Falun Dafa Minghui.org www.minghui.org CETAK

Tindakan Lebih Lanjut dari Deplu AS Terhadap Para Pelanggar HAM

31 Des. 2019 |   Oleh Zhong Sheng

(Minghui.org) Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (DOS) mengeluarkan pernyataan pers pada 20 Desember 2019, mengumumkan bahwa mereka telah kembali menetapkan status Tiongkok dan beberapa negara lain sebagai "Negara yang menjadi Perhatian Khusus" di bawah Undang-Undang Kebebasan Beragama Internasional tahun 1998 karena terlibat atau membiarkan "pelanggaran berat terhadap kebebasan beragama yang sistematis, berkesinambungan."

Perlindungan kebebasan beragama merupakan prioritas utama pemerintah AS, jelas Mike Pompeo, Menteri Luar Negeri AS, dalam pernyataannya: “Amerika Serikat terus berupaya dengan sungguh-sungguh untuk mendukung kebebasan beragama dan memerangi pelanggaran. Penetapan baru-baru ini melanjutkan pekerjaan penting itu.”

Kemajuan yang konsisten telah dilakukan dalam beberapa bulan terakhir. "Pada bulan Oktober, kami membatasi visa pada pejabat pemerintah maupun petinggi Partai Komunis Tiongkok" karena pelanggaran hak asasi manusia. Pada bulan Desember, “Pemerintah AS mengumumkan 68 individu dan perusahaan di sembilan negara karena tindak korupsi dan pelanggaran hak asasi manusia di bawah UU Magnitsky Global.”

Dampak Signifikan

Pada bulan Mei 2019, seorang pejabat Deplu AS memberi tahu beberapa kelompok agama bahwa pemerintah AS tengah memperketat pemberian visa dan mungkin menolak masuk para pelanggar hak asasi manusia. Pejabat yang sama mengatakan bahwa praktisi Falun Gong dapat mengajukan daftar pelaku yang terlibat dalam penganiayaan terhadap Falun Gong.

Pengumuman Minghui.org telah menyerukan kepada praktisi Falun Gong "di seluruh dunia untuk mengambil tindakan segera mengumpulkan, menyusun, dan menyerahkan informasi ke Minghui.org tentang para pelaku kejahatan, anggota keluarga mereka, dan aset mereka, sehingga dapat melacak dan memverifikasi identitas mereka."

Berita ini menyebar ke Tiongkok dan sampaike sistem peradilan di semua tingkatan. Beberapa instansi pemerintah yang berpartisipasi dalam penindasan terhadap Falun Gong menghapus foto anggota staf pada ruang terbuka instansi agar identitas mereka tidak dikumpulkan dan dilaporkan ke Minghui. Ketika melepaskan seorang praktisi Falun Gong yang ditahan, seorang petugas polisi berkata, "Saya tidak memukul anda, bukan? Tolong jangan melaporkan saya karena anak-anak saya berencana bepergian ke luar negeri suatu hari nanti."

Seorang praktisi Falun Gong di Washington D.C. berbagi umpan balik tersebut dengan pejabat Departemen Luar Negeri AS, yang senang melihat bahwa upaya mereka secara efektif membantu mengekang pelanggaran HAM di Tiongkok.

Minghui adalah Sumber Informasi yang Dapat Dipercaya dan Dapat Dijadikan Rujukan

Pada November 2019, diketahui dari sebuah organisasi hak asasi manusia terkenal yang berbasis di Washington D.C. bahwa Departemen Luar Negeri tengah meningkatkan staf dan prioritas sanksi, termasuk melarang masuk serta membekukan aset para pelanggar hak asasi manusia.

Seorang pejabat Departemen Luar Negeri menjelaskan bahwa Departemen akan menindaklanjuti dengan undang-undang yang sesuai, yang berlaku tidak hanya untuk pelaku itu sendiri tetapi juga berlaku untuk anggota keluarga mereka. Bahkan setelah para individu tersebut atau anggota keluarga mereka telah memasuki AS, visa mereka dapat dicabut dan mereka akan dideportasi.

Bukannya memperhatikan jumlah kasus yang melibatkan setiap pelaku kejahatan, bukti rinci keterlibatan mereka dalam setiap kasus akan lebih penting, menurut pejabat Deplu AS lainnya. Hanya satu kasus dengan bukti kuat tentang keterlibatan orang tersebut dalam penganiayaan terhadap Falun Gong,maka pelaku tersebut dengan sendirinya tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan visa AS. Pejabat yang sama juga mengonfirmasi bahwa Minghui adalah sumber informasi yang dapat dipercaya dan dapat dijadikan rujukan.

Kasus-kasus penganiayaan yang dipublikasikan di Minghui.org terutama berasal dari informasi tangan pertama yang dilaporkan oleh para korban atau saksi. Pengakuan atas kredibilitas Minghui dari Deplu dan pemerintah AS. secara umum menunjukkan upaya yang konsisten oleh praktisi Falun Gong untuk meningkatkan kesadaran akan penganiayaan - telah diakui oleh komunitas internasional.

"Mengikuti Perintah Atasan" Bukan Lagi Alasan

Deplu AS juga melakukan perubahan pada bulan Juli 2019 dalam menetapkan pelanggar hak asasi manusia. Dalam kasus penyiksaan atau pemukulan, petugas yang bertanggung jawab dalam sebuah organisasi di mana pelanggaran tersebut terjadi secara otomatis bertanggung jawab. Sebelumnya, seseorang hanya akan bertanggung jawab jika mengeluarkan perintah atau mengarahkan tindakan untuk melakukan kejahatan.

Prosedur baru ini mirip dengan salah satu Prinsip yang diadopsi di Pengadilan Nuremberg: “Fakta bahwa seseorang bertindak berdasarkan perintah pemerintah atau atasannya tidak membebaskannya dari tanggung jawab berdasarkan hukum internasional, dengan catatan pilihan moral pun sebenarnya mungkin baginya."

Sebelum Pengadilan Nuremberg, alasan ini dikenal sebagai "Mengikuti PerintahAtasan." Pada kenyataannya, bantuan teknis dari para ilmuwan dan dokter merupakan komponen penting dalam kejahatan yang dilakukan. Itu bisa menjelaskan mengapa para dokter termasuk yang pertama-tama diadili.

Upaya Bersama oleh "Five Eyes"

Pada akhirNovember 2019, praktisi Falun Gong di Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Australia, dan Selandia Baru secaraserentak menyerahkan daftar yang baru saja dikompilasi dari para pelaku yang terlibat dalam penganiayaan Falun Gong kepada pemerintah mereka masing-masing.

Kelima negara ini telah membentuk aliansi intelijen yang dikenal sebagai "Five Eyes." Laporan di Tiongkok menunjukkan bahwa kelima negara ini sering dianggap sebagai tempat berlindung yang aman oleh para pejabat Tiongkok yang korup karena tidak ada perjanjian ekstradisi yang berlaku atau belum berlaku antara Tiongkok dengan negara-negara ini. Ini berarti bahwa, begitu para pejabat ini tiba di salah satu negara ini, mereka tidak mungkin diekstradisi.

Negara-negara ini dapat menolak pemberian visa dan membekukan aset individu (dan anggota keluarga mereka) sesuai daftar yang diserahkan oleh praktisi Falun Gong, secara efektif mencegah pelarian mereka ke tempat yang aman.

28 Negara Mempertimbangkan Undang-Undang Magnitsky

Pada 14 Maret 2019, Parlemen Eropa mengadopsi resolusi yang mendesak pemberian sanksi Uni Eropa untuk menghukum para pelanggar hak asasi manusia baik aparat negara maupun bukan. Terinspirasi oleh Undang-Undang Magnitsky AS, kerangka kerja legislatif miripdengan yang berlaku di Kanada dan beberapa negara Uni Eropa. Resolusi ini menyerukan sanksi untuk ditetapkan di tingkat Uni Eropa "untuk memberlakukan pembekuan aset dan larangan visa pada individu yang terlibat dalam pelanggaran HAM berat."

Dewan Perwakilan Belanda mengeluarkan mosi pada tanggal 21 November 2019, meminta pemerintah Belanda membuat versi sendiri dari Undang-Undang Magnitsky, kecuali jika versi Uni Eropa disahkan pada tanggal 31 Januari 2020. Negara-negara Eropa lainnya juga merencanakan undang-undang serupa untuk mengekang pelanggaran hak asasi manusia melalui penolakan visa dan pembekuan aset. Pejabat dari Kanada dan Inggris telah membahas masalah ini dengan Departemen Luar Negeri AS dalam upaya bersama memberikan sanksi kepada pelanggar hak asasi manusia.

Publikasi Daftar Lebih dari 100.000 Pelaku Kejahatan

Pada November 2019, Minghui.org menerbitkan daftar 105.580 pelaku yang terlibat dalam penganiayaan terhadap Falun Gong. Daftar ini berisi informasi pribadi para pelaku dan kejahatan yang telah dilakukan terhadap praktisi Falun Gong dan dimaksudkan untuk membantu Departemen Luar Negeri A.S. dalam mengidentifikasi pelanggar hak asasi manusia yang telah diketahui. Menurut Minghui, "Tujuan penyusunan daftar ini adalah untuk menghentikan penganiayaan, mempertahankan yang baik, serta menegakkan keadilan."

Seperti yang dijelaskan dalam Laporan 20 Tahun Minghui, penyiksaan secara ekstensif digunakan pada praktisi untuk mencoba memaksa mereka melepaskan keyakinan mereka pada prinsip Falun Gong Sejati-Baik-Sabar.

Menurut laporan tersebut, pemukulan sangat umum. Praktisi dipukul dengan pentungan, cambuk, rotan, dan tongkat plastik atau kayu. Seringkali, beberapa metode penyiksaan digunakan secara bersamaan. Sebagai contoh, seorang praktisi mungkin disetrum dengan tongkat listrik ketika sedang disiksa oleh senjata pelaku.

Selain penganiayaan fisik, pejabat Partai Komunis Tiongkok sering mengirim praktisi yang sepenuhnya sehat ke rumah sakit jiwa, pusat pencucian otak, atau pusat rehabilitasi penyalahgunaan narkoba. Di seluruh Tiongkok, praktisi telah ditahan di fasilitas-fasiltas semacam itu dan disuntik dengan obat-obatan yang merusak saraf. Banyak praktisi ditahan di tempat-tempat ini selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, dan penyalahgunaan obat-obatan psikiatris dalam jangka panjang telah menyebabkan kebutaan, gangguan pendengaran, kelumpuhan, kehilangan ingatan, penyakit mental, dan kegagalan fungsi organ tubuh.