Falun Dafa Minghui.org www.minghui.org CETAK

Setelah Hampir 10 Tahun Dipenjara, Wanita Guangdong Ditangkap Lagi karena Keyakinannya

19 Nov. 2020 |   Oleh koresponden Minghui di Provinsi Guangdong, Tiongkok

(Minghui.org) Xue Aimei, seorang praktisi Falun Gong dari Kota Shenzhen, Provinsi Guangdong, ditangkap di rumahnya pada malam tanggal 11 Juni 2020. Petugas Departemen Kepolisian Kota Shenzhen menggeledah rumahnya tanpa surat perintah, menyita buku Falun Gongnya, komputer, ponsel, kartu bank, kartu kredit, Kartu identitas, dan surat izin mengemudi, tanpa memberikan daftar dokumentasi. Mereka juga memaksanya untuk memberitahu kata sandi kartu banknya.

Praktisi lain, Huang Yali, penduduk Anlu dari Provinsi Hubei, yang kebetulan mengunjungi Xue, juga ditangkap.

Menurut informasi orang dalam, Xue menjadi sasaran setelah dilaporkan karena membagikan informasi di bus tentang bagaimana Partai Komunis Tiongkok (PKT) menutupi pandemi virus korona, menggunakan taktik yang mirip dengan yang digunakan dalam penganiayaan terhadap Falun Gong. Polisi melacaknya berdasarkan kamera pengintai di dalam bus. Setiap bus kota di Shenzhen memiliki hampir sepuluh kamera pengintai di dalamnya.

Xue dan Huang dibawa ke Pusat Penahanan Distrik Bao'an di Kota Shenzhen pada malam hari tanggal 13 Juni. Xue menolak untuk bekerja sama selama interogasi. Polisi memperoleh sidik jarinya pada sebuah dokumen dengan paksa. Pahanya terluka saat polisi memaksanya duduk di kursi besi. Penangkapannya disetujui pada tanggal 18 Juli.

Wanita dipindahkan ke Pusat Penahanan Distrik Nanshan pada tanggal 8 September. Xue kehilangan sekitar 1o kg dalam tahanan.

Xue, yang hampir berusia 50 tahun, bekerja di bagian keuangan. Sebelum PKT melancarkan penganiayaan terhadap Falun Gong pada tahun 1999, dia adalah seorang mahasiswa pascasarjana ekonomi di Southern Illinois University di Amerika Serikat. Kembali ke Tiongkok selama liburan semester, dia mulai membagikan materi Falun Gong dalam upaya untuk meningkatkan kesadaran akan penganiayaan. Dia ditangkap dan tidak pernah bisa kembali ke AS untuk menyelesaikan gelarnya.

Setelah berusia 30 tahun, dia ditangkap tiga kali lagi, diberi dua hukuman kamp kerja paksa, pertama selama dua tahun tiga bulan dan kedua kalinya selama tiga tahun; ditahan di pusat pencucian otak selama tiga bulan; dan dijatuhi hukuman empat tahun penjara. Dia telah ditahan selama sembilan tahun dan enam bulan. Tahun-tahun terbaik dalam hidupnya dihabiskan di sel yang lembap dan kotor.

Penangkapan dan penahanan terakhir Xue membuat orang tuanya yang sudah lanjut usia, yang tinggal bersamanya di Shenzhen, sangat tertekan. Ayahnya yang berusia 83 tahun lumpuh dan terbaring di tempat tidur. Karena ibunya yang berusia 80 tahun tidak dapat merawat ayahnya sendirian, adik laki-lakinya harus berhenti dari pekerjaannya dan pindah dari Kota Yantai, Provinsi Shandong, ke Shenzhen untuk merawat orang tua mereka.

Di bawah ini adalah laporan Xue sendiri tentang hukuman kamp kerja paksa keduanya.

***

Ketika saya kembali ke kampung halaman saya di Provinsi Shandong pada bulan November 2002, keluarga dan teman-teman saya, polisi, dan masyarakat pada umumnya menentang saya berlatih Falun Gong. Karena tekanan mental yang kuat, kesehatan saya dengan cepat menurun. Semua persendian saya dingin, dan saya tidak bisa menyentuh apa pun bahkan yang sedikit dingin. Ingatan saya memburuk. Tubuh saya terasa seperti batu seberat seribu pon. Saya tidak melakukan apa-apa, namun saya lelah sepanjang waktu dan menderita insomnia. Tekanan membuat saya tidak bisa fokus berlatih Falun Gong. Saya mengikuti saran ibu saya dan pergi ke rumah sakit untuk pemeriksaan, tetapi mereka tidak menemukan sesuatu yang salah. Saya juga mengikuti sarannya untuk mencoba pengobatan tradisional Tiongkok, jogging, dan sauna. Tidak ada yang berhasil, dan kesehatan saya semakin memburuk.

Ketika saya kembali ke Kota Shenzhen setelah Tahun Baru Imlek tahun 2003, situasinya sama. Berkali-kali saya melihat ke bawah dari atap gedung saya dan berpikir bahwa semua rasa sakit akan berakhir jika saya melompat. Tapi jauh di lubuk hati, saya tahu bahwa Falun Gong menentang pembunuhan dan bunuh diri, dan, jika saya melakukannya, media yang dikendalikan pemerintah akan menuntut Falun Gong bertanggung jawab atas kematian saya. Saya menyingkirkan pikiran untuk bunuh diri dan, dengan bantuan rekan praktisi, saya secara bertahap kembali membaca buku-buku Falun Gong dan melakukan latihan. Kesehatan saya pulih dari hari ke hari.

Tepat pada waktu pemulihan, saya ditangkap bersama dengan beberapa rekan praktisi pada bulan Oktober 2003 dan ditahan di Pusat Penahanan No. 1 Distrik Nanshan. Saya masih ingat nama dua petugas, Fu Zhansheng dan Zhao Hui. Fu memiliki mulut yang kotor dan mengutuk sepanjang waktu. Saya tidak percaya bahwa dia memiliki gelar sarjana. Dia menyumpal mulut saya dengan kain lap dan meninju dada saya.

Polisi menyita banyak barang dari kami, termasuk dua komputer, dua printer, cetak disk, dan selusin buku elektronik dan drive USB, dan banyak buku dan materi Falun Gong, berserta dengan uang tunai 14.000 yuan. Kami menolak untuk bekerja sama dengan penangkapan tersebut. Saya kemudian dihukum tiga tahun kerja paksa sementara dua praktisi lainnya masing-masing dijatuhi hukuman tiga tahun penjara. Saya meminta Zhao untuk mengembalikan uang yang disita dari saya. Dia menolak dan tidak akan memberi saya tanda terima.

Saya melakukan mogok makan di pusat penahanan selama lebih dari 40 hari. Penjaga mencekok paksa makan dan memukuli saya sebagai balasannya. Seorang penjaga wanita bersimpati kepada saya dan mengatakan kepada saya bahwa dia tidak ingin melihat saya menderita dan berharap saya akan dibebaskan lebih awal. Kantor 610 Distrik Nanshan kemudian memindahkan saya ke Kamp Kerja Paksa Wanita Sanshui tanpa memberi tahu otoritas kamp kerja paksa bahwa saya sedang melakukan mogok makan, takut mereka tidak akan setuju untuk menerima saya karena kondisi saya yang mengerikan.

Penjaga kamp kerja paksa mengunci saya di sebuah ruangan gelap yang dirancang khusus untuk menampung praktisi Falun Gong. Semua jendela ditutup dengan kain tebal. Lima penjaga dan dua tahanan pelaku narkoba bergiliran mencoba mencuci otak saya. Dinding ditutupi dengan poster-poster yang memfitnah Falun Gong dan saya dipaksa tidur di tengah ruangan di atas papan di lantai.

Saya melanjutkan mogok makan untuk memprotes perlakuan buruk tersebut. Karena otoritas kamp kerja paksa tidak mengetahui aksi mogok makan saya sebelumnya di pusat penahanan, mereka tidak segera mencekok makan saya dan menunggu seminggu sebelum membawa saya ke klinik mereka. Saat dicekok paksa makan di sana, dokter memasang selang makanan dengan cara yang salah dan darah muncrat dari hidung saya. Menyadari bahwa saya hampir mati, mereka membawa saya ke Rumah Sakit Kota Sanshui.

Otoritas kamp kerja paksa memberi tahu ibu saya, yang melakukan perjalanan lebih dari seribu mil dari Kota Yantai, Provinsi Shandong, ke Kota Shanshui, Provinsi Guangdong, untuk menemui saya di rumah sakit. Penjaga menyuruhnya untuk membayar biaya rawat inap saya terlebih dahulu. Sampai hari ini saya tidak bisa melupakan melihat ibu saya yang berambut abu-abu diam-diam berbalik dan mengambil uang tunai yang dengan hati-hati disimpan di kantong di bawah ikat pinggangnya. Khawatir tentang saya, dia meminta izin untuk tinggal dan tidur di tempat tidur sementara di sebelah saya. Karena kebisingan tanpa henti di rumah sakit, dia tidak bisa tidur. Saya tidak tahan memikirkan penderitaannya karena saya dan akhirnya setuju untuk mulai makan dan kembali ke kamp kerja paksa.

Kembali ke ruangan gelap yang sama, penjaga terus mencoba mencuci otak saya dengan ibu di sisi saya. Saya menunjuk ke adegan di video tentang aksi bakar diri yang memfitnah Falun Gong dan mulai memberi tahu ibu saya mengapa jelas bahwa itu dibuat-buat. Para penjaga melecehkan saya.

Karena saya tidak akan meminta izin untuk menggunakan kamar kecil seperti yang diperintahkan oleh otoritas kamp kerja paksa, mereka tidak mengizinkan saya pergi. Melihat kondisi yang memprihatinkan, penyakit jantung ibu saya kambuh saat dia berada di asrama di sebelah kamp kerja paksa. Untungnya, seorang penjaga wanita membawanya ke rumah sakit.

Ketika penjaga memindahkan saya ke tim lain untuk melakukan kerja paksa di lokakarya, saya menolak untuk bekerja sama, jadi mereka tidak mengizinkan saya mandi. Saya memulai lagi protes mogok makan yang berlangsung sekitar empat bulan. Ibu saya diberitahu lagi oleh otoritas kamp, dan dia melakukan perjalanan dari kampung halaman saya ke kamp kerja paksa untuk menemui saya pada tahun 2003. Setelah perjalanan panjang di musim panas akhir Juni, pikirannya dipenuhi dengan kekhawatiran, dia pingsan saat dia berbicara dengan saya dan dirawat di rumah sakit lagi.

Setelah itu, otoritas kamp berhenti mencoba mencuci otak saya atau memaksa saya melakukan kerja paksa. Sebaliknya, mereka mengurung saya di sel saya dan menugaskan dua tahanan untuk mengawasi saya siang dan malam. Pada bulan November 2006, saya dipindahkan dari kamp kerja paksa ke pusat pencucian otak di Kota Shenzhen. Selama tiga bulan saya di sana, saya mengetahui tentang praktisi Falun Gong yang mempromosikan Sembilan Komentar tentang Partai Komunis dan mengajak orang-orang untuk mundur dari PKT dan organisasi afiliasinya. Pada saat saya salah mengira upaya ini sebagai partisipasi dalam politik manusia biasa dan, karena cuci otak saya, saya melepaskan latihan Falun Gong.

Namun, saya tidak nyaman dengan keputusan saya karena saya telah diisolasi dari dunia luar selama bertahun-tahun dan tidak memiliki akses ke informasi yang akurat. Setelah saya dibebaskan, saya mencari Sembilan Komentar dan membacanya. Awalnya, saya tidak dapat mempercayai semua perbuatan jahat yang dilakukan oleh PKT yang tercantum di dalam buku, karena saya diajari betapa hebat dan mulia PKT dan bagaimana saya seharusnya mencintainya lebih dari apapun. Saya berdiskusi dengan orang lain yang memiliki pengetahuan tentang apakah yang dikatakan buku itu benar. Saya akhirnya menyadari bahwa saya telah ditipu dan dibodohi selama bertahun-tahun, sejak saya masih kecil.