BAB 4
ROH JAHAT KOMUNIS TANPA LETIH MENGHANCURKAN MANUSIA
KATA PENGANTAR
Setelah Revolusi Kebudayaan, partai komunis demi mengatasi krisis eksistensi di pihaknya sendiri, telah mengadopsi apa yang disebut dengan kebijakan “Reformasi Keterbukaan” (kebijakan di era Deng Xiaoping). Dalam semalam, partai komunis dari “dengan perjuangan kelas sebagai misi utama” berubah menjadi “menggunakan pembangunan ekonomi sebagai pusat”, dari “mengencangkan ikat pinggang hingga menjadi segala sesuatu diukur dengan uang”, sepertinya terjadi perubahan besar 180°. Dilihat secara permukaan, partai komunis telah berubah dan melakukan reformasi, tercerai-berainya kubu komunisme internasional semakin membuat banyak orang bernapas lega, menganggap ancaman bahaya komunisme bagi umat manusia telah berlalu. Sungguhkah demikian?
Persoalannya apakah masyarakat Tiongkok menganut kapitalisme atau sosialisme, bagi masyarakat dunia tampaknya sangat penting, tapi bagi roh jahat komunis boleh dibilang sebenarnya tidak terlalu berpengaruh. Buku ini terus menekankan, komunisme bukanlah semacam doktrin, atau semacam sistem sosial, atau suatu percobaan yang telah gagal, melainkan ia adalah sebuah roh jahat yang bertujuan memusnahkan seluruh umat manusia melalui pemusnahan kebudayaan dan perusakan moralitas. Hanya dengan menggenggam erat jalur utama “Tujuan Terakhir dari Komunisme adalah Memusnahkan Umat Manusia” ini, barulah dapat menembus gambaran kerumitan yang beragam, untuk melihat jelas peta jalan, buku perencanaan dan diagram prosesnya (flow chart), bahkan buku petunjuk kerja dari roh jahat dalam memusnahkan umat manusia.
Pembunuhan dialihkan ke bawah tanah, pemusnahan manusia tak berhenti sekejap pun. Partai komunis ada kalanya membiarkan manusia mati, ada kalanya membiarkannya hidup; ada kalanya membuat orang miskin dan kelaparan, ada kalanya membuat orang gemuk penuh lemak; tiba-tiba melarang orang mengumbar nafsu, tiba-tiba membuat orang berpesta gila-gilaan; pada suatu waktu menghancurkan kebudayaan, di lain waktu “memulihkan tradisi”; pada suatu periode menganut sosialisme, di lain periode menganut kapitalisme. Dengan meneliti karakter hakikatnya, bahwa memusnahkan kebudayaan tradisional yang sesungguhnya, merusak moralitas manusia, mendorong orang menjadi anti-Tuhan dan berubah menjadi tidak humanis, inilah hakikat partai komunis yang tidak pernah berubah setelah ribuan perubahan.
Roh jahat komunis terbentuk dari “kebencian”, demi memusnahkan manusia, ia telah menggiring orang yang telah ditipunya untuk berperilaku anti-Tuhan, anti-tradisi, anti-kebudayaan dan mencaci-maki leluhur.
Partai komunis selain “membunuh di sepanjang jalan”, juga memiliki satu jurus “tipuan”. “Membunuh” dan “menipu” ini berpadanan dengan “satu tangan keras” dan “satu tangan lunak” yang sering didengungkan oleh partai komunis. Pada hakikatnya, “membunuh” dan “menipu” berasal dari dualisme inti paham komunis yaitu: “Pandangan ateis yang penuh dendam terhadap Tuhan dan filosofi pertarungan”. “Membunuh” dan “menipu” saling mengisi dan saling melengkapi, di dalam “membunuh” ada “menipu”, di dalam “menipu” ada “membunuh”.
Berbicara tentang “menipu”, yang diimplementasikan oleh partai komunis adalah segala “tipu daya” dari mikro hingga makro. Dari idealisme di lubuk hati manusia, hingga standar untuk membedakan salah benar baik jahat, terus berlanjut hingga ke permukaan yakni batas minimum sebagai manusia, semua aspek berisi penipuan. Menipu uang, menipu untuk memperoleh seks, rokok palsu, arak palsu, beras beracun dan susu beracun semuanya adalah mainan anak kecil, semua ini adalah konsekuensi yang tak terhindarkan setelah partai komunis merusak moralitas. Mengapa partai komunis bisa menipu manusia? Apakah orang mudah terkena tipuan hanya karena demi memperoleh pekerjaan, naik jabatan, memperoleh kekayaan dan menikahi istri kedua? Tentu ada banyak sekali orang seperti ini, khususnya bagi orang yang menganggap uang dan seks itu sendiri telah menjadi dogma di zaman sekarang. Namun, bukankah pada awalnya juga ada sejumlah anak muda dari keluarga berada yang “meninggalkan keluarga dan pekerjaan” lalu ikut bergabung dengan partai komunis untuk melancarkan revolusi?
Semua orang memiliki satu sisi yang bersifat kebuddhaan. Hal yang melampaui idealisme dan tujuan hidup manusia biasa – seperti pantai seberang dalam ajaran Buddha atau kembali ke sejati asal menurut aliran Tao – kandungan makna bersifat kebuddhaan semacam ini telah dihembuskan ke dalam jiwa manusia di saat Tuhan menciptakan manusia, pencarian itu sendiri sejak lahir telah ada dalam jiwa setiap manusia. Partai komunis lalu memanfaatkan harapan indah manusia untuk menipu manusia, dengan menggunakan perasaan sentimental terhadap nasib negara dan masa depan bangsa untuk menyesatkan orang, menggunakan konsep membebaskan seluruh umat manusia bahkan komunitas umat manusia sejenis untuk memikat pemimpin partai dan orang-orang di sekitarnya, karena selain Jiang Zemin selaku makhluk jahat sejati yang langka, semua pemimpin partai juga adalah manusia yang juga tidak dapat melihat jelas roh jahat komunis, juga adalah korban sekaligus pelaksana bagi komunisme. Roh jahat pun serta merta memanfaatkan ambisi mereka, dan barangkali juga konsepsi mereka yang demi rakyat, dengan melakukan tipuan besar, yang tertipu dan hilang adalah sifat kebuddhaan dan idealisme dalam jiwa manusia, menyandera sifat kebuddhaan manusia yang melampaui tubuh materi manusia itu sendiri yang sudah eksis sejak sediakala, ibarat mengganti jalur rel kereta api, jalan kembali ke langit yang didambakan jiwa manusia telah ditipu dan ditukar menjadi “surga dunia” yang merupakan jalan terowongan neraka partai komunis. Pencapaian di bawah bendera dan advokasi partai komunis, sebenarnya merupakan hasil kerja dari roh jahat, tidak dapat bebas dari pengaturan roh jahat, tidak dapat menghindar dari tujuan terakhir roh jahat.
Roh jahat komunis mengetahui bahwa, manusia selalu ada satu sisi yang mengerti, ada saatnya muncul kesadarannya, bila ingin membungkus maha kebohongan ini, maka harus menggunakan cara paksa untuk mempertahankannya, menggunakan kebohongan yang lebih besar untuk menutupi kebohongan ini, “membunuh di sepanjang jalan” dan “menipu di sepanjang jalan” pun menjadi hal yang tidak terelakkan.
Demi memusnahkan manusia, ia mengacaukan masyarakat, membingungkan hati manusia, itu sebabnya partai komunis juga menggenggam sebuah kata mantra yaitu “tarung” (斗: dou, dibaca tou). Memprovokasi kaum lumpen-proletariat [1] untuk bertarung dengan tuan tanah adalah bertarung, memprovokasi “Lima Kategori Merah” [2] bertarung dengan “Lima Kategori Hitam” [3] juga sama adalah bertarung. Demi bertarung, maka harus membagi manusia menjadi rakyat dan musuh rakyat, sahabat dan kelompok pembangkang. PKT menggunakan kediktatoran sebagai pendukungnya, memuji orang jahat hingga ke langit tingkat sembilan, menginjak orang baik hingga ke bawah bumi tingkat sembilan, hasil akhir dari pertarungan dipastikan adalah orang jahat memegang kekuasaan dan orang baik mendapat penganiayaan.
Satu jurus paling beracun yang dimiliki roh jahat komunis untuk memusnahkan manusia adalah kejahatan – yakni kejahatan yang mengubah hati manusia menjadi sesat.
Partai komunis senantiasa membentuk manusia berdasarkan kebutuhan roh jahat komunis sejak proses lahir, tumbuh dewasa, hingga meninggal dunia, memutarbalikkan standar benar salah, baik jahat, “yang baik dikatakan sebagai buruk, yang buruk dikatakan sebagai baik”, menyuruh orang meninggalkan tradisi kuno, perilaku hidup semakin rendah semakin sesuai dengan kehendak roh jahat, yang tanpa letih menghancurkan manusia.
Setelah “idealisme” komunisme seluruh rakyat itu buyar, PKT menggunakan materialisme untuk mendorong dan menghasut seluruh rakyat mengejar kekayaan dan kenikmatan panca indera. Roh jahat tanpa batas memanjakan nafsu keinginan manusia, memanfaatkan segala fenomena bobrok di masyarakat sebagai senjata tajam untuk mengendalikan kekuasaan dan pada akhirnya memusnahkan manusia. Kemerosotan moralitas yang terjadi di masyarakat Tiongkok sekarang ini, adalah hasil dari perusakan oleh roh jahat selama beberapa dekade yang bagaikan hanya sehari. “Menutup rapat jalan ke surga, membuka lebar pintu neraka”, dengan demikian PKT telah membawa seluruh masyarakat ke ambang kemusnahan.
I. PARTAI KOMUNIS MEMIMPIN AKSI ANTI-TUHAN DAN MENCACI LELUHUR
Komunisme telah mempersolek iblis menjadi Tuhan, pada saat yang sama memfitnah Tuhan sebagai imajinasi yang fiktif. Ia tahu, asalkan manusia tidak percaya pada Tuhan dan menyangkal Tuhan, maka hati manusia baru dapat memberikan ruang kepada iblis.
1. PARTAI KOMUNIS MEMIMPIN AKSI ANTI-TUHAN
Pada bab 2 buku ini telah dijelaskan Karl Marx percaya pada ajaran sesat dan pikirannya berubah menjadi jahat. Lenin juga adalah pengikut ajaran sesat, dia anti-Tuhan, memuja kemusnahan. Pada usia 16 tahun, ia pernah membetot salib dari lehernya, meludahinya, lalu menginjaknya di bawah kaki. Dia pernah berkata: “Segala konsep tentang agama, segala kepercayaan terhadap Tuhan, …segala pemikiran terkait dengan Tuhan, sepenuhnya hanya memancing kekesalan orang, sungguh memuakkan.”
Stalin menjalankan mesin negara, memanfaatkan kekuasaan negara untuk mempromosikan ateisme dan menindas agama kepercayaan lain, mendorong ideologi ateisme ke arah negara caesaropapism [4] yang ateis. Stalin mengumumkan: “Siapa pun yang memanfaatkan prasangka religius pada masyarakat untuk merongrong stabilitas negara, akan dihukum dengan pidana penjara paling sedikit tiga tahun sampai hukuman mati.” Pemimpin penting internal Partai Komunis Uni Soviet, Nikolai Ivanovich Bukharin [5], pernah mendeskripsikan Stalin sebagai berikut: “Dia bukanlah manusia, melainkan iblis.”
Lagu partai komunis “The Internasionale” menyanyikan: “tak ada Juru Selamat, tidak pula mengandalkan Dewa ataupun kaisar”. Ini hampir menjadi syair deklarasi anti-Tuhan yang tiada hentinya didengungkan pada pertemuan-pertemuan partai komunis.
2. PARTAI KOMUNIS MEMIMPIN AKSI MENCACI LELUHUR, MEMFITNAH KEBUDAYAAN TRADISIONAL
Di dalam kitab “Shi Jing” (Book of Songs) - Da Ya - Wen Wang (Raja Wen dari Dinasti Zhou), tertulis: “Ingat dan syukuri kebaikan leluhurmu, kultivasikan perilaku warisi moral leluhur. Selamanya taati kehendak Langit, agar dapat memperoleh berkah jangka panjang.”
Leluhur adalah asal muasal kehidupan seorang manusia, menghormati leluhur merupakan tuntutan mendasar sebagai seorang manusia. Akan tetapi “menghormati leluhur” dan “ajaran xiao (berbakti)” dalam kebudayaan tradisional Tiongkok yang dianggap sangat tinggi dan penting, sebenarnya terdapat sumber yang lebih mendalam dan penyebab yang lebih penting. Tiongkok sebagai negara pusat pilihan Tuhan, telah mendapat perlakuan sangat istimewa dari Tuhan. Kebudayaan tradisional bangsa Tionghoa yang luas mendalam, tanpa kecuali semuanya berasal dari warisan Tuhan. Di massa lampau ketika Dewa dan manusia eksis bersamaan, leluhur bangsa Tionghoa telah menyaksikan sendiri karunia mendalam dari Tuhan, dengan hati penuh rasa syukur terhadap Tuhan dan kesetiaan terhadap misi yang dipercayakan dari Tuhan, mereka dengan tulus menjaga karunia dan hadiah yang diberikan Tuhan kepada manusia, diwariskan generasi demi generasi tanpa terlalaikan.
Berbagai negara di dunia sangat menghormati para leluhur dan raja pemimpin mereka yang agung. Kaisar agung Roma Julius Caesar, Raja Matahari Louis XIV dari Prancis, Friedrich yang Agung dari Prusia, dicintai oleh rakyatnya dan dikagumi oleh generasi selanjutnya. Di atas Gunung Rushmore, South Dakota Amerika Serikat, ukiran relief wajah empat presiden AS yang agung kokoh terpahat pada tebing gunung, dan setiap tahun dikagumi, dihormati oleh ribuan orang.
Hanya dari sudut pandang akal sehat, mencaci leluhur orang lain adalah penghinaan sangat besar terhadap kepribadian mereka, “mengganggu guru, memusnahkan leluhur” dipandang sebagai tindakan durhaka. Partai komunis yang berniat memutus hubungan antara manusia dengan Tuhan dan leluhur, lantas memimpin tindakan mengutuk leluhur bangsa Tionghoa, untuk memfitnah dan mencampakkan kebudayaan tradisional Tionghoa. Di mata PKT dan para sarjananya yang tak kenal malu, para kaisar, jenderal maupun pejabat tinggi, para tokoh pria berbakat dan wanita anggun dalam cerita Tiongkok kuno “tak ada satu pun yang baik”. Penghinaan sedemikian terhadap leluhur bangsa sendiri, di dalam sejarah dunia adalah satu-satunya. Orang Tiongkok telah digiring oleh partai jahat komunis menuju anti-Tuhan dan memusnahkan leluhur dan memusnahkan kebudayaan, melangkah di atas sebuah jalan yang sangat berbahaya dan tidak dapat kembali lagi.
Sebelum merebut kekuasaan, PKT memanfaatkan budayawan mutan yang memandang kebudayaan Tiongkok dengan sikap nihilisme dalam memfitnah kebudayaan Tiongkok. Orang-orang ini belum tentu mengibarkan panji PKT, namun telah menimbulkan dampak yang diinginkan oleh PKT namun belum bisa ditimbulkannya pada saat itu. Suara sumbang semacam ini yang tampaknya bukan berasal dari partai komunis justru lebih menyesatkan orang. Sebuah contoh tipikalnya adalah Lu Xun [6].
Mao Zedong mengatakan bahwa Lu Xun “inilah pelopor paling agung dan paling berani dari Pasukan Baru Kebudayaan. Lu Xun adalah jenderal utama dari Revolusi Kebudayaan Tiongkok.”; “Arah yang dituju Lu Xun merupakan arah yang dituju oleh kebudayaan baru bangsa Tionghoa.”
Dikarenakan pujian besar-besaran oleh PKT, serta dalam jangka panjang menjadikan artikel Lu Xun sebagai isi utama dalam buku pelajaran sekolah menengah, peran Lu Xun dalam “mengkritik kebudayaan tradisional” menjadi sangat luas, berpengaruh sangat besar serta berdampak menghancurkan kebudayaan tradisional, bahkan anggota partai otentik pun tidak ada yang bisa menyamainya. Hingga hari ini, berbagai macam opini Lu Xun yang tidak bertanggung jawab, aneh dan jahat, masih berdampak negatif yang sangat besar bagi kaum intelektual Tiongkok.
Deraan hidup Lu Xun yang keras, kebenciannya yang meluap dan menyebut dirinya sendiri “tidak akan pernah takut menggunakan niat jahat yang paling buruk untuk menebak orang Tionghoa”. Roh jahat komunis mengarahkan kebencian “berandalan besar kebudayaan” ini terhadap kebudayaan tradisional bangsa Tionghoa.
Sikap Lu Xun terhadap kebudayaan tradisional dan sejarah Tiongkok seluruhnya negatif. Di dalam novel pertamanya A Madman’s Diary (Catatan Harian Orang Gila), dia meminjam mulut tokoh dalam buku mengklaim bahwa: di dalam sejarah Tiongkok hanya tertulis dua kata: “memakan orang”.
3. ORANG YANG TELAH DICUCI OTAK MENYERANG KEBUDAYAAN TRADISIONAL
Setelah PKT merebut kekuasaan, melalui berkali-kali gerakan politik, misalnya: “Hancurkan Empat Kuno” dan “Memukul - Merusak – Merampok”, seluruh pencapaian peradaban umat manusia dilenyapkan sekaligus dengan berdalih “Feodalisme-Kapitalisme-Revisionisme”. Banyak orang suci dan pahlawan yang dimuliakan dalam sejarah bangsa Tionghoa selama lima ribu tahun telah dihujat oleh PKT dengan menggunakan metode “analisa kelas”, dan mencapai puncaknya pada saat Revolusi Kebudayaan.
Pembantaian kaum elit telah menciptakan patahan besar kebudayaan. Pengetahuan beberapa generasi tentang kebudayaan tradisional sangat minim sebagai akibat doktrin ateisme dan budaya partai oleh PKT. Setelah tahun 1980-an, PKT mengubah taktiknya, yang tadinya menghancurkan dengan kekerasan beralih menjadi memfitnah secara terselubung, jurusnya disamarkan, sehingga sulit dikenali dan dicegah. PKT dan para sarjananya telah mendistorsi masyarakat zaman dulu menjadi serba kerdil, buruk dan kasar, digunakan sebagai lawan dari propaganda diri PKT yang “agung, cemerlang, lurus”, atau sebagai “referensi sejarah” dari munculnya fenomena memuakkan di hari ini.
Menurut “intepretasi” dari PKT, karya Tiongkok klasik berjudul Kisah Tiga Negara [7] dianggap sebagai “loyalitas dungu”, lalu Kisah Perjalanan ke Barat [8] dianggap sebagai “takhayul feodal”, dalam novel kuno Batas Air [9] dan Impian Paviliun Merah [10] yang dibahas adalah “pertarungan kelas”, sedangkan manifestasi etika yang mendalam seperti moral, budaya kultivasi, teori takdir langit, konsepsi reinkarnasi, sebaliknya malah tidak dibahas dan dihindari. PKT tanpa kenal lelah membuat masyarakat memusatkan perhatian pada hal tertentu yang disebutnya “rongsokan” kebudayaan zaman dulu, dan menyamakan kebudayaan tradisional dengan kasim kerajaan, tradisi mengikat kaki [11], poligami dan intrik istana.
Kaum terpelajar yang telah didoktrin langsung mencaci kaisar dan leluhur, “despotisme” dan “masyarakat feodal” pun langsung menghapus kebudayaan tradisional. Berangkat dari sisi gelap lubuk hati mereka sendiri, dalam perjalanan sejarah sangat panjang telah dipilih beberapa contoh pemimpin tak becus, pemberontakan, malpraktik hukum, dijadikan catatan kaki dalam pandangan sejarah kelas partai komunis.
Dalam sifat manusia eksis berbarengan kebajikan dan kejahatan, dalam kebudayaan zaman dulu tak terhindarkan ada pula barang rongsokan, tapi hal itu selamanya tak pernah menjadi arus utama pada kebudayaan Tiongkok, juga tidak membentuk fenomena kebudayaan yang umum, tetapi PKT dengan sengaja menyebut beberapa detail kecil dalam masyarakat zaman dulu sebagai bagian utama dari kebudayaan tradisional lalu menyerangnya.
Dalam refleksi kebudayaan abad ke-20, ada orang yang menganggap penyebab “sifat dasar rendahan” orang Tiongkok bersumber dari kebudayaan tradisional Tiongkok, pemahaman ini sendiri sudah termakan jebakan roh jahat, sesungguhnya PKT-lah dalang utama yang mengakibatkan dan memperbesar kekurangan ini! Rakyat Tiongkok sama sekali tidak cacat secara bawaan, juga tidak penuh dengan “sifat dasar rendahan”; justru sebaliknya, di dalam sejarah Tiongkok, keturunan Dewa itu telah menciptakan peradaban yang megah, Tiongkok adalah negeri beretika dan adil yang dikagumi dunia. Cacat dalam perilaku orang Tiongkok modern adalah akibat telah dicampakkannya kebudayaan warisan Dewa, setelah merebut kekuasaan, PKT berniat memperkuat kekurangan-kekurangan tersebut, secara tanpa batas memperkuat sifat keiblisan manusia, sehingga semakin membuat moralitas orang Tiongkok merosot dengan cepatnya.
Setelah partai komunis menimbulkan bencana yang tak pernah ada sebelumnya terhadap kebudayaan Tiongkok, kembali ke tradisi adalah satu-satunya jalan untuk membangkitkan dan membangun kembali masyarakat bangsa Tionghoa. Kutukan jahat PKT secara terus-menerus selama beberapa dekade terhadap leluhur dan tradisi, membuat beberapa generasi berikutnya sama sekali tidak tahu menahu dan penuh kebencian terhadap tradisi, maka jalan harapan ini pun telah ditutup rapat.
II. CUCI OTAK PAKSA, MEMUTAR BALIK BAIK DAN JAHAT
Partai komunis menyebut cuci otak sebagai “transformasi ideologi”. Transformasi ideologi semacam ini harus disertai dengan cara pemaksaan, agar manusia tidak mampu berinisiatif melarikan diri; pada saat yang sama juga menggunakan berbagai macam penyiksaan mental yang brutal, memaksa orang untuk menyerah. Bagi rezim PKT, berbagai metode cuci otak adalah agar manusia setuju menerima sistem nilai dan ideologi komunisme dengan ateisme dan filosofi pertarungan sebagai intisarinya, yang disebut sebagai “pandangan dunia kaum proletar”, padahal esensinya adalah tindakan roh jahat mendorong setiap kehidupan individual mengalami keruntuhan jiwa, secara sistematis merusak konsep nilai tradisional bawaan dari orang Tiongkok.
1. MEMALSUKAN “REVOLUSI” SEBAGAI “MANDAT LANGIT”
Secara tradisional orang Tiongkok menggunakan “mandat Langit (takdir)” untuk mengukur legitimasi dari sebuah kekuasaan. Ketika seorang raja kehilangan moral, jauh menyimpang dari menyembah Langit dan menghormati leluhur, menyimpang dari memimpin kerajaan dengan akhlak, dengan kebijakan yang penuh kasih serta mencintai rakyat, maka mandat Langit akan berubah, dan akan terjadi pergantian dinasti.
Diukur dengan pemikiran “mandat Langit”, partai komunis justru menentang Langit: selain tidak menyembah Langit dan menghormati leluhur, juga tidak menjalankan pemerintahan dengan kebaikan, kekuasaan politiknya tidak sah. PKT hendak merebut kekuasaan, hendak memamerkan legitimasi perebutan kekuasaannya, harus menghapus pemikiran tradisional dari dalam lubuk hati manusia, menanamkan ateisme dan filosofi pertarungan, untuk menjadikan lima tahap perkembangan masyarakat dari Karl Marx yang kelihatannya benar tapi salah itu sebagai kebenaran sejati, dan menjerat paksa sejarah Tiongkok ke dalamnya. Berdasarkan hal itu PKT mengklaim bahwa, membawa Tiongkok memasuki “komunisme” dengan melalui perjuangan kelas merupakan perkembangan sejarah yang tidak terelakkan, untuk memamerkan legitimasi dari perebutan kekuasaannya sendiri; pada saat yang sama, meningkatkan “komunisme” menjadi hal “sakral” bagi umat manusia, memamerkan diri sebagai “pilihan mutlak” dalam perkembangan sejarah. Esensinya adalah agar menggantikan pemikiran tradisional mengenai “mandat Langit”.
2. PARTAI MENDEFINISIKAN MORALITAS, DENGAN KEJAHATAN SEBAGAI “KEBAIKAN”
Moralitas berasal dari Tuhan. Tuhan tidak akan berubah selamanya, standar moralitas juga tidak akan berubah selamanya. Standar moralitas selamanya tidak layak ditetapkan oleh manusia, juga tidak akan berubah seiring kekuasaan manusia. Ketika PKT menetapkan moralitas, berarti sedang merebut singgasana Tuhan; karena PKT menetapkan moralitas, maka PKT boleh menyebut segala perbuatan buruk yang mereka lakukan sebagai “moral”, barulah berani mengklaim dirinya sendiri “selamanya benar”. Dan standar moralitas yang ditetapkan PKT, dapat berubah setiap saat sesuai dengan kebutuhannya.
Orang Tiongkok tradisional tidak peduli memiliki atau tidak memiliki kepercayaan agama yang jelas, semuanya menganggap nurani dari hukum Langit sebagai nilai-nilai universal. Transformasi ideologi PKT pertama-tama yang harus dimusnahkan adalah hati nurani dan hukum Langit, karena “pandangan dunia kaum proletar” tidak mengakui adanya nilai-nilai universal, tidak mengakui adanya moralitas yang melampaui kelas. Partai komunis dalam menentukan moralitas seseorang, adalah dengan posisi kelas. Orang Tiongkok tradisional menganggap pejabat yang miskin adalah pejabat baik. Menurut pandangan dunia dari partai komunis, pejabat dari “kelas reaksioner”, semakin jujur semakin melindungi “pemerintahan reaksioner”, semakin membantu “kelas reaksioner” dalam membuat “kaum buruh” mati rasa, yang sebaliknya lebih jahat lagi. Contoh lain, orang Tiongkok menganggap “nyawa di tangan Tuhan”, ketika menemukan nyawa manusia dalam bahaya, membantu tanpa ragu merupakan perbuatan benar. Sedangkan partai komunis menganggap, di balik “humanisme” harus ditambah sebuah atribut “dari revolusi”, hanya dapat memperlakukan “kamerad” seperti demikian, semakin kejam terhadap “kelas reaksioner” semakin membuktikan kejelasan pendirian kelas orang tersebut.
Dengan demikian, asalkan memasang papan nama “revolusi”, “progresif” dan “sosialisme”, tak peduli betapa pun jahatnya, tak peduli betapa bertentangan dengan hati nurani manusia, semuanya telah “sesuai” dengan arus sejarah dan mutlak benar; pokoknya semua tindakan dan pemikiran yang ditempel label “feodal”, “kelas borjuis” dan “menyerang kaum proletar” dan lain-lain, tak peduli betapa mulianya pemikiran tradisional itu, maka otomatis dianggap salah dan dianggap “reaksioner”. Dengan demikian telah sepenuhnya memutar-balikkan standar baik dan jahat. Dalam masa periode sejarah yang berbeda, sebutan dari label-label ini juga tidak sama, semisal ada kalanya disebut “menyerang pemimpin partai”, “rezim yang menumbangkan negara”, “mempromosikan takhayul”, “anti-ilmu pengetahuan” dan “memecah belah negeri leluhur”, hanya perlu mengklaim “partai” adalah usaha “sakral” pilihan sejarah, maka segala tantangan menjadi pihak yang harus dikritik dan ditumbangkan. Nilai-nilai pendefinisian semacam inilah yang menjadi inti dari yang disebut “pandangan dunia kaum proletar”.
Pandangan dunia semacam ini tentu tidak akan diterima begitu saja oleh orang Tiongkok. Lenin juga beranggapan, bahkan kaum proletar sendiri pun tak akan sanggup secara spontan menghasilkan pandangan dunia kaum proletar dari Marxisme, itu sebabnya tidak saja harus “mencekoki” kaum proletar, terlebih harus menjalankan transformasi pemikiran terhadap kaum borjuis dan kelas tuan tanah.
PKT telah melancarkan gerakan politik yang tidak terhitung, baik untuk membunuh orang demi menegakkan kewibawaan serta merusak kepercayaan dan kebudayaan, ataupun demi pertarungan kekuasaan dan menyingkirkan pembangkang, namun semuanya tanpa kecuali bertindak jahat dengan mengatas-namakan “revolusi”, dan menggunakan “pandangan dunia kaum proletar” untuk mengukur target serangan ataupun target pendekatan.
Konsekuensi paling utama dari sejumlah gerakan ini, selain untuk membantai kehidupan, tepatnya adalah secara paksa melepas nilai-nilai tradisional yang sudah ada dalam hati manusia, dan membangun kembali seperangkat sistem nilai yang anti-moralitas di bawah kerangka komunisme. Karena kenyataan kejam yang ditimbulkan oleh PKT membuat orang mengenali, bahwa nilai-nilai tradisional sama sekali tidak cocok dengan kenyataan, jika tidak dilepas maka kemana-mana akan membentur tembok, mudah sekali tertimpa malapetaka terbunuh. Walaupun bukan merupakan pihak yang menjadi sasaran serangan dan kritikan secara langsung, orang-orang juga berhati-hati mengubur dalam-dalam konsep moralitas tradisional, tidak berani memikirkan dan tidak berani bersentuhan, dikhawatirkan jika tidak berhati-hati akan terungkap dalam perkataan dan perbuatan. Konsep moralitas dan “nurani dari hukum Langit” adalah digunakan untuk membimbing perilaku, adalah kriteria untuk mengukur perilaku yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia, sistem nilai yang tersembunyi mendalam di belakang otak ini sudah kehilangan fungsinya, meskipun belum sepenuhnya lenyap, kenyataannya sama seperti mati suri. Fakta ini juga telah mencapai tujuan dari roh jahat untuk memusnahkan manusia.
3. GERAKAN REFORMASI IDEOLOGI YANG MEMBUNUH TANPA KELIHATAN BERCAK DARAH
Di era 1950an, PKT telah melancarkan serangkaian gerakan yang disebut dengan “Reformasi Ideologi”: seperti gerakan mengkritik “Kisah Hidup Wu Xun”, Reformasi Ideologi mengkritik Liang Shuming [12], mengkritik Yu Pingbo (sastrawan modern), Hu Shih [13], “anti-Hu Feng (penulis Tiongkok)”, “anti-kanan” dan lainnya.
Sebelumnya itu terdapat Gerakan Perbaikan Yan’an, serta Revolusi Kebudayaan sesudahnya juga merupakan Reformasi Ideologi berskala besar, Gerakan Perbaikan Yan’an dan Revolusi Kebudayaan juga disertai dengan pembantaian tubuh fisik. Di era 1950an yang berbarengan dengan gerakan ideologi ini juga ada gerakan “Reformasi Lahan” yang berdarah, “Tiga-Anti”, “Lima-Anti”, “Menindas Kontrarevolusioner” dan lain-lain, bagi yang dipandang sikapnya tidak jujur ataupun menentang reformasi, konsekuensinya juga sulit dibayangkan.
Reformasi Ideologi PKT pasti diikuti dengan kekerasan dan pemaksaan, menggunakan kekerasan adalah demi menciptakan ketakutan psikologis, cara-cara paksaan adalah untuk mencegah korban kabur dari lingkungan “reformasi”. Ketika kita menilik kembali pada proses di mana para jiwa yang dulunya merdeka tak goyah itu berjuang meronta hingga pada akhirnya tunduk atau pun terlindas mati di dalam setiap gerakan, ada satu hal yang dapat dipastikan, walaupun mereka tidak mengalami langsung tindak kekerasan pada tubuh fisik, namun di dalam proses ini kerusakan mental yang diterima juga sama sekali tidak kalah dari pukulan dan tendangan.
Orang yang pernah mengalami sendiri “Revolusi Universitas” yang digunakan oleh PKT untuk mencuci-otak, menyimpulkan: “Reformasi Ideologi PKT menunjukkan pertarungan penuh kekerasan atau perubahan kimiawi”. “Di dalam kelompok kami ada seorang teman berkata: ‘Metode menggali akar pemikiran semacam ini persis seperti menggunakan kait besi untuk mengait lubang ular, mengait hingga tubuh berlumuran darah tercabik-cabik’.”
Menurut catatan dari penulis Shen Congwen [14], “Semua pelajar dipaksa berpikir keras hingga menderita imsonia, bahkan banyak sekali yang menangis karena penderitaan pahit.” Ahli matematika Hua Luogeng saat rapat penghakiman publik meski memiliki mulut namun sulit membela diri, lalu memilih bunuh diri, untungnya dapat cepat ditemukan, sehingga nyawanya terselamatkan.
4. PETAKA KEMANUSIAAN, SELURUH RAKYAT DALAM BENCANA
Selama periode Revolusi Kebudayaan, pembantaian brutal yang sadis telah menyebabkan jutaan mayat bergelimpangan di tengah masa damai, darah mengalir hingga ribuan kilometer, jiwa yang terbantai secara tidak langsung akibat Revolusi Kebudayaan lebih banyak lagi. Bencana ini, bahkan melebihi pembantaian besar-besaran yang dilakukan Stalin.
Karakteristik dari Revolusi Kebudayaan adalah seluruh rakyat ikut ambil bagian, setiap orang ikut mengkritik atau dikritik.
Dalam pembantaian bekas Uni Soviet, Stalin membunuh dan mengirim orang ke kamp konsentrasi Gulag untuk dipekerjakan paksa hingga tewas mengenaskan, dan tidak terobsesi dengan perusakan ideologi; sementara selama Revolusi Kebudayaan, kejamnya metode pembunuhan PKT sama sekali tidak kalah dibandingkan dengan Stalin, skala korbannya justru lebih ekstrem: “Meskipun setiap kali yang diseret dan dikritik hanya sebagian orang, namun yang sungguh-sungguh terluka adalah rakyat secara keseluruhan. Yang ikut serta dalam penghakiman massal dan penganiayaan, sama sekali bukan polisi rahasia dan algojo, melainkan adalah kolega, teman sekolah, adik kelas, anak didik, teman, para tetangga, yang tidak ikut serta berarti malah “bersimpati dengan musuh kelas”, bisa-bisa digolongkan dalam pendirian tidak stabil dan dengan segera menghadapi nasib yang sama. Berbagai macam hinaan, siksaan dan pembantaian sama sekali bukan terjadi di kamp konsentrasi Gulag yang terisolasi dari masyarakat, tragedi tersebut kapan saja dapat terjadi di ruang hidup yang dikenal baik sehari-harinya: di kampus, di dalam kelas, di pabrik, di komite tetangga, dalam “kandang sapi” (tempat tahanan kaum intelektual) buatan sendiri di berbagai unit kerja… saling mengungkap dan saling mengkritik sudah menjadi hal yang wajar di antara teman kerja, antar-tetangga, teman sekelas, guru dan murid, diantara kerabat, bahkan antara kakak dan adik, suami dengan istri, ayah dan anak. Setiap orang saling berebut memperjuangkan performa politik yang aktif, jika tidak maka akan ada kecurigaan tentang pendirian yang tidak jelas. Semakin habis-habisan dalam menyerang orang paling dekat, semakin mengindikasikan “pendirian yang kokoh”.
Pada Desember 1966, sekretaris Mao Zedong, Hu Qiaomu diseret hingga ke Institut Besi dan Baja Beijing [15] dan mengalami pengkritikan publik. Pada saat itu, putri Hu Qiaomu naik ke panggung memberikan pidato yang mengkritik ayahnya, dan meneriakkan, “Hancurkan kepala anjing Hu Qiaomu!” Meskipun putri Hu Qiaomu sama sekali tidak bersungguh hati menghancurkan “kepala anjing” sang ayah, namun ada seorang murid sekolah menengah yang sungguh telah menghancurkan kepala ayahnya sendiri. Pada saat itu di sekitar distrik Dongsi ada suatu keluarga “kapitalis”, “Garda Merah” telah memukuli suami istri tua itu sampai setengah mati, lalu memaksa putranya ikut memukul, putranya yang masih duduk di sekolah menengah dengan menggunakan dumbel telah menghancurkan kepala ayahnya, ia sendiri langsung menjadi gila (menurut buku “Keluarga Saya: Kakak Saya Yu Luoke”).
Gerakan yang diikuti seluruh warga semacam ini dan setiap orang saling mengkritik, telah menyapu bersih sistem nilai masyarakat Tiongkok tradisional yang menggunakan etika moral keluarga sebagai pondasi dari lubuk hati orang Tiongkok, menyebabkan nilai-nilai masyarakat tradisional sepenuhnya hancur lebur.
Mengungkap dan mengkritik semacam ini telah membentuk semacam fenomena kebudayaan yang sudah biasa terjadi di masyarakat. Orang berlomba-lomba menunjukkan kesetiaannya kepada PKT melalui berbagai macam cara ekstrem. Jika orang semakin sepakat dengan PKT dalam persoalan yang berlawanan dengan moralitas dalam tatanan hidup manusia, dan malah menganggapnya sebagai “moralitas”, maka artinya masyarakat semakin berada di dalam arus. Karenanya, ini bukan saja telah menyimpang dari nilai-nilai kebudayaan tradisional, juga telah membentuk medan “kebudayaan partai” di dalam masyarakat.
Jika di tengah gerakan politik menindas tuan tanah, golongan kanan dan “kontra-revolusioner” atau pun penganiayaan Falun Gong yang terjadi hari ini, orang-orang dapat melewati batas minimum moralitas dan mengingkari hati dan pendirian, “mengungkap dan mengkritik” orang asing yang sama sekali tidak dikenal, bahkan dapat “mengungkap dan mengkritik” kerabat dan teman; jika masyarakat hari ini dapat menggunakan “tidak ikut serta dalam politik” sebagai alasan dan dengan “merasa tenang dan tanpa beban” mencibir perusakan dan penyiksaan hingga mati terhadap sesama bangsa, maka dengan mental perlindungan pribadi yang sama, orang juga dapat “sesuai kewajaran” mengelilingi dan menonton tindak kejahatan dari orang jahat tanpa terusik; orang-orang di dalam persaingan dagang juga dapat saling menipu, menjilat orang berpengaruh, mencari koneksi, bahkan demi “bisa kaya lebih dulu” lalu “menggorok kerabat”, memproduksi dan menyalurkan berbagai macam produk palsu, bahkan termasuk arak beracun, beras beracun, susu beracun…
III. “MEMULIHKAN TRADISI”, MENCUCI OTAK SECARA HALUS
Tak lama setelah PKT merebut kekuasaan, kebudayaan yang diwarisi Tiongkok selama ribuan tahun, telah mengalami perusakan yang bersifat memusnahkan. Hampir semua hal adalah relatif, PKT pada hari ini juga sedang menyerukan pemulihan kebudayaan tradisional. Jika diteliti penyebabnya, tidak lebih adalah beberapa hal berikut ini.
Yang pertama adalah kebangkrutan ideologi Marxisme yang tidak lagi memiliki nilai-nilai membanggakan di dunia internasional. Presiden Amerika mengunjungi Tiongkok, dengan senang hati memilih sebuah universitas Tiongkok yang terkenal untuk berpidato, berbagi nilai-nilai universal Amerika dengan anak muda Tiongkok. Sebaliknya, begitu pemimpin PKT memasuki Amerika, ia langsung menjadi pemimpin partai bawah tanah, selamanya tidak pernah berani di depan mahasiswa Amerika mempromosikan “komunisme”, “agama adalah candu”, “ateisme” dan lain-lain yang disebut sebagai “kebudayaan maju”. Yang kedua adalah demi kebutuhan melindungi kekuasaan politik. Manusia beberapa generasi yang tumbuh dengan meminum susu serigala pertarungan kelas bagi partai itu sendiri telah menjadi ancaman, oleh karena itu PKT berharap dapat mencari kutipan secara lepas konteks seperti “harmoni itu paling mahal” [16] dari dalam kebudayaan tradisional untuk mengurai krisis. Yang ketiga adalah kebudayaan tradisional telah mengendap di dalam sumsum orang Tiongkok, memang ada kebutuhan menemukan kembali akar kebudayaan di kalangan rakyat.
Justru karena faktor-faktor inilah, PKT mau tidak mau harus cepat menemukan nutrisi untuk bertahan hidup di dalam kebudayaan tradisional yang hendak dihancurkannya. Tidak peduli apa pun motivasi PKT, dari sini dapat dirasakan kekuatan energi positif raksasa dari kebudayaan tradisional Tiongkok.
1. TIDAK ADA “OPERASI BERLAWANAN ARAH” TERHADAP PROSES PERUSAKAN, MENGOBRAL “PEMULIHAN”
Jika ingin membahas tentang pemulihan tradisi, maka harus terlebih dahulu melakukan sebuah operasi berlawanan arah secara tuntas sesuai dengan proses perusakan yang telah dilakukan sebelumnya, setelah melakukan tinjauan ulang, pembersihan dan pencampakan terhadap berbagai tindakan konyol pada saat itu, barulah dapat membicarakan tentang pemulihan yang sesungguhnya. Setelah menghancurkan mantera pengikat “ateisme” dari Marxisme yang mengikat kepala para cendekia, dengan demikian barulah dapat berdiri di atas garis start untuk memulai pemulihan tradisi. Kebudayaan tradisional Tiongkok diciptakan oleh Dewa, merupakan kebudayaan setengah Dewa, adalah nilai-nilai universal. Dengan mendekap ateisme, bagaimana mungkin dapat berjalan di atas rel kebudayaan tradisional yang didirikan di atas fondasi kepercayaan kepada Sang Pencipta?
Maka itu, kita dapat menyaksikan para sarjana abdi negara itu giat membuktikan bahwa Konfusius, Laozi bahkan Buddha Sakyamuni adalah penganut ateisme, menafsirkan Analek Konfusius (Lun Yu) bahwa harus menjadi budak yang bahagia di bawah pemerintahan PKT, saling menghubungkan filosofi orang suci dengan semangat dalam Kongres Nasional PKT, merendahkan dan mengolok para arif bijaksana zaman kuno menjadi tren baru di internet…… jika dikatakan pemulihan tradisi berasal dari usaha keras setulus hati rakyat, maka di bawah pengawasan PKT, usaha keras ini telah berubah menjadi alat penghasil catatan kaki bagi partai.
Misalnya, penyelamatan manusia yang dibicarakan di dalam agama, mempunyai kandungan makna khusus. Biksu sendiri juga memiliki misi dari seorang biksu. Presiden asosiasi agama tertentu di Tiongkok setelah selesai mempelajari semangat Kongres Nasional ke-19 PKT, telah menerbitkan sebuah artikel pengalaman belajar, membahas panjang lebar “yang disebut dengan menyelamatkan manusia adalah membantu para pengikut yang memiliki kesulitan, melindungi hak hukum mereka, membantu mereka menyelesaikan kesulitan, kebingungan dan permasalahan riil di dalam produksi, pekerjaan dan kehidupan”. Kedengarannya seolah-olah agama adalah sebuah serikat buruh amatir di bawah kepemimpinan partai komunis, sepenuhnya sudah tidak memiliki akhlak dan taraf spiritual dari seorang biksu.
Di satu sisi membicarakan pemulihan tradisi, di sisi lain masih terus menyusupkan cabang dan ranting partai ke dalam kuil dan biara Tao serta sekolah-sekolah agama, masih terus menekankan memperkuat peran bimbingan Marxisme terhadap kebudayaan tradisional. Jika Marxisme begitu luar biasanya sampai harus membimbing kebudayaan tradisional, maka bukankah pemulihan kebudayaan tradisional justru menjadi sia-sia?
2. KEBUDAYAAN KONFUSIUS YANG DIBANGKITKAN PKT: BAGAI IKAN MATI YANG MENINGGALKAN AIR
Xuan Yuan Huang Di yang dihormati sebagai “leluhur pertama humaniora” adalah seorang kultivator Taois lima ribu tahun silam. Landasan filosofis kebudayaan Tiongkok terutama berasal dari kebudayaan Taois, dapat dikatakan kebudayaan Taois merupakan sumber kebudayaan Tiongkok. Dibandingkan dengan kebudayaan Buddhis dan Taois, yang paling disukai oleh PKT tentu adalah kebudayaan Konfusius, mereka memperlakukan ajaran Konfusius sebagai kebudayaan ateisme yang dieksploitasi secara besar-besaran. Sebenarnya, kebudayaan konfusius itu sendiri mungkin tidak menganggap kepercayaan terhadap sang Pencipta adalah yang utama, melainkan berkonsentrasi pada prinsip di dunia manusia. Akan tetapi, Kongzi [17] hidup di sebuah era yang percaya pada Tuhan, kebudayaan konfusius tumbuh dan berkembang di tengah lingkungan keilahian, oleh karena itu kepercayaan terhadap Tuhan merupakan prasyarat yang tidak perlu dipertanyakan lagi.
Kongzi mengabdikan seluruh hidupnya untuk membangkitkan Zhouli [18] dan menganggap Zhouli dapat membentuk sebuah masyarakat yang ideal. Lantas, mengapa Zhouli dapat membentuk masyarakat ideal? Setelah menggali akar permasalahan dengan serangkaian pertanyaan mengapa, maka ujung-ujungnya kembali lagi ke persoalan kepercayaan, yaitu kepercayaan terhadap Dewa dan terhadap Langit.
Latar belakang Kongzi membangkitkan Zhouli adalah sistem kepercayaan agama dari orang-orang di zaman Dinasti Zhou, Kaisar Langit memberi mandat kepada Putera Langit [19], Putera Langit mewakili Langit menggembala rakyat, memberi persembahan, memimpin politik kenegaraan, merekrut tentara dan mengelola pertanian. Pasca Kongzi, praktisi Konfusianisme di era Dinasti Han, Dong Zhongshu di dalam buku Tiga Strategi Langit dengan Manusia yang ia persembahkan kepada Kaisar Wu dari Dinasti Han perihal Tiga Tuntunan Lima Ketetapan [20] yang sangat terkenal itu, menjelaskan dengan gamblang mengapa Kaisar harus menuruti pemikiran “memerintah dengan kasih” dari Konfusius di dalam mengatur negara. Landasan teorinya adalah “Langit dan manusia menyatu” dan “Teori Interaksi antara Langit dan manusia”. Segala prinsip Konfusius pada akhirnya adalah mencari pembuktian di dalam kepercayaan, agama dan kebudayaan keilahian.
Langit yang bagaimanakah yang dimaksud dengan “Langit” dari ateisme itu?
PKT hanya menafsirkan “Langit” dari “Interaksi antara Langit dan manusia” serta “Langit dan manusia menyatu” yang dibicarakan oleh Konfusianisme dan Taoisme, melulu sebagai langit dalam artian materi, yaitu cakrawala ataupun alam semesta, konsepsi kultivasi “Langit dan manusia menyatu” dalam kebudayaan warisan Dewa, diremehkan dengan penjelasan sebagai hidup berdampingan secara harmonis antara manusia dengan alam, bahkan diklaim bahwa ini telah sesuai dengan “pandangan perkembangan ilmiah” [21]. Ini adalah manifestasi dari pendistorsian yang dilakukan oleh roh jahat komunis terhadap nilai-nilai inti dari kebudayaan warisan Dewa.
“Langit” dalam kebudayaan bangsa Tionghoa, identik dengan “Lao Tiān Yé” [22] sebutan sehari-hari di kalangan rakyat, orang zaman dulu menyebutnya “Hào Tiān Shàng Dì” [23], juga disebut dengan “Huáng Tiān Shàng Dì” [24]. “Langit” berkehendak, kehendak ini disebut juga “Takdir Langit”, jadi sama sekali bukanlah cakrawala dari materialisme.
“Mengapa harus menjaga integritas?” dan “Apakah pedoman dasar menjadi orang baik?” Apakah partai komunis mampu menjawab persoalan-persoalan ini? Sama sekali tidak dapat menjawab. Dengan kata-kata “nilai inti sosialisme”, apakah orang-orang lantas akan berubah dari jahat menjadi baik dan jujur terpercaya hanya karena ajaran dari “nilai inti” ini? Bahkan orang yang merumuskan apa yang disebut dengan “sistem nilai” ini, tahu betul bahwa ini ibaratnya orang bodoh yang meracau.
Meninggalkan lingkungan keilahian yang menumbuhkan kebudayaan konfusius untuk membahas pandangan moralitas Konfusianisme “Ren (kasih) – Yi (kebenaran) – Li (etika) – Zhi (kebijaksanaan) – Xin (integritas)” dan kebudayaan Zhong Yong (jalan tengah emas) dari Konfusianisme, itu bagaikan membahas ikan di luar air, tidak akan ada jalan keluarnya.
3. MENGENAKAN PAKAIAN KUNO, MEMERANKAN ORANG KUNO, MERUSAK KEBUDAYAAN
Bentuk literatur dan seni adalah alat yang selamanya tidak pernah kendur dari cengkraman partai komunis dalam “mereformasi ideologi”. Dalam tiga dekade terakhir, karya seni “tema utama” [25] yang diusung dengan suara lantang masih tetap menjadi cara-cara doktrin yang penting, tapi karena budaya partai sudah eksis di masyarakat, budaya partai dipersolek menjadi kebudayaan bangsa Tiongkok, atau ampas sejarah ribuan tahun Tiongkok yang sudah mengendap, khususnya bagian yang sesuai dengan budaya partai disuling lagi, disusupkan lebih luas lagi ke seluruh rakyat hingga ke luar negeri, secara diam-diam merusak kebudayaan moralitas tradisional, ini merupakan strategi roh jahat untuk merusak kebudayaan Tiongkok dalam bidang literatur dan seni pasca Revolusi Kebudayaan.
Beberapa tahun terakhir ini, drama “Gong Dou Ju” [26] sangat populer, kandungan intinya tidak lebih hanya cemburu, saling menipu, saling intrik, yang terjadi di balik tirai istana selir, telah mengekspresikan dan menginterpretasikan tentang “pertarungan” dan “kebencian” dari roh jahat komunis dengan sangat maksimal.
Karya-karya ini sejak dari penciptaan dan produksi hingga menjadi populer, sama sekali tidak ada intervensi dan pengarahan dari komite partai, bahkan tidak memerlukan adanya propaganda dari media partai, sepenuhnya berjalan sesuai dengan hukum pasar. Alasan mengapa karya semacam ini bisa populer di masyarakat, adalah dikarenakan roh jahat telah menciptakan lingkungan bagi orang Tiongkok yang saling berkonflik, saling curiga di dalam kehidupan sehari-hari, dalam budaya populer penuh dengan pemujaan kekuasaan, agar diterima maka bersandar pada kekuasaan, mendambakan menjadi terkenal dan kaya dalam semalam, itu sebabnya tipu menipu ala penguasa dan konspirasi keji yang serbaneka di dalam layar TV ini dipandang sebagai kemampuan bertahan hidup yang wajar. Orang-orang dapat menemukan kepadanan, resonansi dalam kehidupan nyata: siapa yang memiliki ilmu tipu daya yang unggul maka dialah yang menjadi pemenang di tengah masyarakat atau dalam “kompetisi” kejam di tempat kerja; orang baik pun, harus memiliki muslihat dan kalkulasi yang lebih tinggi dibanding orang jahat, untuk dapat menaklukkan orang jahat. Seorang warganet mengungkapkan, seorang koleganya setelah banyak menonton “Gong Dou Ju” (pertarungan antar-selir), baru saja dia berpacaran, lantas mulai meminta petunjuk dengan kolega yang telah menikah bagaimana caranya bertarung dengan calon mertua kelak. Orang-orang mengagumi strategi bertarung semacam ini sebagai “kebijaksanaan”. Drama “Legenda Zhen Huan” (Empresses in the Palace) setelah populer di seluruh negeri, diikuti dengan terbitnya sejumlah buku tidak lama setelah menjadi terkenal, yang menyimpulkan “kebijaksanaan” di dalamnya, ini untuk memberi kepuasan psikologis para penontonnya, seperti “36 Prinsip Teknik Bertahan Hidup di Tempat Kerja yang Diajarkan oleh Zhen Huan Kepada Saya” ; “80 Hal yang Diajarkan oleh Selir Zhen Huan Kepada Saya”, dan lain-lain.
Semua drama “Gong Dou Ju” ini tampil dengan “pakaian kuno”, yang diperlihatkan adalah cerita dan latar dari zaman dahulu, namun semua yang digunakan adalah pemikiran konsep orang zaman sekarang; mengenakan pakaian kuno memerankan masyarakat kuno, namun realitanya adalah drama modern, memunculkan kembali penampilannya namun merusak kandungan makna di dalamnya. Meskipun bukan merupakan drama sejarah yang otentik, namun sama sekali tidak menghalangi orang-orang secara wajar menganggap filosofi hitam yang tak tahu malu semacam ini sebagai “kebudayaan tradisional”. Inilah dampak dari PKT dengan kekerasan telah merusak kebudayaan warisan Dewa, ditambah dengan hasil yang dipanen setelah menanamkan kebudayaan partai selama beberapa dekade: agar manusia tanpa berpikir panjang langsung menganggap filosofi pertarungan dalam budaya partai sebagai kebudayaan tradisional Tiongkok.
4. KEKACAUAN PALING BESAR: KEPEMIMPINAN PARTAI
Setelah PKT mengklaim juga akan mengembangkan kebudayaan tradisional, dorongan mencari akar kebudayaan yang terakumulasi di masyarakat pun meledak. Sialnya adalah, meskipun ada yang dengan tulus hati berkeinginan membangkitkan kebudayaan tradisional, namun di bawah kendali ideologi PKT, di bawah pengarahan ateisme yang mengejar kepentingan pribadi, kebangkitan semacam ini hanya akan menjadi tidak karuan dan fenomena kacau bermunculan. Di tengah gelora kebudayaan yang serba vulgar, rendahan dan hiburanisasi yang hiruk-pikuk ini, PKT secara tersamar kembali mengebiri kebudayaan tradisional. Di permukaan, PKT juga mengklaim hendak meluruskan berbagai kekacauan, namun, kekacauan terbesar di balik semua kekacauan ini justru adalah “kepemimpinan partai”.
Sebuah partai yang tidak percaya pada Tuhan, ditambah dengan rakyatnya yang “mengukur segala sesuatu dengan uang”, lalu ditambah lagi sebuah era dimana tempat ibadah dibangun besar-besaran, reaksi kimia apakah yang akan terjadi jika digabung bersama?
“Agama menyiapkan panggung, ekonomi bernyanyi memainkan peran.” Kuil telah menjadi sebuah “kawasan investasi” tipe baru, membuat kontrak dengan kuil sangat marak dengan tujuan mengeruk uang dan menipu. Di tempat wisata juga telah muncul banyak sekali kuil palsu, Tokwan (biara Tao) palsu, biksu palsu, maha guru palsu dan pendeta Tao palsu. Pemandu wisata, penutur, biksu dan pendeta Tao berkoordinasi dalam satu jalur bersama untuk menipu para wisatawan dengan berbagai macam dan cara lewat penjualan uang bakar dupa, uang keperluan ritual, uang penghapus bencana dan lainnya, telah muncul fenomena abnormal dimana kuil dan biara Tao meraup “kekayaan dari kepercayaan”. Bisnis dari hasil pengelolaan kuil boleh dikatakan mendatangkan keuntungan berlipat-lipat, menurut laporan, seorang pengusaha dari Xi’an yang memiliki 7 - 8 kuil, pendapatannya setiap tahun mencapai jutaan RMB (puluhan miliar rupiah).
“Kurang satu Dewa, ciptakan satu Dewa baru”, Kuil Nenek di Kabupaten Yixian, Provinsi Hebei, sangat populer. Katanya, di dalam kuil ini dapat ditemukan “Dewa” yang ingin disembah masyarakat. Jika ingin promosi jabatan, di sini ada “Dewa Jabatan”, jika ingin kaya, ada “Dewa Rejeki” yang seluruh badannya penuh lilitan uang kertas, jika ingin melanjutkan kuliah, di sini ada “Dewa Belajar” yang keriputnya sangat dalam. Jika ingin memberkati diri agar aman selama berkendaraan, di sini bahkan ada pula “Dewa Kendaraan” yang memegang setir mobil. Staf dari Kuil Nenek bahkan dengan pongah menyebutkan, “Kurang Dewa yang mana, tinggal diciptakan saja satu.”
Kepala biara telah menjadi CEO, kuil juga harus dikemas agar memasuki pasar saham, biara telah menjadi tempat yang bagus untuk mengeruk keuntungan… di negara lain di dunia, ada gereja yang umurnya ribuan tahun, ada pasar saham yang umurnya ratusan tahun, mereka tidak pernah terpikir menghubungkan keduanya yakni antara gereja dengan pasar saham. Tiongkok yang berada di bawah kekuasaan PKT dan di bawah doktrin ateisme, sungguh bisa dibilang penuh dengan hal aneh, sejumlah fenomena walaupun aneh namun masyarakat sudah tidak merasa itu sebagai keanehan lagi.
Ada orang beranggapan, PKT tidak secara terbuka menganiaya agama, oleh karena itu mencari jalan keluar di dalam agama. Ketika PKT menggunakan strategi keuntungan dan komersialisasi dengan niat jahat mengubah agama, kelompok agama yang berada di bawah kendali PKT sudah berubah menjadi pohon uang bagi PKT dan alat untuk menghantam pembangkang, maka apa yang disebut dengan kepercayaan agama semacam ini juga telah bermutasi menjadi kepercayaan terhadap ateisme dan materialisme milik roh jahat. Sebagai hasilnya, kepercayaan telah kehilangan maknanya, para pengikutnya sudah tidak memiliki sandaran spiritual, telah terputus jalan pulang bagi umat manusia, di saat seperti ini, tanpa perlu menganiaya secara terbuka pun telah tercapai tujuan untuk memusnahkan manusia, jadi untuk apa PKT menganiaya agama secara terbuka?
IV. MENUTUP RAPAT JALAN KE SURGA, MEMBUKA LEBAR PINTU KE NERAKA
1. MEMUJI ORANG JAHAT HINGGA LANGIT KE-9, MENGINJAK ORANG BAIK HINGGA BUMI KE-9
Dalam proses terlahirnya seorang pemimpin partai komunis telah eksis sebuah mekanisme dimana “rendahan menang unggulan kalah, penyingkiran yang melawan arus, dan si jahat pemenangnya”, hal ini sudah diketahui luas oleh umum dan tidak perlu dibahas mendetail. “Mekanisme melawan arus akan tersingkir” semacam ini sebenarnya sudah umum terjadi di berbagai aspek dalam masyarakat partai komunis. Demi mengendalikan masyarakat di semua aspek, tidak membiarkan orang-orang yang berpikiran tradisional menonjolkan diri, partai komunis mengendalikan semua posisi penting di dalam masyarakat, memastikan kebijakan jahatnya dapat terlaksana.
Jika masyarakat Tiongkok adalah sebuah tubuh manusia, maka partai komunis harus mencengkeram seluruh titik akupunktur dan meridian. Apa itu titik akunpunktur? Pekerjaan dan posisi penting dalam masyarakat diibaratkan sebagai titik akupunktur. Apa itu meridian? Saluran sirkulasi talenta manusia diibaratkan meridian. Muslihat yang biasa digunakan oleh PKT, justru merupakan operasi menentang arus, orang yang memiliki talenta dan bermoral, tidak akan dipromosikan, malah dianiaya dan diinjak ke bawah. Orang yang mendukung dan mengikuti PKT malah mudah naik jabatan, bagaikan energi dalam meridian yang melawan arus, maka di tengah masyarakat Tiongkok zaman sekarang, telah tercipta kelas sosial tingkat menengah atas yang merupakan kelas kepentingan hasil ciptaan PKT. Orang yang menguasai “titik akupunktur” sering kali merupakan orang-orang yang disebut dengan “gen zheng miao hong” [27] dalam sistem partai komunis, atau orang-orang yang patuh hanya terhadap perintah partai komunis.
Banyak sekali orang mengeluh, bahwa di Tiongkok zaman sekarang, orang baik tidak populer dan orang jahat sangat merajalela. Sebenarnya ini adalah kondisi normal pada suatu negara partai komunis: bila orang baik ingin dikenal maka harus berubah menjadi orang jahat yang piawai menyanjung serta menjilat, munafik, hati kejam dan tangan bengis, serta keji! Sebagian kaum profesional mengandalkan kemampuan khusus di bidangnya juga dapat dipromosikan ke posisi tertentu, itu karena kemampuan khususnya dapat ditugaskan dalam fungsi tertentu, namun tidak akan ada ruang untuk naik lebih tinggi lagi. Lagi pula banyak sekali profesional yang bekerja baik-baik tanpa keluar dari jalur dan apatis terhadap politik. Begitu mereka melanggar garis merah yang ditetapkan oleh partai komunis, maka partai komunis akan menerapkan air susu dibalas dengan air tuba, mutlak tak akan ragu bertindak kejam! Apa itu peraturan tak tertulis? Inilah peraturan tak tertulis tertinggi Tiongkok saat ini.
Setelah merebut kekuasaan, PKT membuat “sistem unit kerja” dan “sistem hukou” [28] yang sangat ketat dalam mengendalikan masyarakat; di pedesaan ada “kolektivisasi” dan “komune rakyat”, seperti sebuah jaring besar, yang membuat masyarakat Tiongkok terkungkung erat. Setiap unit kerja memiliki sebuah tim “petugas partai” yang sejajar namun berada di atas tim eksekutif. Di antara mereka ada tidak sedikit orang yang seperti ini: Tidak becus melaksanakan tugas, namun paling mahir menganiaya orang.
Sebaliknya, orang baik yang berani berkata benar, yang menjunjung tinggi prinsip, yang taat aturan dan jujur, yang dengan tulus melaksanakan tugas, yang penuh kemanusiaan dan empati, sejak awal berkuasanya PKT telah secara sistematis dihancurkan. Yang dilenyapkan selama gerakan “menindas kontrarevolusioner” adalah para pegawai negeri sipil, militer dan guru dari pemerintahan Guomindang [29], di antaranya banyak sekali yang merupakan kaum elit masyarakat; yang dilenyapkan selama gerakan “Reformasi Lahan” adalah kaum elit di pedesaan; yang dilenyapkan dalam “Tiga Anti”, “Lima Anti” dan “Reformasi Kapitalisme” adalah kaum elit pedagang dan industri; yang dilenyapkan dalam “Anti-Golongan Kanan” adalah para elit kaum cendekiawan; dalam “Revolusi Kebudayaan” kembali menghujamkan belati pada mereka yang belum ditumpas bersih dalam beberapa gerakan sebelumnya; pembantaian di Tiananmen di tahun 1989, yang dibunuh adalah “kaum pemberani dan bersumbangsih khusus” yang peduli terhadap tatanan negara dan kehidupan rakyat; yang ditindas dalam penganiayaan Falun Gong adalah para kultivator yang menjadi orang baik dengan mengikuti prinsip “Sejati-Baik-Sabar”. Yang dihancurkan pada setiap gerakan politik adalah kaum elit budaya dan masyarakat Tiongkok.
Jiang Zemin berkarakter bobrok dan korup serta cabul, tidak mampu bekerja namun karena suatu kesempatan, menapak darah pada kejadian 4 Juni (pembantaian Tiananmen) berhasil naik ke puncak kekuasaan. Setelah tahun 1999, sekumpulan besar pengikut kejahatan yang secara aktif menganiaya Falun Gong, yang menjadi pengikut Jiang Zemin, termasuk yang sudah dijebloskan ke dalam penjara seperti Bo Xilai, Zhou Yongkang, Guo Boxiong dan yang sudah meninggal seperti Xu Caihou dan lainnya, mendapat promosi besar-besaran. Bagi geng Jiang Zemin, siapa pun yang tangannya berlumuran darah praktisi Falun Gong, maka ditakdirkan akan melindungi kebijakan penganiayaan tersebut agar tidak disingkirkan, dialah bawahan sekaligus penerus yang paling bisa diandalkan.
Masyarakat secara bertahap telah mengerti apa yang dilihatnya: yang menjual diri dan mengabdikan diri pada atasan, akan dipromosikan dan memperoleh kekayaan; yang hanyut mengikuti arus, dapat menjaga keselamatan sementara waktu; yang jujur dan berani bicara langsung, akan menapak jalan dengan penuh susah payah, atau mati tanpa tempat yang bisa dimakamkan, “Hempaskan ke tanah, lalu injakkan kaki satunya lagi”. “Lonceng tembaga dihancurkan, agar kuali tembikar bersuara menggelegar; orang busuk disanjung tinggi, yang berbudi luhur tanpa nama”. Penjahat menjabat, ksatria terikat, seluruh negeri porak poranda menjadi kacau balau.
Orang seperti apa yang menempati posisi tinggi, akan berpengaruh pada masalah orientasi masyarakat. “Menempatkan balok yang lurus diatas balok yang lengkung dapat membuat balok lengkung itu menjadi lurus.” [30] Memilih orang yang tulus dan jujur sebagai atasan bagi orang yang licik dan menjilat, akan membuat orang licik penjilat secara bertahap berubah menjadi tulus dan jujur. Sebaliknya, menempatkan orang licik dan penjilat menjadi atasan orang tulus dan jujur, hanya akan menjadikan orang jahat sebagai panutan, dan seluruh masyarakat akan terdegradasi dengan cepat.
“Memuji orang jahat hingga langit kesembilan, menginjak orang baik hingga bumi kesembilan”, inilah gambaran sesungguhnya dari masyarakat partai komunis. Ini bukanlah kekeliruan sesaat yang dilakukan oleh partai komunis ataupun ketidak-seimbangan maupun kegagalan pada masa reformasi masyarakat. Dalam memusnahkan manusia, partai komunis perlu memilih orang jahat sebagai sosok pelopornya, yang sepanjang jalan berlari gila-gilaan menuju neraka.
2. MEMPROMOSIKAN MATERIALISME, MENDORONG KEBEBASAN SEKS DAN SEGALA FENOMENA MUTAN
Partai komunis dengan antusias mempromosikan materialisme, membuat manusia terobsesi pada kehidupan materi, mengejar kenikmatan dan menstimulus indera perasa, menyebabkan manusia kehilangan hati nurani karena tergoda oleh hasrat materi. Berapa banyak orang yang setelah mengalami kehidupan glamor berfoya-foya, hati dipenuhi kelimpahan materi duniawi, tiba-tiba merasa jiwa dan kehidupannya justru hampa?
Berbagai fenomena buruk di tengah masyarakat sudah ada sejak lama, letak “kehebatan” partai komunis dalam hal ini adalah, ia menggunakan segala fenomena bobrok yang dapat membuat manusia memanjakan nafsunya sebagai senjata untuk mengendalikan kekuasaan dan menghancurkan manusia di saat terakhir.
Manipulasi dan kendali partai komunis terhadap nafsu manusia, terkadang ketat terkadang longgar, sebentar dikurung sebentar diumbar, sangat fleksibel. Awalnya bahkan yang memiliki secuil aset pribadi pun harus mengalami penghakiman publik, pria dan wanita bergandengan tangan dicap sebagai “gaya kehidupan kaum borjuis yang busuk”, segala aspek kehidupan spiritual maupun materi dibatasi. Kemudian gerbang negara dibuka, segala sesuatu diukur dengan uang, secara permukaan mendorong pengejaran kebahagiaan, namun kenyataannya adalah mendorong pemuasan nafsu keinginan. “Orang udik yang biasa hidup terkungkung tiba-tiba menjadi beringas akibat dibebaskan melakukan apa saja”, nafsu yang terpendam bagaikan banjir bandang saat pintu air dibuka, kekuatannya yang dahsyat dapat menerjang hancur seluruh tanggul.
PKT secara bertahap menemukan bahwa, masyarakat yang dimanjakan dengan nafsu dan keinginan materi sesungguhnya lebih mudah dikendalikan. Membuat hati Anda yang ingin berbuat baik justru dibinasakan dengan hantaman bertubi-tubi, agar energi Anda yang kuat terkuras habis di tengah pengumbaran nafsu, waktu senggang pun tergerus habis di tengah perjudian, game online dan hiburan.
Selain mencuci otak di tengah pengekangan nafsu, juga pesta pora di tengah pengumbaran nafsu; selain kerasukan iblis di tengah doktrin ajaran sesat, juga tersesat di tengah arus deras keduniawian, pendek kata partai komunis tidak akan membiarkan Anda menjadi seseorang yang rasional dan berpikir jernih.
3. MENCUCI OTAK KAUM MUDA MELALUI PENDIDIKAN SISTEMATIS
Karena roh jahat komunis menganggap umat manusia sebagai musuh, maka harus memutus akar sifat keilahian manusia dan ingatan akan kebudayaan. Yang pertama diajarkan dalam pendidikan tradisional, adalah bagaimana menjadi seorang manusia, mengajarkan anak-anak pemahaman dan pengakuan terhadap nilai-nilai universal, hingga pengasuhan diri dalam bidang kebudayaan, pengetahuan sejarah yang kaya serta daya nalar yang mendalam dan tajam, semua ini merupakan halangan bagi roh jahat komunis untuk mewujudkan tujuan jahatnya. Setelah partai komunis merebut kekuasaan, dengan cepat menasionalisasi pendidikan, menggunakan ideologi komunisme mencuci otak para guru dan pelajar.
Saat Revolusi Kebudayaan, jutaan anak muda ikut terlibat dalam Wǔ dòu [31], Chuànlián [32], Dǎ zá qiǎng [33], setelah itu mereka dibuang lagi ke daerah pedesaan dan perbatasan, untuk “menerima pendidikan ulang dari petani menengah miskin Tiongkok”. Bahkan di kemudian hari mau tak mau mereka harus mengakui “tumbuh berkat asupan air susu serigala”.
Setelah era 1980-an, bidang ideologi telah sedikit dilonggarkan oleh PKT, anak muda “generasi baru” menaruh harapan terhadap perbaikan yang dilakukan oleh PKT, namun pembantaian 4 Juni telah menghancurkan harapan mereka. Setelah memasuki era 1990-an, kebanyakan anak muda adalah anak tunggal yang dimanjakan di rumah dan menganggap diri sendiri yang paling benar. Tekanan tinggi politik membuat mereka tidak berani peduli terhadap urusan publik, ada yang mendekam di menara gading, ada yang rela melepas status pegawai negerinya dan nekat berbisnis, ada yang sibuk dengan ujian TOEFL dan GRE. Invidualisme yang egois dan mati rasa ini menjadi di atas angin, “dengan diam-diam meraup keuntungan besar” telah menjadi moto baru.
Apa yang disebut dengan mata pelajaran pendidikan “heroik” dalam buku pelajaran yang digunakan di Tiongkok, dalam pandangan masyarakat bebas Barat sepenuhnya merupakan mata pelajaran untuk mendidik teroris. Seorang penulis secara lugas menunjukkan bahwa propaganda dan pendidikan PKT tak pernah terlepas dari kekejaman dan haus darah, dalam mata pelajaran, diajarkan “tindakan heroik” dengan tak terhitung banyaknya kekejaman: “Menggunakan dada menutup lubang senapan, meledakkan bom dalam genggaman tangan, tiarap tak bergerak di tengah bara api hingga tewas terbakar.”
Dikarenakan pendidikan cuci otak dan blokade informasi dalam jangka waktu lama, banyak sekali anak muda tidak tahu menahu tentang sejarah yang sebenarnya dan nilai-nilai universal, PKT sengaja menghasut nasionalisme sempit mereka, begitu dibutuhkan oleh pihak berwenang, maka langsung dimanfaatkan untuk berdemo anti-Jepang, anti-Amerika, bertindak anarkis, membiarkan “penyakit mental patriotik” dan “kerusakan otak kolektif” yang meledak secara besar-besaran.
Yang lebih mengerikan lagi adalah, pencucian otak oleh PKT dimulai “dari balita”, mereka sejak taman kanak-kanak sudah diracuni dengan pendidikan yang disebut “patriotisme”. Apa isi pendidikan “patriotisme” ala PKT, semua orang sudah mengetahuinya dengan jelas.
KESIMPULAN
Dalam masyarakat Tiongkok hari ini, manusianya berhati busuk, masyarakatnya bobrok, negara bagaikan bukan negara. Apa yang disebut dengan “masyarakat harmonis”, sejatinya adalah masyarakat yang setara dan sulit dipisahkan dari kejahatan. Upaya rakyat untuk kembali ke tradisional diperdaya dengan licik, hati manusia yang secara spontan mengarah pada kebajikan, dibunuh dengan kejam. Nafsu keinginan untuk “kaya dalam semalam”, atmosfer “bersenang-senang sampai mati”, mentalitas “boleh mati setelah memuaskan nafsu keinginan” yang sengaja diciptakan oleh PKT, telah menyebabkan terburu nafsu, jahat dan apatis, egois menjadi atmosfer yang dominan di masyarakat. Tak peduli media pemerintah bagaimana “mempromosikan tema utama”, namun perkataan partai bak vampir, perkataan penuh hoax, pameo vulgar dan umpatan kotor masif yang menimbulkan kegaduhan massa, itulah “suara paling kuat pada era ini”. Yang punya kemampuan, beramai-ramai bermigrasi dan kabur menyelamatkan diri; yang tidak punya pilihan, terpaksa hanya bisa menjalani, di tengah kegelisahan menunggu tibanya hari esok.
Rumah dirobohkan, dapat dibangun kembali. Keluarga dihancurkan, dapat ditata kembali. Perusahaan yang bangkrut, dapat dimulai lagi. Masa muda satu generasi yang disia-siakan, harapan masih bisa ditambatkan pada generasi berikutnya. Bahkan negara yang telah ditaklukkan oleh bangsa lain, selama kebudayaan, bahasa dan sejarahnya tidak musnah, maka masih ada suatu hari untuk bangkit kembali. Ketika sejarah sebuah bangsa telah dipalsukan, aksara dihancurkan, bahasa diracuni, kebudayaan tradisional dirusak berulang kali, hati manusia berulang kali dilecehkan, didistorsi dan dimetamorfosa, bumi pertiwi kering kerontang, sumber air mengering, orang baik dibantai dan hati nurani dibungkam, masih adakah hari bagi bangsa ini untuk bangkit kembali?
Demi memusnahkan umat manusia, selain telah membantai rakyat dalam jumlah besar, PKT juga dalam jangka panjang menggunakan semua jurus “kebencian – penipuan – pertarungan – kejahatan”, yang kelicikan dari jurus penipuannya sangat mengagetkan. Salah satu teknik paling beracun dari semua jurus menipunya adalah ia telah memanfaatkan sifat baik dari hati manusia, dan juga telah mempermainkan sifat baik manusia, yang pada akhirnya memaksa manusia memusnahkan sifat baik dalam jiwanya.
Manusia diciptakan oleh Tuhan dan setiap manusia memiliki sifat keilahian, pulang kembali ke Kerajaan Langit yang menciptakan kehidupan dirinya adalah hal yang telah lama dinanti-nantikan oleh setiap kehidupan. Komunisme telah memanfaatkan sifat keilahian manusia dan dahaga kehidupan untuk meningkat, kandungan jahat dari ajaran sesat komunis telah ditanamkan di dalamnya. Agama ortodoks percaya Tuhan, percaya akan kehendak Tuhan atau yang disebut “Kehendak Langit”, komunisme menyembah “keniscayaan sejarah” yang imajiner; agama tradisional membuat manusia pulang kembali ke Kerajaan Langit, paham komunis membuat manusia mengejar masyarakat komunisme; agama tradisional memiliki sebuah kasta penyebar agama, partai komunis mengklaim diri sendiri sebagai “garda depan dari kelas pekerja”. Pada periode awal berdirinya PKT, sejumlah anak muda berdarah panas yang khawatir tentang nasib bangsa dan negara, terlanjur memercayai propaganda tipu daya partai komunis, bergabung dengan PKT dan menjual jiwa mereka untuknya. Namun PKT merupakan sebuah ajaran sesat berandalan, boleh masuk tidak boleh keluar. Ketika orang-orang ini mulai sadar, sudah terlanjur menjadi kaki tangan pelaku kejahatan, hanya dapat terjatuh lebih dalam lagi, sulit untuk melepaskan diri. Bahkan di saat ini, sejumlah pemuda yang bergabung dengan PKT masih tidak kehilangan idealisme dan niat yang baik, namun di depan realitas yang kotor dan gelap, mau tak mau hati nurani harus dibuang tuntas. Banyak sekali di antara mereka di saat lenyapnya idealisme dan putus asa telah berganti haluan dan berkomplot, mengumbar nafsu dan terhempas. Dalam pengertian ini, partai komunis telah memanfaatkan keserakahan dan nafsu keinginan manusia (dari nama partainya sudah dapat terlihat: komunis [membagi miliknya sendiri], membagi-bagi milik orang lain), juga telah mengambil keuntungan dari memusnahkan sifat keilahian dan hati manusia yang mengarah pada kebajikan di saat terakhir.
Ciri khas lain dari ajaran sesat komunis adalah, seseorang bahkan tidak perlu memercayai “pertarungan kelas”, “teori nilai residual”, “revolusi sosialisme”, “masyarakat komunisme” dan doktrin lainnya, namun secara nyata masih dapat menjadi pengikut ajaran sesat dan dirasuki oleh roh jahat. Ini dikarenakan manusia setelah mengalami kerusakan moral, pasti ada sebagian pikiran yang sesuai dengan roh jahat, maka roh jahat dapat menyusupi celah ini, merasuk ke dalam tubuh. Ada orang yang memercayai ateisme, ada orang yang percaya bahwa materi adalah yang paling utama, ada orang yang percaya bahwa setelah manusia meninggal, semua persoalan berakhir, maka hidup bersenang-senang lebih nyata, ada orang yang percaya bahwa tidak ada prinsip sejati yang absolut, ada yang percaya bahwa moralitas adalah kebohongan yang dikarang kelas penguasa, beraneka macam pemikiran seperti itu, tak satu pun yang memuaskan. Percaya pada Tuhan hanya memerlukan sebuah pikiran lurus yang teguh, sebaliknya menentang Tuhan dan anti-Tuhan mungkin justru menumbuhkan seribu macam pikiran jahat yang berbeda-beda. Seperti kata pepatah, mengikuti kebajikan bagaikan membumbung, mengikuti kejahatan bagaikan longsor. Manusia yang moralnya telah jatuh bagaikan mendorong perahu mengikuti arus, setiap kali berkompromi dengan nafsu keinginan dan kelemahan, akan membuat manusia semakin terjatuh ke dalam genggaman iblis jahat, hingga di suatu hari sulit melepaskan diri, bahkan setelah terjatuh dalam situasi bahaya masih tak sadar. Bukankah sekarang banyak sekali orang Tiongkok berada dalam kondisi buruk semacam ini?
Roh jahat yang terbentuk dari kebencian, memulai langkah dengan membunuh, berkembang mengandalkan menipu, menggunakan pertarungan untuk mengacaukan kolong Langit, pada akhirnya menggunakan transformasi jahat dari jiwa manusia untuk mencapai tujuan terakhirnya yang ekstrem jahat yakni: memusnahkan seluruh umat manusia. Di saat hampir semua manusia takluk oleh nafsu keinginan materi dan kenikmatan indera, siapa yang akan mengetahui, bahwa roh jahat sedang tersenyum dengan liciknya dan menghitung mundur waktu untuk umat manusia.
***********
Bangsa Tionghoa adalah sebuah bangsa yang diberkati oleh Langit, kebudayaan Tionghoa adalah sebuah kebudayaan yang berisikan misi dari Tuhan. Pada suatu masa paling lampau, ketika Tuhan menciptakan Bumi Pertiwi Shenzhou (Tanah Dewata), maka telah ditanamkan mekanisme pemulihan krisis dan harapan dalam keputus-asaan masa mendatang. Sebelum maha bencana tahap akhir, dapat atau tidak membaca rahasia Langit dan mendengar sabda Tuhan, erat kaitannya dengan nasib dan masa depan dari setiap manusia.
Keterangan:
[1] Lumpen: kaum berandalan kelas rendah; sampah masyarakat dalam Marxisme.
[2] Buruh, petani miskin, kader revolusi, tentara revolusi, kaum intelek revolusi, adalah kelas yang disenangi PKT.
[3] Yaitu tuan tanah, petani kaya, kaum anti-revolusi, elemen buruk, kaum sayap kanan, adalah kelas yang dimusuhi PKT.
[4] Gabungan kekuatan pemerintahan dengan agama.
[5] Ahli teori revolusi Uni Soviet.
[6] Penulis terkenal; pengarang kisah Ah Q.
[7] Samkok; karya Luo Guanzhong
[8] Kera Sakti; karya Wu Cheng’en
[9] 108 Pendekar Liang Shan
[10] Penulis novel bernama Cao Xueqin, pada tahun 1754, sebelumnya terkenal dengan judul Kisah Sebuah Batu.
[11] Kedua telapak kaki wanita yang belum dewasa dibalut dengan paksa hingga tumbuhnya menjadi kecil, diperkirakan praktik ini dimulai sejak zaman Song
[12] Filsuf modern; pemimpin Rural Reconstruction Movement.
[13] Filsuf, masuk nominasi Nobel tahun 1939.
[14] Nominasi pemenang Nobel literatur 1988.
[15] Beijing Steel and Iron Institute; sekarang dikenal dengan University of Science and Technology Beijing
[16] Kutipan Lun Yu Konfusius
[17] Nama lain Konfusius.
[18] Rites of Zhou.
[19] Raja di dunia manusia.
[20] Tiga Tuntunan: pemimpin menuntun bawahan, ayah menuntun anak, suami menuntun istri; Lima Ketetapan: Ren – Yi – Li – Zhi – Xin.
[21] Prinsip panduan sosial ekonomi dari Hu Jintao – mantan presiden RRT.
[22] Makna harfiah: kakek tua di surga.
[23] Makna harfiah: Tuhan di langit nan luas.
[24] Makna harfiah: Kaisar Langit.
[25] Film-film yang dibuat untuk mempromosikan ideologi Mao.
[26] Pertarungan antar selir; drama konflik para selir di istana kerajaan.
[27] Perkataan selama Revolusi Kebudayaan. Sebuah idiom politik di era Mao Zedong merajalela, yaitu penekanan sepihak pada asal-usul keluarga “hong/merah (komunis) atau tidak merah” dan “zheng/lurus (dalam melaksanakan instruksi PKT) dalam periode kejayaan kebijakan kiri ekstrem. Yang disebut dengan “gen hong (akar merah)” adalah keturunan keluarga pekerja, petani miskin, militer dan pahlawan, diyakini bahwa anak yang lahir dari keluarga seperti itu pasti revolusioner yang baik. Yang disebut “Miao zheng (tunas lurus)” mengacu pada “terlahir pasca PKT dengan bendera merahnya berkuasa pada 1949”, dan tidak terpengaruh oleh ide-ide lama.
[28] Tempat tinggal tetap terdaftar.
[29] Kuomintang; KMT; partai nasionalis.
[30] Ajaran Konfusius.
[31] Konflik antara berbagai aliran kelompok pemberontak yang diawali dengan adu argumentasi kemudian ber-eskalasi menjadi konflik bersenjata.
[32] Kegiatan saling bertukar pengalaman revolusi di antara para pelajar dari seluruh negeri yang dilangsungkan di Beijing atau kota-kota lainnya.
[33] Menyulut tindakan pengacauan berupa: pemukulan semena-mena, pengrusakan, perampasan dokumen dan barang berharga.