(Minghui.org) Praktisi Falun Gong secara rutin berkumpul di Human Rights Plaza dekat Menara Eiffel pada hari Minggu untuk meningkatkan kesadaran akan penganiayaan di Tiongkok.
Pada hari Minggu, tanggal 17 Agustus 2019, mereka berjumpa dengan banyak orang setelah mereka memasang poster berisi informasi tentang Falun Gong dan penganiayaan selama 20 tahun. Beberapa praktisi membagikan brosur Falun Gong kepada para wisatawan, sementara yang lain memeragakan latihan dan memberikan instruksi latihan gratis kepada mereka yang berminat. Banyak orang menandatangani petisi meminta rezim Komunis Tiongkok untuk menghentikan penganiayaan. Wisatawan dan penduduk lokal sama-sama menunjukkan dukungan positif bagi upaya gigih praktisi dalam mengakhiri pelanggaran hak asasi manusia di Tiongkok.
Praktisi Falun Gong di Human Rights Plaza di Paris pada sore hari tanggal 17 Agustus 2019
Praktisi Falun Gong memeragakan latihan
Denise Morales, seorang guru seni dari Venezuela, menandatangani petisi dan menggambarkan penganiayaan sebagai bencana dan genosida.Dia berkata, “Saya terkejut mengetahui bahwa semua ini terjadi di Tiongkok. Saya juga terkejut mengetahui bahwa pemerintah Tiongkok secara sistematis mengambil organ dari para praktisi yang teguh yang ditahan di penjara dan mendapat keuntungan darinya. Sulit diutarakan dan hati saya menangis.”
Morales juga mengatakan: “Sejati, Baik, Sabar adalah moral dan nilai-nilai yang harus kita ikuti. Jika kita berasimilasi dengan nilai-nilai ini, akan bermanfaat.” Dia tertarik untuk mempelajari latihan ini dan meminta informasi lebih lanjut.
Lucie Maria dari Kanada dengan tegas percaya bahwa tidak ada yang harus dianiaya karena alasan apa pun. “Setiap orang memiliki hak untuk secara bebas memilih gaya hidupnya.” Dia menandatangani petisi dan berkata: “Saya tidak setuju [dengan rezim Tiongkok].”
Musisi Perancis Josephe mengkritik rezim Tiongkok karena menekan rakyatnya sendiri dan menyebabkan masalah bagi umat manusia. “Sudah waktunya untuk berhenti. Negara-negara barat harus memberikan tekanan pada rezim Tiongkok, karena tidak ada kebebasan di sana.”
Seorang insinyur Perancis mengatakan kepada praktisi, "Di negara kami, media berita jarang melaporkan [tentang penganiayaan Falun Gong] karena ikatan ekonomi dengan Tiongkok. Kita perlu lebih banyak membicarakannya, karena orang-orang hanya tahu sedikit.”
Redouane Rabia bersama istri dan balitanya. Dia belajar lima perangkat latihan Falun Gong karena dia sangat ingin tahu tentang latihan ini. Setelah itu dia mengatakan merasa sangat nyaman, damai, dan berpikiran jernih. Dia juga mengatakan tekanan yang dia rasakan selama beberapa bulan terakhir tiba-tiba menghilang. Dia bersemangat dan memutuskan untuk menjadi seorang praktisi.