Falun Dafa Minghui.org www.minghui.org CETAK

Kisah-Kisah Melawan Nafsu Berahi dari Tiongkok Kuno

23 Jan. 2020

(Minghui.org) Dalam kitab Liji, kumpulan doktrin Konfusius kuno dikatakan bahwa, “Makanan dan seks merupakan dua godaan terbesar bagi umat manusia.” Konfusianisme berpandangan bahwa seseorang seharusnya melepaskan diri dari keinginan semacam ini dengan menuruti kaidah akhlak. Orang bijak dari zaman kuno juga mendisiplinkan diri untuk melepaskan keinginan itu.

Menurut aliran Tao, jika seseorang bisa melepaskan hasratnya terhadap makanan dan berahi, dia akan diberkati dengan umur panjang. Menyerah terhadap nafsu berahi tidak hanya menyebabkan seseorang kehilangan esensinya, hidupnya juga menjadi singkat dan pikiran mereka menjadi tumpul. Nafsu berahi bisa menjadi karma buruk bagi seorang praktisi Tao jika ia tidak mampu melepaskan diri dan akhirnya tidak dapat kembali ke surga.

Masyarakat Tiongkok kuno memiliki nilai-nilai tradisional yang sejati dan ketat dalam aspek kedisiplinan diri. Long Zun, seorang Buddhis pada zaman Dinasti Ming, menulis buku Shi Se Shen Yan tentang masyarakat kuno yang menjauhi hasrat pada makanan dan berahi, serta bagaimana mereka melakukannya. Dia juga mendorong masyarakat untuk tidak membunuh dan menjaga diri dari godaan nafsu berahi. Berikut ini beberapa contoh dari buku itu.

Para Kaisar dan Para Raja

Xiao Yan, Kasiar Wu dari Liang, adalah penganut Buddha yang taat. Dia pernah berkata pada He Chen, Asisten Penasihat Kekaisaran, “Saya belum pernah melakukan hubungan badan atau tidur dengan seorang wanita selama lebih dari 30 tahun.” Ia hidup sampai usia 85 tahun.

Ashabuhua, Penasihat dari Dinasti Yuan, menasihati Kaisar Wuzong (Qayisang, kaisar ketiga Yuan) saat melihat kondisi kaisar tampak tidak sehat: “Anda tidak makan delapan makanan bergizi seperti cakar beruang, selain itu juga tidak merawat tubuh anda yang berharga. Sebaliknya anda malah menikmati arak dan menuruti nafsu berahi. Ini seperti menggunakan dua kampak pada pohon kecil, pasti akan tumbang.” Tahun berikutnya, Kaisar Wuzong meninggal dunia, pada usia 30 tahun.

Ada seorang raja yang sering menyerah pada nafsu berahi. Seorang biksu mencoba membantunya dengan melantunkan, “Yang Mulia telah mengabaikan tugas negara karena ia tidak memiliki kebijaksanaan dan menikmati kesenangan jasmani.”

Sarjana

Xue Wenqing, seorang menteri yang mengurusi upacara adat dari Dinasti Ming berkata, “Arak dan berahi dapat menguras kehendak seseorang, mengganggu kesehatannya dan merusak moralnya. Tidak ada yang lebih buruk dari keduanya. Kebanyakan orang menganggap ini sebagai kesenangan, tapi saya tidak tahu kesenangan macam apa yang mereka dapatkan dari keduanya. Hanya dengan menahan nafsu, seseorang dapat menjadi tenang dan sehat secara fisik. Inilah yang membuat orang bahagia!”

Filsuf Cheng Yi dari Dinasti Song Utara berkata, “Ketika seseorang dikuasai hawa nafsu, ia harus mengatasinya dengan memikirkan adat istiadat dan kebajikan.”

Zhu Xi dari Dinasti Song Selatan menggunakan kata “rawa” untuk menjabarkan nafsu berahi: “Untuk mengatasi nafsu berahi, lihat saja sebuah rawa. Keduanya merupakan lumpur kotor yang dengan mudah mencemari seseorang. ‘Rawa’ ini harus diisi dan diratakan.”

Sarjana terkenal Fang Xiaoru dari awal Dinasti Ming pernah berkata, “Dambaan jauh lebih berbahaya daripada ujung pedang. Orang-orang hanya khawatir terhadap dingin dan panas namun mengabaikan kerusakan yang disebabkan oleh makanan dan berahi.”

Liu Yuancheng, seorang sarjana kekaisaran dari Dinasti Song Utara pernah mengatakan, “Karena saya berhenti melakukan hubungan intim dengan wanita sejak 30 tahun lalu, saya merasa sekuat dan selincah seperti saat masih muda.” Orang-orang pada waktu itu membicarakannya, “Kita dapat melihat unsur ‘kejujuran’ dalam pengetahuannya. Ini karena ia melepaskan diri dari nafsu berahi.”

Penyair Yang Wanli pernah mencemooh orang-orang yang tunduk pada nafsu berahi: “Raja Neraka belum memanggil anda, namun anda malah menghampirinya. Buat apa?”

Xie Liangzuo, seorang sarjana terkenal dari Dinasti Song berkata, “Saya telah melepaskan nafsu berahi selama 20 tahun. Untuk mencapai sesuatu, seseorang harus memiliki tubuh yang sehat. Inilah mengapa saya melepaskan nafsu berahi dan keinginan saya.”

Pejabat pengadilan Li Hao di Shu Akhir pada zaman Lima Dinasti pernah berkata, “Pantangan Chen Shugu terhadap nafsu berahi mengundang hinaan dari iblis. Saya menolak nafsu berahi untuk waktu lama, karena itu iblis tidak berani mengganggu saya. Ini bukan karena saya memiliki kekuatan sihir.”

Dalam buku kuno pengobatan Tiongkok, Huangdi Neijing (Kitab Suci Esoteris Kaisar Kuning) dikatakan:

“Mempertahankan kedamaian, ketiadaan, diikuti qi sejati [kondisi ini]. Ketika sari pati dan roh dijaga secara baik, dari mana penyakit dapat masuk?” Oleh karena pikiran yang tenang, seseorang memiliki sedikit keinginan. Hati yang damai tidak ada rasa takut. Dambaan dan hasrat tidak dapat diabaikan. Hawa nafsu tidak dapat mengacaukan hati. “Mereka yang mampu melampaui usia seratus tahun, gerakan dan aktivitas mereka tidak melemah, hal ini tercapai karena kebajikan mereka sempurna, dan mereka tidak menemui bahaya.”

Para Kultivator Menghindari Nafsu Berahi

Ada seorang biksu ternama bernama Wei dari Dinasti Jin. Suatu hari ia bertemu dengan seorang wanita yang datang untuk menginap. Wanita ini mengaku seorang bidadari. Dia juga mengatakan pada biksu itu bahwa ia dikirim sebagai penghargaan untuknya. Biksu Wei tidak tergerak dan hatinya tetap tenang. Dia berkata pada wanita ini, “Hati saya dingin seperti abu, jadi berhentilah menguji saya dengan tubuh anda.” Wanita ini kemudian membubung naik ke langit, dan berkata pada Wei sebelum ia pergi, “Lautan bisa pasang dan fundamen seorang arhat dapat hancur, namun hati biksu ternama ini tidak dapat digerakkan.”

Yongjia adalah biksu ternama dari Wenzhou selama era Gaozong dari Dinasti Tang. Dia pernah mengatakan, “Hubungan intim hanya membawa penderitaan—bukan kebahagiaan. Krim harum yang menutupi tubuh seseorang di permukaan sesungguhnya adalah kotoran, di mana cacing dan belatung berkembang biak di dalamnya. Kita seharusnya melepaskan diri dari nafsu berahi dan menghindarinya seperti kita menghindari pencuri atau penjahat. Orang bijak memandang berahi sebagai racun ular dan lebih baik berurusan dengan ular daripada melakukan hubungan intim dengan seorang wanita.”

Taois Shangyangzi (Chen Zhixu) yang terkenal dari Dinasti Yuan berkata, “Asusila adalah yang terburuk dari semua dosa. Bagi seorang kultivator, hal pertama dan terpenting yang harus dilakukan adalah melepaskannya.” Changchunzhenren (juga seorang Taois terkenal) memberi tahu kaisar bahwa asusila harus menjadi hal pertama yang dilepaskan dalam Taois kuno, bahwa itu menjadi contoh terburuk dari kemerosotan moral. Dia berkata, “Tidak ada yang lebih mendasar dari berlatih Tao selain melepaskan diri dari nafsu berahi dan keinginan—sisanya sebenarnya sangat mudah.”

Shangyangzi juga berkata, “Orang-orang berpikir sangat sulit melepaskan diri dari berahi, yang merupakan pandangan yang sangat bodoh. Para pemula dalam berlatih Tao dapat menemukan tempat terpencil sehingga bisa melakukan apa pun seorang diri dan tidur sendirian, dan secara bersamaan melepaskan diri dari arak. Pada siang hari mereka dapat membaca kitab suci dan menjaga ketenangan pikiran di malam hari. Lingkungan yang sunyi akan menghilangkan segala macam imajinasi dan kesulitan apa pun yang diciptakan oleh iblis sehingga dapat memperkuat keyakinannya.”

Shao Guizi, seorang sarjana kekaisaran, pernah berkata pada seorang biksu, “Jika seseorang yang menjalankan praktik keagamaan tidak melepaskan diri dari nafsu berahi, ia tidak akan memiliki sumber sari pati yang stabil dan akan kekurangan energi. Sari pati qi-nya akan berkurang pada hari-hari berikutnya. Setelah habis, ia tidak lagi mampu menghasilkan qi.”

Biksu itu menjawab, “Mencoba menyadari prinsip-prinsip Buddhisme Zen tanpa menghilangkan nafsu berahi seperti memasak pasir dan berharap menjadi nasi. Meski pasirnya dimasak sampai mati pun, pasir tetaplah pasir, bukan nasi. Untuk melakukan praktik keagamaan, seseorang harus berusaha keras menyingkirkan nafsu berahi dan keinginan.”

Sarjana kekaisaran Wang Changshou dari Dinasti Song Selatan, mampu menahan hawa nafsu, namun tidak lama. Lu Jiuyuan (seorang filsuf dan pendidik terkenal saat itu) berkata padanya, “Jika anda hanya bisa menekan emosi secara paksa dari pada menyelesaikan masalah yang ada dalam diri anda, berarti anda belum berkultivasi dengan cukup baik. Jika seseorang memahami perilaku pantas, ia tidak perlu mengekang dirinya. Jika seorang wanita cantik tiba-tiba muncul selagi kita berbicara, anda tidak akan terganggu oleh nafsu berahi dan keinginan, dan jika anda mampu mempertahankan keadaan pikiran itu, maka tidak perlu mengerahkan upaya untuk mengendalikan diri. Jika anda menyembah dewa dengan ketulusan hati, saat ia muncul di hadapan anda, anda akan menanggapinya dengan perasaan hormat, tanpa memikirkan hal lain.”

Pelajaran bagi Masyarakat Sekarang

Buku-buku kuno menulis bahwa mereka yang menikmati nafsu berahi akan memiliki qi hitam dalam tubuh mereka. Jika mereka menemukan seseorang yang berkultivasi ganda, mereka harus menghindar darinya agar tidak bersentuhan dengan qi vitalnya dan membahayakan diri mereka sendiri. Kitab Buddha mengatakan jika seseorang melepaskan diri dari nafsu berahi, mereka akan dikelilingi oleh ladang kemujuran.

Untuk berlayar melawan arus, ketekunan dan perjuangan dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Jika tidak, seseorang akan terdorong kembali. Dalam masyarakat sekarang ini, nafsu berahi disebut sebagai “gaya hidup.” Komunisme, teori evolusi, dan ateisme menjadi faktor utama penyebab ini semua. Jika seseorang ingin mendapat kehormatan dan kesehatan, mereka tidak hanya perlu memantau kegiatan seksual mereka tapi juga mengenali sifat sejati nafsu berahi dan keinginan serta menolaknya. Mereka harus mengembalikan nilai tradisional dan menghormati perilaku yang pantas. Hanya dengan itu, mereka dapat memperbaiki kesalahan mereka sampai ke akarnya. Sebagai seorang kultivator, mereka seharusnya menentang arus dengan lebih baik. Mereka harus memerhatikan aspek kehidupan sehari-hari secara rinci dan memiliki cita-cita tinggi. Meski mereka hidup di dunia yang telah merosot, mereka seharusnya tetap murni dan tidak tercemar.