu berada di barisan depan sambil memegang lilin dan nampak sedang meneteskan air mata. Suami Chi, Xu Dawei ditangkap karena mencetak materi informasi Falun Gong, dan dijatuhi hukuman delapan tahun penjara. Tubuh Xu menjadi kurus kering dan mentalnya menjadi lumpuh ketika dibebaskan pada tahun 2009. Seluruh tubuhnya dipenuhi oleh luka goresan dan cakar. Dia meninggal dalam kurun waktu 13 hari setelah dibebaskan.
Eric Blews memegang poster Xu Dawei.
Setelah Eric Blews mendengar kisah tentang ibu dan putrinya, dia mencetak poster Xu Dawei berukuran besar dan membawanya untuk acara nyala lilin. Eric berkata bahwa dia terharu oleh kisah Xu dan berharap dapat membantu meningkatkan kesadaran terhadap penganiayaan PKT.
Kery Nunez membawa tiga anaknya untuk berpartisipasi dalam nyala lilin malam. Dia berkata, “Hari ini merupakan hari di mana penganiayaan Falun Gong telah berlangsung selama 19 tahun. Kami mengenang praktisi Falun Gong yang dianiaya hingga meninggal di Tiongkok.
“Saya ingin anak-anak saya tahu apa yang terjadi di dunia ini. Di Tiongkok, praktisi Falun Gong dianiaya karena keyakinannya. Hal ini penting bagi anak-anak untuk berpartisipasi dan mendukung keadilan.”
Para Wisatawan Mempelajari Falun Gong
Monumen Washington merupakan atraksi wisatawan yang terkenal dengan arus pengunjung dari berbagai belahan dunia. Banyak dari mereka menggunakan ponselnya untuk mengambil foto praktisi Falun Gong yang sedang memegang lilin malam.
Pasangan Morten dan Morten dari Denmark berpose mengambil foto dengan nyala lilin sebagai latar.
Pasangan Morten dan Morten dari Denmark berkata, mereka baru saja tiba dari bandara dan berjalan mengitari Monumen Washington. Ini pertama kalinya mereka mendengar tentang Falun Gong. Mereka terkejut mendengar tentang penganiayaan brutal di Tiongkok selama 19 tahun terakhir.
Wisatawan Rephaela Steinau dari Jerman
Wisatawan Rephaela Steinau dari Jerman berdiam cukup lama di sekitar kegiatan nyala lilin. Dia berkata sambil meneteskan air mata, “Pemandangan ini sangat menyentuh, saya sungguh merasa terharu.” Dia dan suaminya tinggal di kota kecil di Jerman. Perjalanan mereka ke Washington adalah untuk merayakan suaminya yang menginjak usia 50 tahun.