Falun Dafa Minghui.org www.minghui.org CETAK

Laporan DAFOH: Protokol Penipuan PKT - Tindakan, Penyangkalan, Menyembunyikan, Disinformasi, dan Pencatutan

4 Juni 2020 |   Oleh koresponden Minghui, Zhou Wenying

(Minghui.org) Pandemi virus corona menyoroti strategi Partai Komunis Tiongkok (PKT) untuk mendapatkan keuntungan dengan mengorbankan kesejahteraan negara lain. Setelah menutupi dan meremehkan kemunculan virus, PKT kini mengeksploitasi ketergantungan negara-negara Barat pada Tiongkok akan pasokan medis, menurut sebuah laporan LSM Para Dokter Menentang Terhadap Pengambilan Organ Paksa’ (DAFOH) yang diterbitkan pada 5 Mei 2020, berjudul "Membuka Kedok Pandemi Covid-19."

Laporan setebal 41 halaman, dapat diunduh dari situs web DAFOH.org, ulasan taktik PKT selama wabah virus corona, termasuk menunda informasi; membungkam pelapor, termasuk para profesional medis; dan kini terlibat dalam "diplomasi masker." Sebagai contoh, PKT memaksa pemerintah Italia untuk membeli kembali pasokan medis yang awalnya disumbangkan Italia ke Tiongkok pada saat parahnya wabah virus corona di Wuhan. Laporan tersebut mencatat bahwa rezim menggunakan metode yang serupa untuk menutupi kejahatan pengambilan organ secara paksa.

Menyusul publikasi laporan ini, berbagai forum dan artikel lebih lanjut mengilustrasikan bagaimana PKT telah sepenuhnya memobilisasi Protokol Penipuannya: Tindakan, Penyangkalan, Menyembunyikan, Disinformasi, dan Pencatutan (ADHDP).

Mengambil Keuntungan dari Bencana yang Mereka Ciptakan

Peraturan Kesehatan Internasional dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) (IHR) (2005) mengharuskan Tiongkok untuk melaporkan informasi kesehatan masyarakat yang akurat secara transparan. Tetapi PKT gagal memperingatkan komunitas global sepanjang Desember 2019 dan Januari 2020, ketika virus corona baru merebak di Wuhan. Bahkan setelah negara-negara lain, seperti Italia dan Amerika Serikat, melaporkan banyak kematian, rezim terus melaporkan jumlah korban yang tidak benar,jumlah korban yang rendah di Tiongkok.

Setelah menimbun persediaan medis asal negara lain sementara di depan umum mengecilkan ancamannya, PKT menciptakan kekurangan masker wajah secara global. Dengan "memilih bagaimana dan kapan untuk mendistribusikan bantuan, pemerintah Tiongkok telah mendorong ganjalan antara negara-negara Eropa mengikuti lintasan memecah belah dan menaklukkan, atau"divide et impera,"dengan terlebih dahulu menghancurkan kemitraan antarnegara dan kemudian muncul sebagai penyelamat yang menyampaikan masker wajah ke daerah yang kewalahan," demikian dinyatakan dalam laporan DAFOH.

Dalam jangka panjang PKT berambisi untuk memperluas kekuasannya secara global melalui rencana strategis seperti Belt and Road Initiative (BRI). Dalam kasus virus corona, adalah PKT yang pertama kali menciptakan "Jalur Sutra Pandemi" dan kemudian muncul sebagai penyelamat untuk mendapatkan keuntungan dari apa yang disebut "Jalur Sutra Kesehatan," baik secara politis maupun finansial. Hal ini dilakukan melalui diplomasi masker dengan pasokan medis berkualitas rendah.

Melanggar Peraturan Internasional dan Etika Medis

Selama wabah SARS 2002-2003, PKT menutupi informasi dan menghukum Jiang Yanyong, seorang ahli bedah militer, karena mengingatkan akan penyakit ini. Jiang ditegur dan ditahan selama 45 hari di penjara militer.

WHO memperbarui Peraturan Kesehatan Internasional (IHR) pada 2005 untuk menerapkan "semua kejadian [baik resmi dan tidak resmi] yang mungkin merupakan keadaan darurat kesehatan masyarakat yang menjadi kepedulian internasional." Namun, setelah virus corona baru merebak, PKT kembali melanggar peraturan dengan menahan informasi dan menghukum para dokter medis karena mengungkapkan informasi.

"Laporan manipulasi sistematis dan mengutak-atik angka yang berhubungan dengan wabah virus atau malpraktik medis bukanlah situasi baru bagi Tiongkok," tulis laporan itu. "DAFOH telah mengamati pola serupa dalam sejarah baru-baru ini: Destruksi sistematis, manipulasi dan menutup-nutupi angka juga telah ditemukan dalam sistem transplantasi organ Tiongkok dalam konteks pengambilan organ paksa dari praktisi Falun Gong dan tahanan yang berkeyakinan lainnya, yang diakui sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan dan alasan yang cukup untuk menjaga jarak dari pemerintah Tiongkok."

Dua masalah ini saling terkait, kata sekretaris DAFOH Adnan Sharif pada 5 Mei, mengutip laporan baru-baru ini bahwa dua pasien lanjut usia yang terinfeksi virus di Tiongkok telah menerima transplantasi paru-paru setelah hanya menunggu tiga hari untuk proses pencocokan organ. "Apa yang benar-benar ingin ditunjukkan oleh PKT adalah kepiawaian ilmiah menjadi negara pertama yang melakukan transplantasi paru-paru dalam konteks ini, tetapi sesungguhnya telah menimbulkan lebih banyak pertanyaan tentang sumber organ," katanya.

Konferensi Online di Perancis

Dengan masih berlakunya kebijakan nasional “tinggal di rumah”, DAFOH di Perancis mengadakan konferensi secara daring pada tanggal 7 Mei 2020, untuk membahas kebohongan PKT selama pandemi vitus corona, serta catatan sebelumnya tentang penipuan rezim, seperti dalam penganiayaan yang sedang berlangsung terhadap Falun Gong. Anggota parlemen, ekonom, sosiolog, dan profesional medis berpartisipasi dalam diskusi.

Arnold King, presiden DAFOH Perancis, memberikan informasi terkini tentang situasi pengambilan organ paksa saat ini di Tiongkok. Dia mengatakan sumber organ tetap tidak jelas dan mereka kemungkinan diperoleh dari praktisi Falun Gong, disiden, dan mereka yang ditahan karena keyakinan lainnya. Dia juga mengatakan bahwa PKT telah menggunakan pendekatan tipuan serupa untuk menyembunyikan fakta selama wabah SARS 2003 dan pandemi virus corona yang sedang berlangsung.

Josiane Corneloup, Anggota Majelis Nasional Perancis, adalah advokat untuk etika medis. Dia menyerukan tindakan untuk menghentikan pengambilan organ secara paksa di Tiongkok dari para praktisi Falun Gong dan disiden.

Dia mengatakan pandemi virus corona dan pengambilan organ paksa di Tiongkok menyoroti kurangnya transparansi, yang ekstrem kritis.

Christian Harbulot, Direktur Economic Warfare School of Paris, mengatakan Tiongkok telah menolak untuk menerima investigasi dari para ahli internasional untuk mencegah penyakit ini berulang kembali. Dalam sebuah wawancara dengan France 24 pada 30 Maret 2020, dia mengatakan bahwa ratusan perusahaan Perancis sekarang mengerti bahwa terlalu mengandalkan negara asing bisa berakibat fatal, dan pemahaman seperti itu akan sangat bermanfaat untuk masa depan. Ini adalah refleks demi kelangsungan hidup,”jelasnya.

"Ini adalah pertama kalinya dalam sejarah manusia bahwa sebuah kekuatan politik telah mengancam masa depan umat manusia," kata Harbulot.