Falun Dafa Minghui.org www.minghui.org CETAK

Tubuh Kita Bukan Diri Sejati Kita

15 Okt. 2020 |   Oleh praktisi Falun Dafa di Tiongkok

(Minghui.org) Dalam pemahaman saya, banyak ujian kultivasi yang kita anggap terlalu sulit untuk dilewati yang berhubungan dengan keterikatan pada tubuh manusia. Untuk menyingkirkan keterikatan ini, kita sering kali harus melalui banyak kesulitan, karena kita gagal untuk melihat sesuatu dari dalam Fa. Jika kita dapat melihat sesuatu dengan melampaui tubuh manusia kita, keterikatan akan mudah disingkirkan.

Kenyataannya, ujian Xinxing timbul karena tubuh manusia kita. Misalnya, "Seseorang mengatakan sesuatu yang membuat saya kesal," "Anda mengambilnya tanpa izin saya," "Saya tahu seseorang menjelekkan saya," dan seterusnya.

Di permukaan, semua pikiran ini berhubungan dan merupakan bagian dari keterikatan pada reputasi, keuntungan pribadi, dan sentimentalitas -- semua itu disebabkan oleh keterikatan seseorang pada ego. Jika kita melihat lebih dekat, masing-masing mengandung kata "saya", "saya", atau "milik saya".

Apa yang diinginkan "ego" ini bukanlah sesuatu yang melampaui dimensi tubuh fisik kita ini. Dengan kata lain, ego menginginkan hal-hal dalam dimensi permukaan ini yang memberikan apa yang diinginkan tubuh fisik, keinginan, atau kenikmatan, termasuk reputasi.

Guru berkata,
“Manusia memiliki tubuh fisik, namun hanya dengan tubuh fisik saja belum dapat membentuk seorang manusia seutuhnya, pada manusia masih diperlukan adanya tabiat, watak, karakter manusia dan adanya Yuanshen, dengan demikian baru dapat terbentuk manusia yang lengkap, mandiri dan memiliki sifat pribadi." (Ceramah Satu, Zhuan Falun)

Seperti yang kita ketahui, jiwa utama kita adalah diri sejati kita, dan tidak ada aspek lain dari diri sejati kita. Saat kita kesal atau marah, yang mengendalikan kita bukanlah jiwa utama kita. Sesungguhnya, kita telah mengalami sebuah drama manusia. Ini seperti menonton film di mana pemeran utamanya diperlakukan tidak adil -- kita ditarik ke dalam film dan merasa marah.

Tubuh fisik kita bukanlah diri sejati kita. Tubuh fisik hanya sebagai alat, jadi kita bisa hidup di antara manusia biasa dan membangkitkan hati nurani mereka. Perasaan dari tubuh fisik bukanlah perasaan diri sejati kita.
Makan dan tidur merupakan kegiatan perawatan agar tubuh manusia dapat berfungsi dengan baik. Segala sesuatu yang lain, termasuk rasa lapar atau menyukai makanan tertentu, adalah keinginan tubuh fisik tersebut.

Katakanlah misalnya, kunci inggris ingin tetap berada di tempat yang sejuk, kering tanpa terkena sinar matahari langsung atau tempat yang lembab. Dan alangkah baiknya jika seseorang melumasi kunci inggris, semakin mahal mereknya semakin baik. Dan akan lebih baik jika dibungkus dengan kain, dan akan lebih baik lagi jika kain itu berkualitas baik.
Keinginan kunci inggris bisa tanpa akhir. Ia menginginkan sesuatu yang menyenangkan, dan kemudian ia menginginkan sesuatu yang lebih baik jika memungkinkan. Semua ini yang diinginkan tubuh fisik tersebut.

Tubuh manusia bertindak dengan cara yang sama: tidak suka menderita kesulitan. Yang diinginkannya hanyalah kenyamanan, dan ia akan memperjuangkannya. Seolah-olah kita sedang mengoleskan pelumas terbaik pada kunci inggris, membungkusnya dengan kain kualitas terbaik, dan melakukan segalanya untuk itu, seolah-olah kita mengabadikannya. Apakah cara berkultivasi ini yang kita inginkan?

Cukup baik untuk menjaga kunci inggris dalam kondisi baik. Demikian pula, mengejar kebahagiaan manusia biasa bukanlah sesuatu yang diinginkan oleh jiwa utama kita.
Jika kita dapat memiliki sudut pandang yang lebih luas atau obyektif dan melihat sesuatu dari sudut pandang tubuh fisik, dan tidak menganggap perasaan tubuh fisik sebagai perasaan kita, maka kita telah melampaui mentalitas manusia. Kita akan mampu menerobos gangguan konsep dan faktor eksternal.

Setelah sampai pada pemahaman ini, saya menemukan bahwa keterikatan saya pada reputasi, keuntungan pribadi, dan sentimentalitas tersingkirkan. Semua ujian yang sulit dan penghinaan yang tidak dapat diterima secara mental yang saya alami sebelumnya, sekarang sudah tidak penting.