Falun Dafa Minghui.org www.minghui.org CETAK

Up We Soar: Perjuangan Seorang Gadis Muda dalam Kegelapan

2 Mei 2021 |   Oleh koresponden Minghui, Zhang Yun

(Minghui.org) Pada suatu malam musim panas, terasa panas dan lembab. Di bawah lampu jalan yang redup, seorang gadis berusia 7 tahun menyandarkan kepalanya di pangkuan ibunya, yang mengayunkan kipas untuk mendinginkan putrinya sambil mengusir nyamuk.

Berbaring di bangku bersama ibunya di dekat taman bermain sekolah, gadis itu bernama Fuyao, tidak tahu seperti apa masa depannya. Ayahnya, seorang pembawa berita, telah ditahan dan dipaksa melakukan kerja paksa karena menjunjung tinggi keyakinannya pada Falun Gong. Ibunya, seorang guru sekolah menengah, juga dilarang mengajar karena keyakinannya pada Falun Gong. Bersama ibunya, Fuyao menjalani hukuman tahanan rumah di sekolah tempat ibunya dulu mengajar.


Up We Soar, animasi dari New Realms Studios dan NTD Television

Ini adalah adegan dari Up We Soar, sebuah film animasi yang diproduksi oleh New Realms Studios bersama dengan NTD Television. Film tersebut menggambarkan sebuah cerita di awal abad ke-21 di sebuah kota kecil di Tiongkok Utara. Orang tua Fuyao adalah praktisi Falun Gong, suatu latihan meditasi berdasarkan prinsip Sejati-Baik-Sabar.

Setelah Partai Komunis Tiongkok (PKT) mulai menindas Falun Gong pada tahun 1999, orang tuanya ditangkap. Gadis kecil itu sering diintimidasi dan dipermalukan oleh teman sekelasnya. Terlepas dari kesulitan ini, ia tidak menyerah dan selalu berusaha menghadirkan kehangatan untuk ibunya setiap kali ia berkunjung.

Di balik jeruji besi negara yang terbenam dalam kegelapan, ibu Fuyao juga dipukuli dan disiksa oleh narapidana. Tetapi keyakinannya memberinya kekuatan untuk mempertahankan prinsip-prinsipnya dan membimbing putrinya dengan menulis surat kepadanya.

Perlahan-lahan, keyakinan dan saling mendukung membentuk ikatan yang kuat antara ibu dan anak jauh melampaui tembok penjara. Bersama-sama, mereka mendapatkan kekuatan dalam kehidupan sehari-hari, menemukan harapan untuk masa depan, dan memengaruhi lingkungan mereka menjadi lebih baik.

Fuyao: Haruskah Saya Bertahan atau Tidak?

Salah satu adegan dalam film tersebut terjadi di sebuah pusat penahanan. Seorang penjaga ingin Fuyao membujuk ibunya untuk melepaskan keyakinannya. Ini adalah pertama kalinya dalam beberapa bulan Fuyao diizinkan untuk bertemu ibunya. Ibunya sangat lemah karena melakukan mogok makan sebagai protes atas penganiayaan.

Narator (Fuyao): Saat saya dewasa, saya memiliki keraguan di hati saya. Saya mempertanyakan diri saya sendiri: haruskah saya bertahan atau tidak?

Penjaga: Apakah kamu merindukan ibumu?

Fuyao: Ya.

Penjaga: Jika kamu ingin ibumu pulang, kamu harus menangis keras ketika melihatnya. Mengerti?

(Di ruang pertemuan)

Penjaga: Wang Huijuan! Temui tamu!

Fuyao: Bu!

Narator (Fuyao): Ketika saya pertama kali melihat Ibu, dia terlihat berbeda. Saya tidak tahu apakah dia dianiaya, atau tidak diizinkan untuk makan. Dia tampak kurus. Tapi pelukannya masih begitu hangat. Saya meletakkan kepala di bahunya dan menyentuh rambutnya. Kemudian dia membalikkan tubuh saya untuk memperbaiki kuncir kuda saya. Setelah dia merapikan rambut saya, saya tidak ingin membiarkannya terurai ataupun keramas.

Ibu: Fuyao?

Fuyao: Hah?

Ibu: Kamu mau Ibu pulang untuk menjagamu atau tetap bertahan teguh pada keyakinan Ibu?

Fuyao: Ibu bertahan.

Ibu: Apakah kamu membenci Ibu?

Fuyao: Tidak.

Narator (Fuyao): Dia kemudian mengatakan kepada saya bahwa pertemuan tersebut merupakan dorongan besar baginya. Dia merasa lega.


Adegan dari film: di pusat penahanan

Salah satu netizen yang menonton film tersebut mengatakan dia sangat tersentuh dengan bagian ini. “Sangat sering kita mungkin berdebat apakah akan melanjutkan atau melepaskan apa pun yang telah kita lakukan,” tulisnya, “Dalam hal ini, ini adalah pertanyaan mendasar - haruskah kita tetap gigih untuk menjadi orang baik?”

“Sangat mudah untuk melakukan perbuatan baik ketika kita dipuji atau dihargai. Tetapi dalam situasi seperti ini ketika seseorang menghadapi diskriminasi atau penindasan karena jujur atau baik, itu benar-benar menunjukkan siapa kita sebenarnya dan mengapa kita melakukan ini,” lanjutnya.

Di dunia ini, ada banyak orang yang mungkin bertanya-tanya apakah mereka harus berhenti menjadi orang baik. “Semoga film ini bisa membantu kita menemukan jalan dan menunjukkan harapan kepada kita,” tulisnya.

Sangat Banyak Keluarga Hancur

Netizen lain yang menonton film itu pun ikut terharu. “Penganiayaan telah berlangsung selama 22 tahun dan tragedi seperti ini terjadi setiap hari di Tiongkok,” dia menulis, “Fuyao kecil sangat cantik dan saya benar-benar ingin memeluknya.” Dia bilang dia menontonnya dengan anaknya sendiri, karena film itu sangat berharga untuk anak-anak maupun orang dewasa.

Pengalaman Fuyao memang istimewa, tetapi itu juga umum. Setelah penganiayaan terhadap Falun Gong dimulai pada tahun 1999, puluhan juta praktisi Falun Gong menghadapi penindasan, penangkapan, penyiksaan, pemutusan hubungan kerja, dan diskriminasi. Anak-anak mereka juga sangat menderita. “Film ini mengingatkan saya pada hari-hari ketika saya berada di Tiongkok, di mana banyak keluarga tercabik-cabik oleh penganiayaan,” tulis Yang Qinglian dari Tiongkok. Yang sendiri juga telah ditahan karena keyakinannya pada Falun Gong dan dia berkata ada banyak anak seperti Fuyao di Tiongkok.

Penonton lain bernama Li Qing mengatakan bahwa saat menonton film itu, seolah-olah dia berada di sana bersama dengan Fuyao dan ibunya. “Saat melihat Fuyao dirundung di sekolah, saya teringat hari-hari sepi saat pertama kali meninggalkan orang tua dan datang ke luar negeri,” jelasnya.

Karena penindasan dan propaganda besar-besaran di seluruh negeri, diskriminasi terhadap Fuyao oleh teman-temannya bukan hanya terjadi di antara anak-anak. “Adalah kebijakan penganiayaan PKT yang membuat masyarakat umum menentang praktisi. Artinya siapa pun bisa mengejek dan merundung mereka,” ujarnya.

Adegan lain dalam film juga membuat Li Qing meneteskan air mata. Setelah terpisah dari ibunya selama lebih dari setahun, Fuyao pergi ke penjara untuk menemui ibunya. Di bawah pengawasan penjaga, Fuyao dan ibunya saling menempelkan tangan di kaca penghalang. “Dalam lingkungan tanpa kebebasan, saya bisa merasakan dukungan antara ibu dan putrinya, dan kegigihan mereka,” tambahnya.

Sikap positif

Chey Strauss mengatakan film ini membuatnya banyak berpikir, mulai dari tujuan hidup hingga tujuan perjuangan kita. Dia menemukan cerita ini sangat mencerahkan.

Julia L. mengatakan dia tidak tahu bahwa di Tiongkok untuk menjadi orang baik itu sangat sulit, dan terkadang itu berarti mengorbankan nyawa. Di usia muda, Fuyao mampu menanggung banyak hal dan mengemban tanggung jawab. Julia tersentuh oleh cerita tersebut dan berterima kasih kepada semua orang yang berpartisipasi dalam produksi.

Menjelang akhir, Fuyao membacakan satu paragraf dari surat ibunya, yang sangat menggugah pikiran: Ikutlah denganku untuk menikmati bunga teratai yang bermekaran di kolam. Tahukah kamu bahwa tidak semua biji teratai mekar? Saat benih tersebar di lumpur, beberapa menjadi putus asa melihat betapa kotornya lumpur tersebut. Mereka tidak percaya bunga-bunga indah bisa tumbuh darinya, dan lambat laun mereka mati karena depresi. Beberapa benih lain begitu muak dengan bau busuk dan kotoran lumpur sehingga mereka bertengkar sepanjang hari. Seiring berjalannya waktu, mereka melewatkan musim mekar, menghitam, dan kemudian menjadi bagian dari lumpur. Ada juga beberapa benih yang diam-diam menahan sindiran dan cemoohan lumpur. Mereka mencoba menyesuaikan diri dan menyerap nutrisi darinya. Mereka percaya bahwa cepat atau lambat, mereka akan menumbuhkan bunga yang indah. Akhirnya suatu hari mereka menerobos lumpur dan menghasilkan bunga teratai suci. Untuk berterima kasih kepada lumpur, mereka meninggalkan akar putihnya. Lihat, anakku. Untuk benih teratai ini, pola pikir yang berbeda menghasilkan hasil yang berbeda pula.


Adegan dari film Up We Soar

Linda Chen menulis bahwa dia sangat menyukai bagian di atas karena ini memberi orang harapan. “Betapapun buruknya lingkungan, selama kita memiliki benih kebaikan dan kemurnian di hati kita, ia akan tetap berkaliber dan pada akhirnya tumbuh menjadi bunga terindah di bawah matahari,” tulisnya.

Shun Cha berkata dia merasa tidak nyaman dengan penindasan itu ketika membaca surat itu, karena dia tidak mengerti mengapa orang baik seperti itu dianiaya.

Christina Liu setuju. Dia belajar banyak dari surat itu dan ingin menghargai apa yang dia miliki daripada mengeluh.

Yo En berkata bahwa dia tahu segalanya tidak datang dengan mudah. Melalui kesulitan itulah kita membangun kegigihan dan keberanian. Ia juga sangat berterima kasih kepada staf yang terlibat dalam produksi film.

Lebih Banyak Orang Harus Menonton Film Ini

Pat Riot, yang beremigrasi ke AS dari negara komunis, mengatakan bahwa cerita itu membuatnya menangis dan dia ingin berbagi film tersebut dengan teman-temannya.

Di dekat tempat tinggalnya, ada beberapa praktisi Falun Gong yang sering melakukan latihan bersama di sebuah taman. “Dari film itu, saya belajar betapa buruknya penganiayaan – sangat kejam. Saya akan berdoa untuk mereka [praktisi Falun Gong],” tulisnya.

“Sementara itu, kita harus mengekspos kejahatan seperti ini terang-terangan agar semua orang mengetahuinya,” lanjutnya. “PKT sangat kejam dan kita tidak bisa membiarkannya membahayakan dunia.”

Pesan yang disebutkan dalam film juga sangat bagus. Pat berkata bahwa ibunya telah dianiaya, tetapi dia tidak memiliki keluhan atau kebencian. Sebaliknya, dia terus meningkatkan dirinya dan mendapatkan kembali kebebasan. Mereka mengingatkan Pat tentang pentingnya menjadi baik dan mendukung yang tidak bersalah.

“Banyak anak muda Amerika tidak tahu untuk menghargai kebebasan yang mereka miliki,” tulisnya. “Berasal dari negara komunis, film ini mengingatkan saya pada kehidupan saya di negara asal saya, yang sangat menakutkan. Lebih banyak orang perlu menonton film ini dan belajar tentang sejarah.”

Menurut Ma Yan, sutradara film tersebut, film dokumenter ini bermaksud untuk “[menjadi] suara bagi mereka yang dibungkam, dan menyampaikan energi kebaikan kepada setiap jiwa.” Melalui animasi ini mencerminkan tema keberanian, cinta, dan ketekunan di era tergelap.

Pada Desember 2020, film ini dianugerahi Best Feature at the Los Angeles Animation Festival (LAAF).