(Minghui.org) Sekolah Minghui di Bali rutin mengadakan kegiatan kamp setiap liburan semester, banyak praktisi muda dari berbagai daerah yang antusias mendaftarkan diri untuk ikut serta dalam kamp ini. Kamp yang diadakan di SMAN 1 Kuta, Kabupaten Badung ini berlangsung selama 3 hari 2 malam, yaitu mulai dari tanggal 21-23 Juni 2019.
Para praktisi muda sangat mandiri, dapat dikatakan bahwa kegiatan kamp kali ini diselenggarakan sepenuhnya oleh praktisi muda dan hanya didampingi oleh beberapa praktisi dewasa. Untuk memperlancar persiapan dan kelangsungan kegiatan selama kamp, dibentuk lah panitia kecil yang beranggotakan praktisi-praktisi muda dari berbagai daerah di Bali. Mereka saling bekerja sama, bertukar pendapat, dan mempersiapkan segala yang dibutuhkan dengan baik, hingga akhirnya kamp ini dapat diselenggarakan dengan lancar.
Belajar Fa Bersama, Berbagi Pengalaman, dan Berusaha Melepaskan Keterikatan
Setiap hari selama kamp berlangsung, para praktisi muda akan belajar Fa bersama di aula SMAN 1 Kuta. Mereka membaca Zhuan Falun dan Ceramah Fa di Berbagai Tempat 3. Saat membaca Zhuan Falun, mereka akan membaca secara bergiliran, yaitu antara praktisi cilik yang masih belum terlalu lancar membaca dan praktisi muda yang sudah lancar membaca. Selain itu, mereka juga membaca 2 artikel pengalaman kultivasi praktisi yang dikutip dari situs web Minghui, yaitu “Menonton Film” dan “Anak Muda: Delapan Tahun di Jalur Kultivasi.” Setelah membaca artikel pengalaman tersebut, mereka pun mulai menceritakan pengalaman kultivasi mereka yang tidak lepas kaitannya dari kedua artikel tersebut.
Shania, praktisi remaja berusia 18 tahun, membagikan pengalamannya ketika masih duduk di bangku SMA. “Saya gemar membaca web komik melalui ponsel dan menghabiskan banyak waktu untuk membacanya. Ketika ibu hendak ke kamar mandi, dia melewati saya dan saya pun langsung meletakkan ponsel saya dengan cepat, lalu saya berpura-pura dan berlagak seperti tidak terjadi apa pun. Setelah ibu pergi dari kamar mandi, saya pun lanjut membacanya. Terkadang saya merasa seperti ada yang salah dengan diri saya, tapi saya masih belum begitu sadar dan belum bisa melepaskan keterikatan tersebut. Seiring berjalannya waktu, saya pun menyadari bahwa apa yang telah saya lakukan adalah salah. Akhirnya saya berhasil melepaskan keterikatan tersebut dan menghapus aplikasi yang saya gunakan untuk membaca komik itu dari ponsel saya. Sekarang saya sudah berhenti membaca web komik.”
Kurnia Dewi, seorang mahasiswi, membagikan pengalamannya tentang keterikatan menonton drama Korea, “Saya sangat senang menonton drama Korea, bahkan rela tidur larut malam hanya demi menontonnya. Dalam satu seri drama, terdapat banyak episode dan durasinya cukup panjang. Dulu saya menonton satu seri drama dalam satu hari, sehingga sangat menyita waktu. Tapi perlahan-lahan saya dapat mengurangi dan hanya menonton satu episode dalam sehari.”
Suandika, seorang praktisi remaja, membagikan pengalamannya terkait bermain game, “Beberapa tahun lalu saat masih SMP, saya sangat senang bermain game ponsel. Dalam game yang saya mainkan, terdapat hal-hal berbau kekerasan seperti pembunuhan. Saya memainkan game itu selama kurang lebih satu setengah tahun, hingga akhirnya berhenti bermain setelah mengikuti kamp Minghui beberapa tahun lalu. Tapi keterikatan itu muncul kembali, saya mengunduh game lain di ponsel saya dan memainkannya selama satu tahun. Saya pun kembali mengikuti kamp Minghui, dan pada kamp Minghui semester lalu, saya benar-benar berhenti bermain game dan kembali ke jalur Fa.”
Tak hanya itu, Suandika juga menceritakan tentang keterikatannya yang lain, “Saya mempunyai sebuah laptop, saya sering menggunakannya untuk mengedit video. Suatu waktu saya pergi ke Kedonganan bersama ayah dan mengambil beberapa video. Video tersebut saya edit di laptop dan membutuhkan waktu sekitar 12 jam tanpa henti hingga saya akhirnya selesai mengedit. Hasilnya video tersebut hanya berdurasi 1 menit dan saya unggah di akun Instagram saya. Sampai saat ini saya masih belum bisa melepaskan keterikatan tersebut.”
Nyoman Madu, seorang praktisi muda yang baru pertama kali mengikuti kamp pun turut membagikan pengalamannya, “Artikel yang tadi kita baca bersama itu sangat mengena bagi saya, terutama mengenai masalah nafsu birahi. Kita semua pasti pernah menonton video di YouTube atau memiliki keterikatan terhadapnya, ketika membuka YouTube dan tidak sengaja melihat thumbnail video wanita cantik, saya merasa seperti timbul gejolak dan konflik dalam diri saya, saya ingin membuka video itu, tapi di sisi lain saya juga tidak ingin membukanya. Lalu beberapa saat kemudian, sisi saya yang tidak terikat terhadap hal-hal manusia biasa pun langsung memberitahu saya, ‘Kamu adalah orang Xiulian, jadi jangan dibuka.’ Akhirnya dengan seketika saya tersadarkan dan berhasil melewati ujian tersebut.”
Tak hanya sampai di situ, Nyoman Madu pun menambahkan, “Suatu hari ketika saya sedang gigih belajar Fa dan berlatih, ada saja saat-saat di mana pikiran tidak baik yang berkaitan dengan nafsu birahi muncul dalam benak saya. Untuk melewati gangguan tersebut, saya terus berkata pada diri sendiri, ‘Ingat! Kamu adalah orang Xiulian.’ Saya pun tersadarkan oleh kata-kata itu dan memikirkan apa yang seharusnya dilakukan oleh orang Xiulian. Setelah peristiwa itu, saya memperbanyak belajar Fa dan mendengarkan podcast yang di unggah di situs web Minghui, hal ini saya lakukan untuk mengisi diri saya dengan Fa, untuk mencegah timbulnya pikiran-pikiran yang berkaitan dengan nafsu birahi, keterikatan hati, dan Qing yang membuat emosi saya meledak-ledak. Melalui artikel dan podcast di Minghui, saya mendapatkan pemahaman-pemahaman baru dan jadi semakin semangat untuk belajar Fa.”
Melalui artikel yang telah dibaca, mereka pun perlahan-lahan mulai mengenali keterikatan dalam diri mereka dan berusaha untuk melepaskannya. Meskipun ada sebagian yang masih sama sekali belum bisa melepaskan keterikatan mereka terhadap hal-hal seperti di atas, rekan-rekan sesama praktisi muda terus saling mengingatkan dan menyemangati satu sama lain, sehingga tidak hanya diri sendiri yang memperoleh peningkatan, tapi juga secara keseluruhan, meningkat bersama-sama.
Memahami Fakta Penganiayaan Sebelum Mengklarifikasi Fakta kepada Orang-orang
Beberapa dari peserta kamp adalah anak-anak seusia sekolah dasar, meskipun masih begitu muda, ternyata ada di antara mereka yang pernah memperkenalkan Falun Dafa dan menjelaskan secara singkat tentang penganiayaan yang terjadi kepada teman-teman mereka.
Arya Suta, seorang praktisi cilik, mengatakan bahwa dia pernah memberitahu teman-temannya di sekolah tentang Falun Dafa, dia juga mengatakan kepada teman-temannya bahwa Falun Dafa dianiaya di Tiongkok, “Ketika saya mengatakan itu, mereka menuduh saya berbohong, jadi saya suruh mereka untuk mencari informasi tentang Falun Dafa di internet atau di YouTube.”
Arya, seorang praktisi yang kini duduk di bangku SMP, juga mengatakan bahwa dirinya pernah memperkenalkan Falun Dafa kepada temannya, “Saya pernah membagikan brosur yang berisi informasi tentang Falun Dafa kepada teman saya, dia menerimanya dan membacanya, tapi setelah itu, dia tidak mengatakan apa pun.”
Setelah mendengar pengalaman praktisi cilik lainnya, praktisi dewasa yang menjadi pembimbing di kamp kali ini pun menyadari bahwa pemahaman dan pengetahuan praktisi-praktisi cilik ini terhadap penganiayaan yang terjadi masih agak kurang. Jadi praktisi ini pun menjelaskan secara sederhana kepada mereka tentang penganiayaan yang terjadi, mulai dari mengapa Falun Dafa dianiaya, kapan mulai dianiaya, siapa yang menganiaya, hingga apa yang bisa mereka lakukan untuk menghentikan penganiayaan yang terjadi.
Setelah diberikan penjelasan sederhana, mereka pun mulai mengerti dan mengatakan bahwa mereka akan memperkenalkan Falun Dafa kepada teman-teman mereka dan mengklarifikasi fakta tentang penganiayaan yang terjadi.
Memahami Pentingnya Melakukan Tiga Hal dengan Baik
Setelah membaca buku-buku Guru, membaca artikel pengalaman praktisi, dan berbagi pengalaman kultivasi, para praktisi muda pun semakin menyadari bahwa melakukan tiga hal adalah kewajiban yang harus mereka lakukan dengan baik. Beberapa di antara mereka pun mengungkapkan pemahaman mereka terkait dengan melaksanakan tiga hal tersebut.
Shania mengatakan, “Saya punya seorang nenek, dia tinggal di rumah saya, dia tidak bisa membaca, jadi setiap hari saya harus membacakan Zhuan Falun untuknya. Hal ini sangat membantu peningkatan saya, karena kalau saya tidak membaca untuk nenek, saya bisa saja lupa atau bahkan tidak membaca buku Zhuan Falun selama seharian itu. Mulai dari sana saya pun akhirnya menyadari bahwa ini adalah kewajiban saya.”
Shania melanjutkan pengalamannya, “Suatu waktu, ketika pikiran saya sedang kacau, saya duduk untuk memancarkan pikiran lurus. Saya merasa tidak tenang dan memutuskan untuk berhenti. Saat itu saya berpikir, ‘Untuk apa saya memancarkan pikiran lurus kalau pikiran saya kacau seperti ini?’ Jadi, saat itu juga saya berhenti dan langsung membuka Facebook melalui ponsel. Saat sedang membuka-buka halaman Facebook, tiba-tiba muncul foto Guru saat sedang berceramah Fa di New York, saya begitu kaget dan langsung melemparkan ponsel. Saat itu saya langsung menyadari kesalahan saya dan kembali memancarkan pikiran lurus.”
Shania juga mengatakan bahwa dirinya berusaha menyempatkan diri untuk pergi memancarkan pikiran lurus di depan gedung Konsulat Tiongkok, “Setelah pergi ke sana (gedung Konsulat Tiongkok), saya merasa ada perubahan dalam diri saya, tentunya perubahan ke arah yang lebih baik, saya merasa ada peningkatan. Walaupun kultivasi saya sering kali mengendur, saya tetap menyempatkan diri datang ke sana.”
Tak hanya ke gedung Konsulat Tiongkok, Shania juga pergi ke Pantai Kedonganan, salah satu objek wisata di Bali yang ramai dengan wisatawan Tiongkok. Biasanya, praktisi setempat akan memasang spanduk berbahasa mandarin dan membagikan materi klarifikasi fakta kepada wisatawan Tiongkok yang berkunjung ke sana. Beberapa orang membagikan materi klarifikasi dan yang lainnya berlatih Gong.
Dalam kamp kali ini, praktisi muda juga pergi ke Pantai Kedonganan. Mereka pergi ke sana di sore hari dan berlatih Gong bersama praktisi setempat.
Praktisi muda dan praktisi setempat berlatih Gong bersama di Pantai Kedonganan pada hari Sabtu, 22 Juni 2019.
Seorang wisatawan Tiongkok menerima materi yang dibagikan oleh praktisi setempat
Wisatawan ini juga mengambil foto praktisi yang sedang memancarkan pikiran lurus
Spanduk yang dipasang menghadap ke wisatawan Tiongkok yang mengunjungi Pantai Kedonganan
Praktisi muda berfoto bersama setelah berlatih Gong dan memancarkan pikiran lurus di Pantai Kedonganan, Badung, Bali
Sekembalinya ke tempat kamp, dilaksanakanlah pengenalan proyek Dafa, yaitu NTD. Secara singkat diperkenalkan apa itu NTD, sejak kapan dan di mana terbentuknya, serta peran apa yang bisa dilakukan oleh praktisi muda di dalamnya.
Suandika, yang mengaku memang menyukai videografi, nampaknya tertarik dengan proyek tersebut, “Saya senang sekali bisa mengikuti kamp ini, proyek NTD yang sudah diperkenalkan tadi membuat saya tertarik, mungkin saya akan memikirkan untuk ikut bagian dalam proyek ini.”
Setelah pengenalan proyek, dilanjutkan dengan melafal Hong Yin. Sebelum kamp, masing-masing peserta diberikan 2 judul Hong Yin untuk dihafalkan. Beberapa praktisi cilik dapat menghafal Hong Yin dengan baik, mereka sudah mempersiapkannya sejak jauh-jauh hari.
Naini, salah seorang panitia kamp, mengatakan, “Mungkin kita bisa meniru adik-adik ini, mereka jauh lebih muda dari kita, tapi mereka dapat menghafal dengan baik. Sedangkan banyak dari kita (praktisi remaja) masih belum bisa menghafal dan masih membaca.”
Naini juga menceritakan pengalamannya terkait dengan Hong Yin, “Saat kamp sebelumnya, saya masih belum terlalu lancar dalam menghafal bagian Hong Yin yang saya dapatkan. Lalu ketika saya melihat adik-adik ini begitu gigih dan semangat dalam menghafalkan Hong Yin, saya menjadi termotivasi untuk gigih seperti mereka. Akhirnya jumlah Hong Yin yang harus dihafal pun bertambah menjadi 2. Mungkin akan sangat baik kalau kita menjadikan adik-adik ini sebagai referensi, kita pasti bisa seperti mereka.”
Eli, kakak dari Naini, menyampaikan kesannya terkait dengan kegiatan melafal Hong Yin, “Saya sangat terharu, terutama ketika mendengar Hong Yin berjudul ‘Bergegaslah Katakan’. Saya pribadi setelah mendengar pelafalan Hong Yin tersebut, menjadi tersadarkan. Saya belum mengklarifikasi fakta dengan baik. Saya selalu ingin mengklarifikasi kepada teman-teman saya, tapi saya masih belum bisa melakukannya.”
Putu Arta, seorang pembimbing di kamp ini, menambahkan, “Sering kali ketika kita akan mengklarifkasi fakta kepada orang lain, terbesit sebuah pikiran yang mengatakan, ‘Mungkin ini bukan waktu yang tepat.’ Kita selalu berpikir untuk mencari-cari waktu yang tepat untuk melakukan klarifikasi fakta. Sebenarnya kapan waktu yang tepat itu? Menurut pemahaman saya itu tidak ada. Saat di mana kita melakukannya (klarifikasi fakta), itu barulah waktu yang tepat. Kalau kita berpikir mencari waktu yang tepat terus, sampai kapan pun tidak akan jadi.”
Keesokan harinya, praktisi muda melakukan jalan santai. Tak hanya jalan santai seperti biasanya, jalan santai yang mereka lakukan lebih mulia. Sambil berjalan, mereka membawa materi-materi informasi Falun Dafa, seperti majalah Minghui dan brosur Dafa. Selain itu, mereka juga dibagi menjadi 4 kelompok, masing-masing kelompok diberikan kantong plastik besar, fungsinya yaitu untuk memunguti sampah plastik yang mereka temui sepanjang perjalanan, mulai dari lokasi kamp, hingga kembali lagi ke lokasi kamp.
Praktisi muda saat sedang melakukan jalan santai pada hari Minggu pagi, 23 Juni 2019
Praktisi muda memunguti sampah plastik yang ditemui di perjalanan menuju tempat kamp
Praktisi muda membagikan brosur informasi Falun Dafa kepada seorang pedagang
Ketika diberikan brosur informasi Falun Dafa, ibu ini pun langsung membacanya. Setelah membaca, dia lalu menanyakan tempat latihan terdekat dengan sangat antusias.
Seorang warga membaca materi informasi yang dibagikan praktisi.
Kesan Mengikuti Kamp Minghui
Di hari terakhir kamp, sebelum pulang meninggalkan tempat kamp, praktisi muda berkumpul bersama dan secara bergiliran mengutarakan kesan dan pesan mereka selama mengikuti kamp Minghui. Sebagian besar dari mereka merasa senang bisa mengikuti kamp kali ini. Tak hanya senang, mereka juga merasa sangat bersyukur dan berterima kasih karena kamp ini berhasil diselenggarakan.
Wayan Sintya, praktisi dewasa yang baru pertama kali mengikuti kamp, mengutarakan perasaannya, “Saya sangat senang bisa berkumpul bersama di sini. Saya sering bepergian bersama teman-teman saya yang bukan praktisi, kami menghabiskan banyak waktu, tapi setelah mengikuti kamp, ini terasa jauh lebih menyenangkan daripada bepergian bersama mereka.”
Tak hanya itu, Wayan Sintya juga menambahkan, “Melalui kamp ini, banyak sekali yang saya sadari. Pembicaraan saya, cara berpakaian saya, tingkah laku, emosi, segala keterikatan, semua mulai saya sadari dan kultivasikan perlahan-lahan. Terima kasih kepada rekan-rekan praktisi yang sudah mengingatkan saya, semoga saya bisa semakin baik lagi ke depannya.”
Ayu Mulya, seorang praktisi remaja, menyampaikan kesan dan pesannya, “Senang sekali bisa mengikuti kamp ini. Saya merasa masih lebih mementingkan pekerjaan dibandingkan kamp ini, sehingga akhirnya tidak bisa mengikuti kegiatan secara penuh. Tapi walaupun begitu saya merasa ada peningkatan. Mungkin untuk kamp selanjutnya, kita bisa mengunjungi objek-objek klarifikasi yang sudah tidak begitu banyak praktisi yang menangani, sehingga selain mendukung diri sendiri, juga bisa mendukung praktisi setempat.”
Putu Arta mengatakan, “Mungkin awalnya sebagian dari kalian memutuskan untuk ikut kamp ini karena dipaksa oleh orang tua, atau mungkin karena berpikir bahwa di rumah tidak ada yang bisa dilakukan, jadi akhirnya datang ke kamp ini. Apa pun alasannya, bagaimana pun caranya, kalian berhasil mengikuti kamp ini, itu pasti bukan suatu kebetulan.”
Dia juga menambahkan, “Kalian semua pasti sudah memahami tujuan dari kamp ini, kalian merasakan manfaatnya. Meskipun secara permukaan kalian dipaksa, tapi kalau tidak ada kesadaran dari diri sendiri untuk mengikuti, kalian mungkin tidak akan berada di sini. Semuanya pasti merasakan ada peningkatan. Saya sendiri, kalau tidak mengikuti kamp ini, tidak mungkin saya bisa bangun pagi-pagi, berlatih Gong setiap hari, memancarkan pikiran lurus di empat waktu, atau bahkan belajar Fa sebegitu banyaknya. Kita semua merasakan peningkatan setelah mengikuti kamp ini.”
Tak hanya itu, Naya dan Kurnia Dewi bahkan menawarkan sekolah mereka untuk dijadikan lokasi kamp selanjutnya. Semua sangat bersemangat dan tidak sabar untuk berjumpa lagi di kamp Minghui selanjutnya. Semoga setelah kamp, semuanya bisa terus melangkah maju, gigih maju dalam kultivasi.
Terima kasih Shifu telah membimbing kami semua.